"Trauma"

134 8 0
                                    

Riki menghela nafas panjang di dalam mobil. Pak Jo urung bertanya dengan sikap aneh majikannya ini.

Diam-diam Riki tersenyum. Akhirnya ia bisa berbicara dengan Tara meski Tara hanya mengucapkan kata-kata protes dan sangkalan atas semua kata-kata ngaco Theo. Riki melihat sendiri ekspresi lega Tara yang Riki yakin berasal dari hatinya yang terdalam. Riki benar, selama ini Tara kesepian.

Saat mengantar Tara ke parkiran Riki dan Theo pun mengobrol sekilas dengan Albert yang ternyata jadi tukang antar jemput Tara karena motor Tara rusak berat gara-gara Tara meleng saat naik motor. Tara langsung menampar punggung Albert setelah Albert bercerita soal meleng-nya itu dan Albert tertawa mendengar semua omelan Tara.

Mengingat itu dahi Riki langsung mengerut dalam.

Pak Jo yang dari tadi melihat majikannya dari kaca spion lagi-lagi urung bertanya.

"Assalamu‟alaikum" ucap Riki begitu menginjakkan kaki di dalam rumah.

Rumahnya sepi. Bunda masih di rumah sakit menjaga Bintang. Riki menghembuskan nafas panjang lalu berjalan menuju dapur hendak mengambil segelas air mineral untuk melepas dahaga dan mendapati sosok ayahnya sedang duduk santai di kursi santai pekarangan belakang.

Riki yang tidak begitu terbiasa melihat sosok ayahnya di rumah sempat tertegun sebentar sebelum menghampiri ayahnya.

"Yah ?"

Ayah Riki, Tuan Affandi menoleh kaget dengan kedatangan tiba-tiba putranya

"Oh, Riki, kau sudah pulang. Ayah tidak sadar"

Riki tersenyum riang "Ayah jam berapa pulang ? Tumben duluan ayah daripada Riki"

Tuan Affandi tersenyum lalu bangkit berdiri dan mengusap-usap kepala Riki

"Kau makin tinggi sekarang, hampir setinggi ayah" ucap Tuan Affandi berbasa-basi

"Ayah jarang pulang jadi tidak tahu Riki sudah setinggi ini" balas Riki sambil tersenyum senang. Sudah lama ia tidak merasakan usapan kepala dari ayahnya.

Ayahnya sering sekali pulang malam bahkan tidak pulang sama sekali. Kepulangan ayahnya ini pun terbilang langka jadi Riki sangat menikmatinya.

"Iya juga ya... Rik, ayah lapar. Mau makan sama ayah ?"

"Tentu"

Tuan Affandi langsung meminta pengurus ru mahnya menyiapkan makan malam lebih awal toh Bunda akan menginap lagi di rumah sakit. Dalam hati Riki menyayangkan Bunda dan Bintang tidak ada di rumah. Entah kapan terakhir kali mereka berempat bisaberkumpul bersama.

Tuan Affandi dan Riki asyik mengobrol sambil menunggu pengurus rumah menyiapkan makan malam mereka. 30 menit kemudian sudah terhidang lele goreng dan tumis kangkung juga segelas teh untuk Riki dan segelas kopi untuk Tuan Affandi.

Riki menyantap makan malamnya sambil sibuk berceloteh mengenai kuliahnya. Tuan Affandi pun mendengarkan dengan takzim setiap perkataan Riki.

Makan malam mereka ditutup dengan suara adzan maghrib di luar. Riki menoleh ke arah jendela lalu tersenyum ke arah ayahnya

"Yah, jama‟ah yuk" ajak Riki. Tuan Affandi menatap putranya agak lama sebelum mengangguk mengiyakan.

Mereka langsung melaksanakan sholat Maghrib bersama. Usai sholat Riki mencium punggung tangan ayahnya lalu berdzikir dan mengucap doa.

Usai menunaikan ibadah, Riki pamit ke kamar untuk membersihkan diri dan mengerjakan tugas. Tuan Affandi lagi-lagi menatap putranya agak lama sebelum menangguk.

Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang