"Waktu"

121 9 0
                                    

Aku melempar tas ransel dan tas laptopku ke atas kasur lalu merebah begitu saja tidak peduli masih memakai baju kotor bekas dari kampus.

Aku menggigit-gigit bibir bawahku memikirkan sikap over protective Theo, cara jatuh Riki, dan mimpiku tadi pagi. Aku tidak bisa menemukan hubungan ketiganya tapi entah kenapa jadi kepikiran.

Tok... Tok... Tok... ketukan halus yang teratur itu membuatku langsung bangkit duduk

"Neng Tara, mau makan malam dulu ?"

Aku berkedip beberapa kali lalu memegang perutku yang sudah penuh setelah menikmati semangkuk bakso dan es teler di kantin rumah sakit tadi.

"Ng-ga..."

Aku terdiam. Terbesit pikiran Bik Mah sudah memasakkan makan malam. Ayahnya pasti tidak menyentuh makanannya dan langsung masuk kamar dalam keadaan mabuk. Tara mengacak-acak rambutnya kesal. 'Gue kenapa sih ?!' rutuknya dalam hati lalu menyeret kakinya yang ogah-ogahan mendekati pintu kamarnya dan membukanya.

Bik Mah yang berdiri di sana menatap kaget tidak menduga majikannya akan membuka pintu.

"Dibungkus buat bibik aja dibawa pulang. Tara udah makan tadi" ucapku lalu hendak menutup pintu lagi.

Bik Mah yang tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bicara dengan majikannya ini langsung membalas

"Besok Neng Tara ingin sarapan apa biar Bibik masakin buat Neng !". Usai menyelesaikan kata-katanya Bik Mah langsung menutup mulutnya dengan tangan kanannya, sadar dirinya baru saja meggunakan nada tinggi saat berbicara dengan majikannya.

Aku tersenyum geli melihat reaksi Bik Mah yang berlebihan. Aku tidak mempermasalahkan soal sepele seperti itu.

Aku Teringat seseorang yang dulu pernah sangat dekat denganku aku langsung mengambil posisi berpikir sebentar. Aku mengangguk kecil lalu menatap Bik Mah

"Nasi goreng... nugget steak... dan telur dadar".

Bik Mah tertegun. Hanya itu yang masih kuingat soal menu masakan Bik Mah yang pernah kutolak.

Sebenarnya aku masih ingat beberapa tapi bayangan punggung Bik Mah yang sedang susah-payah mencuci wajan waktu itu membuatku menetapkan menu sarapan itu. Aku tersenyum kecil sebelum menutup pintu. Bik Mah yang masih berdiri di depan pintu kamarku menutup rapat-rapat mulutnya menahan suara tangisnya.

...

Riki melangkahkan kaki terburu-buru setengah berlari menuju kamar tempat adiknya dirawat. Handphone di tangan kanannya yang masih menampilkan layar telepon masuk dari bundanya yang mengabarkan adiknya, Bintang baru saja sadar.

"Bintang !" seru Riki tepat begitu pintu ruang inap adiknya di buka

"Ya Allah ! Kak Riki ! Ngagetin aja !" balas Bintang gelagapan. Bunda duduk di samping Bintang sambil tersenyum bahagia. Matanya sedikit merah tanda Bunda baru menangis.

Riki berusaha mengatur nafasnya lalu membenturkan bahu ke pintu untuk menahan tubuhnya agar tetap berdiri.

"Syukurlah... Terima kasih banyak Ya Allah..." ucap Riki sambil menghembuskan nafas lega.

Melihat wajah kakaknya yang dipenuhi peluh seperti habis berlari membuat Bintang mengurungkan niatnya untuk bersikap cuek. Bintang memalingkan wajahnya kesal sekaligus senang melihat kakaknya langsung berlari ke tempatnya seperti itu.

"Apaan sih, cuma gegar otak aja kok" dengusnya mengalihkan rasa malu.

"Kalo‟ cuma gegar otak doang kenapa kamu bisa tidur pulas terus selama 3 hari"

Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang