Revisi, 13/04/2019
"Bella? Siapa tuh?"
Cleo menatap tajam Fitri. "Kalo gue tau gue nggak nanya kali."
"Hehe. Tapi ini yang cowoknya emang kayak Avisena deh. Tapi kok lo bisa punya ya?"
"Gue juga nggak tau." jawab Cleo, seraya meletakkan buku album itu kembali ke tempatnya. "Niatnya gue mau tanya ke papa besok, kali aja papa tau ini siapa."
Hening sebentar, tiba-tiba Ariska mengeluarkan suara.
"Mungkin nggak sih kalau kalian ada hubungan darah?"
"Apa mungkin ya, tapi kan jaraknya ratusan tahun, bisa emangnya?" tanya Cleo, abisnya terangkat.
"Mungkin aja, dari kakeknya kakek lo kakeknya lagi terus kakeknya dan kakeknya lagi, jadi ada kemungkinan lo adalah keturunan keluarga Avisena. Hm ya, mungkin ya." Ariska berasumsi.
"Mungkin juga sih, ini aneh," Cleo tertawa.
"Jadi gimana nih mau cari Hafifah?" tanya Fitri.
"Udah larut malem, ke Big A aja yuk, beli kopi." ajak Cleo.
"Nggak usah deh, kita berdua pulang aja Le." Ujar Ariska.
"Nggak mau nginep aja, sekalian temenin gue gitu?" tanya Cleo, ia lalu mengambil junk food yang dibeli kedua kawannya tadi.
"Nggak usah Le, yaudah kita berdua pamit ya. Dahhhh." Ariska dan Fitri berdiri bersamaan, tangan keduanya melambai tanda perpisahan.
*
"Apa?! Vi mau gula-gula! Ayo kak Adhi beliin. Buru Vi, lari." Adhi berlari mendahului, sementara Vi dan Hafifah yang berada di belakangnya hanya tertawa seraya mengejar cowok kekanakan itu.
"Sabar kenapa sih, gue capek Dhi!" teriak Hafifah, ia mengejar cowok itu sambil terkekeh.
"Badan ndut jalan lama kan jadinya, buru! Mas gula-gulanya tiga ya!" ucap Adhi saat berada di depan penjual gula-gula.
Malam itu mereka berjalan-jalan di sekitar Big A. Bertiga, Hafifah, Adhi dan Victoria. Menikmati malam yang ramai, apalagi malam itu adalah malam minggu. Banyak orang-orang yang berkeliaran untuk sekedar minun kopi atau menaiki mainan-mainan disini, berhubung malam itu diadakan sebuah festival yang mengundang beberapa artis yang tampil malam hari itu, bukan artis masa mereka sih.
"Mata Vi perih kak," ucap Victoria, dengan bahasanya.
"Lensnya kering ya Vi? Sebentar kak Fifah cariin dulu cairannya." Hafifah mengaduk isi tasnya, lalu mengeluarkan sebuah botol kecil, yang merupakan sebuah obat tetes mata. "Buka matanya Vi!" Cewek itu meneteskan cairan itu di atas mata Vi, sehingga lens berwarna biru itu kembali terlihat berkilau-kilau.
"Jam berapa sekarang? Nanti bu Anna emang nggak nyariin?" tanya Adhi, seraya memberikan gula-gula pesanannya kepada Hafifah dan Victoria.
"Jam sepuluhan kayaknya, kamu ngantuk Vi?"
Vi menggeleng seraya membuka bungkus gula-gulanya, kemudian gadis kecil itu memakannya dengan senang hati.
"Naik mainan yuk, Pip." ajak Adhi, ia menyolek lengan Hafifah.
"Naik apaan? Nggak ada yang seru itu, liat aja. Mending duduk situ, liatin bintang."
Adhi mendongak melihat langit malam itu, begitu indah ditaburi bintang-bintang dan sebuah bulan yang bersinar sangat terang malam itu.
"Ide bagus." Adhi berjalan mendahului, lagi, lalu diikuti Hafifah dan Victoria di belakangnya.
Rerumputan setengah kering itu sudah didudukinya, Adhi lalu merebahkan tubuhnya menatap langit, dua tangannya dijadikan tumpuan sebagai bantal. Matanya tepat menatap langit. Sementara itu Hafifah di sampingnya, duduk seraya menjilati gula-gulanya yang manis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Are We?
Science Fiction[COMPLETED] (Seluruh cerita telah di revisi) Lorong penghubung dimensi waktu yang membuat mereka terjebak disini. Terjebak pada kurun waktu seratus tahun mendatang. Akankah mereka dapat kembali kepada masa mereka yang sebenarnya? ©2015/2016 by Hafif...
