"Bintang"

142 9 0
                                    

"Hei, Rik ! Jangan melamun terus ah ! Kesambet mampus kamu"

Riki terlonjat kaget saat mendapati Theo tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya. Riki melirik jam tangannya. Jam 5 sore pas.

"Ahh... aku belum mengulang pelajaranku"

"Nih anak, rajin banget sih. Santai ajalah... kita baru semester 1. Masalah skripsi dan kawan-kawan masih jauh bro ! Waktunya santai-santai bro !. Nah, sekarang ayo ke kantin. Capek gue duduk di sebelah lo 10 menit, gue ajak ngobrol lo gak ngerespon sama sekali"

Riki langsung menatap Theo cengok. Hah ?! 10 menit ?! Gak ngerespon ?!

"Ma, maaf Te, tadi gue..."

Theo menepuk jidat Riki lalu terkekeh geli "Gue ngerti kok. Sante aja... gue yakin lo belom sholat. Sholat yuk" Riki tersenyum. Riki amat bersyukur memiliki sahabat seperti Theo saat ini disampingnya.

Setibanya di mushala, Riki langsung meletakkan ranselnya di dalam mushala lalu mengambil wudhu. Theo yang sudah selesai duluan langsung mengambil posisi imam. Sore itu mereka sholat ashar dengan khusyu.

Usai mengucap salam Riki mulai berdzikir dan mengucap doa. Riki memantapkan hatinya. Ia tidak boleh goyah. Semua yang digariskan oleh Tuhan pasti ada hikmahnya. Semuanya adalah yang terbaik untuknya.

"Sudah ?" tanya Theo. Riki menatapnya dan tersenyum lalu mengangguk.

Theo menyeringai dan langsung berdiri "Ke kantin yuk ! Laper nih ! Makan di tempatnya Bli Wayan aja, penasaran nih sama mie ayamnya sampe bikin Tara ketagihan makan disana"

Riki tersenyum. Sejujurnya dia setuju dengan Theo. Dia pun penasaran dengan masakan Bli Wayan. Riki langsung ikut berdiri dan mengikuti langkah Theo.

"Eh ?! Tara nggak kesini Bli ?!" seru Theo. Riki pun menatap Bli Wayan kaget.

"Nggih den. Ini pertama kalinya neng Tara nggak kesini. Bli khawatir neng Tara kenapa-kenapa soalnya tadi pas Bli tanyakan ke anak yang sekelas sama neng Tara, katanya neng Tara hari ini nggak masuk"

Riki dan Theo saling bertukar pandang. Tara memang terkenal berandal tapi tidak pernah sekalipun Tara membolos. Telat sih sering. Sakitkah ?

"Iya deh bli, nanti saya coba cari tau. Bli nggak usah khawatir ya" ucap Theo mencoba menenangkan Bli Wayan. Bli Wayan mengangguk lalu kembali lagi ke kiosnya karena seseorang memanggilnya.

Riki menatap semangkok mie ayam yang dipesannya. Nafsu makannya mendadak hilang begitu teringat Tara sedang menyantap makan pagi sendirian sambil bermain game mengisi kekosongan.

Hah ? Belum tentu saat ini Tara sendirian kan ?

"Rik... Rik !"

"Hah ? Oh, apa ?"

"Lo khawatir ?" tanya Theo. Riki menunduk. Dia tidak mampu berbohong dengan mengatakan tidak tapi rasanya aneh mengkhawatirkan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Lo ada feeling ke dia Rik ?" tanya Theo

"H, hah ?! Nggak ah ! Kenal aja belum. Aku cuma penasaran soalnya waktu itu dia makan sendirian disini. Dia seperti... kesepian..."

Hening. Theo menatap Riki dan Riki hanya menunduk tanpa berani balas menatapnya. Riki berasa seperti diinterogasi oleh Theo

"Yah, lo nggak usah khawatir. Nanti coba gue tanyain ke temen gue yang mangkal deket sini. Denger-denger tempat mangkalnya Tara ya disana"

Riki menunduk. Berpikir. Jemari tangannya langsung merogoh saku celana jinsnya dan mengeluarkan handphone "... Boleh gue ikut ?" tanya Riki.

Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang