"Langit"

233 6 4
                                    

"Nda, ujan lagi lho"

"Hm ? Oh, benar, gerimis. Sebentar ya, bunda ambil payung dulu"

Anak kecil yang memakai jas hujan dan boots biru itu tertawa saat Bundanya memasangkan tudung jas hujannya. Senyumnya melebar saat Bundanya menyerahkan payung mungil berwarna biru dengan gambar dan bentuk menyerupai penguin bahkan ada sirip-nya segala. Bundanya pun tidak bisa menahan senyum melihat tingkah polah putranya yang tampak begitu menggemaskan memakai pakaian serba biru sedang melompat-lompat di bawah hujan.

Keduanya berjalan beririgan keluar dari atap rumah sakit yang menjaga mereka dari hujan gerimis. Kresek berisi obat flu ditenteng oleh Bundanya di tangan kanan sedang tangan kirinya menggandeng tangan kecil putranya.

"Nda ! Nda !"

"Apa sayang ?"

"Langit mau itu !"

Bundanya mendongak mengikuti arah tudingan putranya, Langit. Rupanya Langit menunjuk ke arah jalan paving di rumah sakit. Lebih tepatnya bola karet yang dibiarkan tergeletak di pinggir jalan paving. Bundanya tertegun menatap bola karet tersebut hingga seorang anak kecil berlari cepat mengambilnya dan melesat pergi entah kemana.

Langit menatap wajah Bundanya yang tidak kunjung merespon. Sebuah lagu Waltz terdengar mengalun riang di tengah cuaca gerimis seperti saat ini. Perpaduan yang membuat Langit memiringkan kepalanya bingung tapi kakinya spontan bergerak mengikuti iramanya menimbulkan suara kecipak kecipak dari kaki mungilnya.

Dilihatnya lagi Bundanya tercenung dengan air mata mengalir melewati pipinya. Bundanya menangis. Langit terus menatap wajah Bundanya. Seperti ada bisikan yang mengatakan kalau itu bukanlah tangisan sedih.

Perasaan aneh langsung mengisi relung hati Langit kecil. Diangkatnya wajahnya menghadap ke langit dan sebutir air hujan berhasil mengenai matanya membuatnya spontan memekik dengan suara yang lucu

"Ah, Langit. Kau tidak apa-apa ?"

Langit mengedip-kedipkan matanya. Air hujan itu menggenangi pelupuk matanya. Diusapnya air tersebut. Hangat. Benarkah itu air hujan ? Ataukah air matanya sendiri ?

"Sini, biar Bunda lihat"

Bundanya menunduk dan mengusap-usap wajah Langit. Langit diam saja wajahnya diusap lembut oleh tangan-tangan lembut yang selalu membuatnya aman dan nyaman itu. Langit balas mengusap air mata Bundanya sembari tertawa geli.

"Pulang yuk, kasian Ayah nunggu obatnya" ujar Bundanya

"Te-ooo !" seru Langit sambil mengacungkan payungnya ke langit

"Ayah ! Bukan Te-o" balas Bundanya sambil terkikik lalu menggandeng tangan kecil Langit. Beriringan keduanya berjalan menembus gerimis hujan pulang ke rumah yang kini sedang menanti mereka.

~Fin

Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang