"Papa"

140 8 0
                                    

Aku membereskan kotak pensilku lalu memasukkan buku-buku kuliahku besok ke dalam ransel. Aku mendongak menatap jam dinding kamarku. Jam 6 pagi. Hari ini hari minggu. Kurasa aku akan menghabiskan minggu ini untuk tidur.

BRAKK

Aku berjengit kaget dan langsung menoleh ke luar jendela. Aku mengernyit saat melihat mobil hitam parkir di halaman rumahku. Ayah sudah pulang rupanya. Aku menguap lebar lalu beranjak menuju ranjangku dan langsung terlelap membalas jatah tidurku yang kuhabiskan untuk belajar.

DOK DOK DOK

"Neng ! Neng Tara !"

Aku terloncat bangun. Suara gedoran dan jerita Bik Mah membuatku spontan bangkit dari ranjang. Aku mendongak menatap jam. Baru 20 menit aku tidur. Aku menguap lalu membuka pintu padahal kepalaku masih pusing dan mengantuk

"Apa bik ? Kenapa ?"

"Tuan neng... Tuan dihajar di depan neng"

"Hah ?-"

PRAAANNGG !

Aku dan Bik Mah spontan menoleh ke arah tangga. Aku langsung bergegas turun dan mendapati ada 2 orang kekar dan 1 orang berperawakan kecil. Ayah terduduk di samping meja ruang tamu. Vas bunga yang ada di atasnya jatuh dan pecah berkeping-keping. Tara berdiri mematung di pertengahan tangga. Rasa takut langsung menyerangnya.

"Hm ? Kau punya anak perempuan ?"

Tara melangkah mundur satu anak tangga saat laki-laki berperawakan kecil itu menatapnya sinis. Laki-laki kecil itu tersenyum sinis makin lebar. Digerakkannya dagunya dan 2 orang berbadan kekar bergegas mendekati tangga.

Sekilas melihat saja aku tahu ini buruk. Aku spontan langsung merapatkan badanku ke tembok, sempat terbayang di kepalaku bagaimana caraku bisa survive kalau aku melompat lewat jendela lantai 2 untuk kabur.

Entah sejak kapan Ayah tiba-tiba saja sudah berdiri di bawah tangga, menghalangi.

"Kenapa ? Kamu nggak mampu bayar pake' uang kan ?"

"Berani pegang putriku barang seujung jari saja, awas kalian !"

Laki-laki berperawakan kecil itu tertawa keras sekali, suaranya menggema ke seisi rumah. Aku menatap punggung ayahku. Punggung yang selalu kulihat hanya sekilas sebelum aku memalingkan wajah. Punggung yang selalu kulihat takut-takut setiap kali minuman keras beliau kucuri dan kubawa ke bengkel.

Punggung yang dulu selalu berbalik menghadapku seolah langsung menyadari keberadaanku. Aku ingat senyum papa saat beliau berbalik, tangan besarnya yang mengusap kepalaku juga kata-kata yang masih kuhafal sampai sekarang

"Papa berangkat dulu ya, jaga mama buat papa juga"

"Haah ? Kau mau menghabisi siapa ? Lihat siapa yang babak belur di sini, Haaah ?!"

Aku mundur selangkah ke belakang. Di sini yang paling mampu melawan dengan tenaga fisik adalah

Papa, melawan 2 orang kekar dan 1 orang kerdil ini saja Papa sudah babak belur.  Aku menggigit bibir bawahku panik memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Bik Mah berdiri di belakangku menatap takut-takut sambil bibirnya terus komat-kamit memanjatkan doa.

"Heei, aku tanya padamu ! Jangan buat aku terlihat bodoh bicara sendiri !!" lanjut si kerdil dengan seringainya yang menyebalkan itu.

"Aku akan bayar hutangku, tolong beri aku waktu lagi..."

"Beri waktu lagi, beri waktu lagi, kau pikir uang bisa didapat dengan mengulur waktu ?! Hah, beritahu aku kalau kau tau caranya dasar bego !"

"Aku janji. Aku akan tepati janjiku kali ini saja. Kumohon beri aku waktu sebentar lagi. Sebentar saja..."

Laki-laki kerdil itu menatap Papa dengan tatapan tidak suka lalu bola matanya tiba-tiba saja menangkapku yang hanya bisa berdiri diam di atas tangga. Seringai jahatnya muncul dan itu mengirimkan rasa dingin yang merambat di punggungku sampai ke tengkuk.

"3 hari. Kalau dalam 3 hari masih belum ditepati aku ambil putrimu. Paham ?!"

"Ap-"

"Jon, Mat, kita pergi sekarang !"

Lelaki kerdil itu langsung melangkah keluar diikuti 2 orang suruhannya. Papa sempat kesulitan merespon sampai akhirnya kakinya tanggap mengejar

"Tunggu, saya keberatan dengan kondisi tersebut..."

"Nggak ada tapi-tapi-an. Keputusanku sudah bulat. Kalau begitu aku permisi dulu. Sampai jumpa nona yang disana !"

Aku menelan ludahku barulah 3 orang tersebut melangkah keluar rumah. Papa terduduk di ruang tamu.

Aku merasa kakiku mendadak jadi lemas dan badanku perlahan merosot turun. Bik Mah yang masih agak panik spontan menahanku. Aku tidak tau harus berbuat apa lagi.



Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang