Chapter 2

117K 6.5K 147
                                    

"Oh itu namanya Jonatan. Kamu pernah ketemu dia?"

"Entahlah.. tapi sepertinya nggak mungkin
aku ketemu dia kan aku belum lama pindah kesini."

"Iya juga sih. Apalagi kehidupan kita dengan mereka beda jauh ya."

"Maksud kamu Li?"

"Ya kan mereka biasa keluar masuk club sedangkan orang kek kita keluar rumah lebih dari jam sepuluh malem aja pasti kena marah bonyok. Ya kan?"

Aku hanya mengangguk menanggapi perkataan Liana. Kembali kualihkan pandanganku pada mereka yang kini masih asik bermain gitar dan bersenandung sesuka mereka. Seperti tak memedulikan kenyamanan makan siang adik kelas mereka.

***

"Lo yakin bokap lo bakalan jemput lo Nes? Ini udah jam lima loh. Udah telat sejam kalau bokap lo beneran mau jemput lo."

Gea sedari tadi mondar mandir di depan motornya sambil sesekali celingak celinguk ke arah depan gerbang.

"Iya Nes, udah kesorean.. mending kamu kita antar aja."

"Nggak usah deh. Aku mau nunggu papa aja, kalian pulang duluan gih."

"Tapi Nes..."

"Udah udah.. nanti juga papa pasti jemput kok. Kalian hati-hati ya."

"Gue anter aja deh lo daripada nunggu gini."

"Nggak usah Ge, rumah kalian bertiga itu ke sana sedangkan rumahku kesitu. Kan jauh banget. Udah kalian duluan aja gih. Papa bentar lagi juga sampai kok."

"Beneran nih nggak apa-apa kita tinggal?"

"Iya Liana."

"Ya udah deh kita duluan ya Nes." Aku mengangguk sambil membalas lambaian tangan Hifa yang kini tengah dibonceng Liana.

***

Lama aku nunggu papa jemput sampai aku hampir lumutan. Tadi sih ada teman-teman yang bisa diajak ngobrol tapi sekarang mereka udah pulang. Sebenarnya mereka baik mau antar aku pulang tapi aku menolaknya. Alasannya karena rumah mereka berbeda arah denganku.

Well sekarang aku menunggu di depan sekolah sendirian. Kulihat jam tanganku sekilas yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Tak ada siswa lain yang masih berada di depan gerbang sepertiku sekarang. Tapi aku melihat beberapa siswa yang berlari-larian di koridor dekat parkir motor.

Tiba-tiba aku mendengar suara gemuruh lari-larian dari arah utara jalan menuju sekolahku. Kulihat beberapa siswa sekolah lain berlari menuju ke arahku sambil membawa pedang dan parang. Semakin dekat ternyata jumlah mereka semakin banyak. Ada diantara mereka yang membawa pemukul baseball, batu, dan balok kayu.

Saking syoknya melihat keadaan disekitarku membuat kakiku tak bisa bergerak walau sudah kuperintahkan untuk segera beranjak.
Tiba-tiba...

-Jonatan-

Pukul setengah lima sore. Itu berarti setengah jam lagi mereka bakalan nyerang sekolah gue. Daerah otoritas gue. Gua lihat anak buah gue sudah memersiapkan semuanya. Palu, parang, pedang, pisau, batu dan pistol mainan yang diisi air cabe.

"Anak-anak kelas sebelas mana?"

"Mereka masih on the way bos." Jawab Egi, sahabat gue semenjak masuk sekolah ini.

"Ya udah. Bukain gerbang belakang buat mereka. Anak-anak kelas sepuluh belum pada ikut kan?"

"Belum bro, lo sendiri kan yang minta gitu?" Jawab Bayu, dia juga sahabat gue.

"Bagus."

"Emang kenapa sih bos mereka belum diikutin. Padahal mereka sendiri yang minta diikutsertain di tawuran kali ini." Egi mulai ngomel kayak biasanya.

"Bukan masalah mereka mau atau enggak. Tapi masalahnya mereka masih junior. Masih baru sebulan masuk sekolah ini alias masih bau kencur. Suruh aja mereka ke lantai atas, liatin gimana cara kita tawuran buat pembelajaran mereka ke depannya."

"Oke siap bos."

"Ya udah gue mau ke depan dulu liat situasi." Gue turun dari meja lalu berjalan ke gerbang sekolah.

Gue lihat dari kejauhan ada seorang cewek celingak celinguk ke arah jalan. Kemungkinan besar dia lagi nunggu jemputan. Bisa bahaya tuh cewek kalau masih disitu saat tawuran dimulai.

Dan baru aja gue membatin ternyata mereka majuin jamnya. Baru jam lima kurang lima belas menit tapi gue lihat mereka udah mau nyerang sekolah gue.

Gue lihat ke arah cewek itu tapi entah karena dia polos apa dia bego, dia cuma diem aja ditempat. Dengan langkah panjang gue, gue tarik tuh cewek lalu gue ajak lari ke dalam sekolah. Untung gue nggak kalah cepet dari mereka.

Langkah kaki kami terhenti di dekat parkir sepeda motor, tempat anak-anak yang lain pada kumpul.

"Wooee mereka udah kesini. Buruan kalian serang balik. Gue amanin nih cewek dulu."

Dengan sigap mereka langsung mengambil amunisi lalu berlari ke arah gerbang.
Gue melirik ke arah cewek disamping gue. Mukanya pucet banget. Ada sorotan takut yang teramat dimatanya.

My Lovely BadboysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang