Chapter 6 kembali lagi dan sekarang udah nggak di private hehe.. yang udah baca santai aja nggak ada banyak perubahan kok, cuma lebih dirapiiin dikit dan diralat yang salah POV nya ✌
-Vanessa-
Setelah bel pulang sekolah berbunyi aku segera membereskan buku pelajaran dan alat tulisku.
Sender: Devand
Aku udah di depan sekolahmu. Buruan keluar Ca.Tanpa melihat nama idnya pun aku tahu kalau itu Devand. Karena hanya dia yang memanggilku Ca bukan Nes seperti kebanyakan orang. Eca adalah nama panggilan sayang orangtuaku untukku dan Devand satu-satunya orang yang tau itu. Tunggu, Devand tadi nunggu dimana? Aku segera membuka kembali chat dari Devand dan aku terkejut bukan main. Di depan sekolah?! Dia udah bener-bener gila!!
"Nes mau kemana kok buru-buru? Nggak ikut kita ke mall dulu?"
"Sorry Li tapi aku udah dijemput. Besok deh ya, oke?"
"Yaudah, bye.. hati-hati di jalan Nes."
"Oke.. have a nice shopping guys, bye!"
Aku berlari secepat yang aku bisa. Sesampainya di depan gerbang sekolahku, aku mencari-cari sosok Devand namun tak terlihat dimanapun. Sebuah chat masuk ke ponselku dan ternyata dari Devand.
Sender: Devand
Aku di dekat SD Bibang.Aku menoleh ke arah SD Bina Bangsa. Dan benar saja disana aku melihat sosok Devand yang tengah duduk diatas motor sport birunya dibalut dengan celana jeans dan kaos serta jaket kulit hitam khas anak motor. Aku tersenyum melihatnya melambaikan tangan padaku. Aku berlari ke arahnya sebelun dia yang lebih dulu memilih mendekatiku yang masih berdiri di dekat gerbang sekolahku.
"Baru dua tahun nggak ketemu udah lupa sama mukaku yang ganteng ini?"
"Idiihh apaan sih Dev, dasar kepedean!"
"Haha.. I miss you Ca."
"Me too..."
"Yaudah yuk katanya mau ngobrol di cafe, buruan naik." Aku mengangguk lalu naik di boncengannya. Karena sadar bahwa motor sport tak ada pegangannya aku jadi canggung. Dulu setiap aku jalan sama Devand pasti naik mobil karena papanya masih belum memperbolehkan Devand bawa kendaraan sendiri selama belum SMA. Makanya setiap hari dia diantar jemput oleh supirnya. Lah ini sekarang aku mesti gimana coba.
"Udah pegangan disini aja nggak usah canggung gitu." Aku tersipu karena perlakuan Devand padaku. Ditariknya kedua tanganku pelan olehnya lalu dibawanya tanganku melingkari perutnya. Saking tersipunya aku memilih untuk menyembunyikan wajahku di punggungnya. Takut kalau-kalau dia melihat pipiku yang memanas ini lewat kaca spion.
Sesampainya di t-pop cafe, aku dan Devand turun dari motor lalu memilih duduk di dekat dinding kaca."Satu black coffee, satu green tea latte, dua spaghetti ya mbak." Aku hanya tersenyum mendengar Devand memesan makanan tanpa perlu bertanya padaku terlebih dahulu.
"Kenapa? Udah nggak green tea addict lagi?" Aku menggeleng kuat.
"Masih kok." Dia tersenyum. Dia memang cowok yang hangat dan perhatian. Tapi jangan salah, dia seperti ini tidak pada semua orang tetapi hanya pada orang terdekatnya saja. Dari luar dia sama kayak Jo. Sama-sama garang, dingin dan tak tersentuh kehidupannya oleh orang lain. Tapi tidak dengan Devand, dia masih dapat ku rengkuh dan masih mampu ku sentuh kehidupannya.
-Jonatan-
Setelah bel pulang sekolah berbunyi gue segera berlari ke kelas X2, kelas Vanessa lebih tepatnya. Gue masuk ke kelasnya tapi gue nggak liat dia dimana-mana.
"Vanessa mana?"
"Ehh.. nggak tau kak. Coba tanya Liana aja."
"Yang namanya Liana mana?!" Gue lihat salah satu cewek mengangkat tangannya takut-takut.
"Lo yang namanya Liana?"
"I.. iya kak."
"Vanessa mana?"
"Itu.. dia udah dijemput katanya kak." Gue mengangguk lalu segera ke depan gerbang sekolah. Tempat biasa anak-anak nunggu jemputan.
Gue lihat dari depan aula dia sedang celingak-celinguk lalu berlari ke arah SD Bibang. Gue penasaran kenapa bokapnya dia jemput di dekat SD Bibang dan bukannya di depan sekolah. Dan kenyataannya dia bukan dijemput bokapnya melainkan Devand! Kenapa gue tau? Karena gue udah dua tahun lebih tau tentang dia. Udah selama itu gue dan di bermusuhan. Alasannya? Jangan tanya gue karena setiap gue inget hal itu rasanya gue pengen banget ngebunuh dia.
Mereka berbicara sebentar lalu pergi meninggalkan kawasan sekolah. Gue langsung mencegat salah satu anak buah gue.
"Do gue pinjem motor lo!" Dido segera mengangguk lalu menyerahkan motor dan helmnya ke gue.
"Nih lo bawa motor gue."
"Oke Jo."
Gue ngikutin mereka dan ternyata mereka ke t-pop cafe.
Gue milih duduk di tempat yang agak jauh dari mereka. Gue memasang telinga gue baik-baik.
"Satu black coffee, satu green tea latte, dua spaghetti ya mbak." Vanessa tersenyum, dia tersenyum?!
"Kenapa? Udah nggak green tea addict lagi?"
"Masih kok." Dia tersenyum lagi!! Gue kalah! Tapi nggak bisa segampang itu gue dikalahin sama Devand. Gue nggak akan kalah lagi dari dia!!
"Kamu mau ngomongin apa Ca?"
"Hmm.. ini soal Jo. Kamu tahu Jonatan?"
"Jonatan kakak kelasmu di SMA Bibang?"
"Iyaa.. Jo kakak kelasku."
"Iya aku tau, kenapa sama dia? Dia ganggu kamu?"
"Eng... nggak gitu sih Dev."
"Mending kamu pindah ke sekolahku aja Ca. Biar aku bisa jagain kamu kayak dulu." Enak aja Devand nyuruh Vanessa pindah. Gue nggak bisa biarin ini lebih jauh lagi. Gue menghampiri meja mereka lalu menarik tangan Vanessa sampai dia berdiri.
"Sorry ganggu, gue mau jemput pacar gue! Takut di makan buaya!! Ayo kita pulang!!!" Gue kasih tatapan mengintimidasi gue ke Vanessa. Dia terjebak tatapan gue dan gue tarik tangannya pergi meninggalkan cafe.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Badboys
Teen FictionKehidupan Vanessa berubah semenjak ia bertemu dengan Jonatan, si badboy yang notabene ketua geng SMA Bina Bangsa. Namun bagaimana kehidupannya kini setelah dia juga kembali dipertemukan dengan Devand, badboy yang juga menjabat sebagai ketua geng SMA...