Vanessa melepas helm yang diberikan Jonatan lalu tersenyum padanya.
Namun seketika senyumnya sirna ketika dari jarak lima meter sorot lampu motor seseorang menerpa dirinya dan Jonatan.
Vanessa menatap ke arah kirinya tersebut namun silau oleh cahaya yang cukup terang itu. Ia baru bisa melihat pengendara motor tersebut setelah sang empunya mematikan lampu motor.
Disana, dalam jarak lima meter Devand menatap Vanessa dan Jonatan bergantian.
"Sepertinya bakalan ada pertumpahan darah jadi sebaiknya lo masuk Nes."
Bisikan Jonatan di telinga Vanessa membuat gadis itu bergidik ngeri.
"Maksud kakak apaan sih? Udah sana kakak mending buruan pulang!"
Vanessa membalas berbisik kepada Jonatan sambil memberi kode untuk dia agar segera pergi.
Devand turun dari motornya lalu berjalan ke arah mereka berdua. Tersirat jelas apa yang dirasakan Devand di tatapan matanya, amarah! Bukan, bukan kepada Vanessa dia tujukan namun ke manik mata Jonatan.
Sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk kita bereskan masalah kita sejak dulu.
Kini tangan Devand yang masih dia masukkan di saku jaket terkepal dengan kuat. Bahkan jika saja dapat terlihat, buku-buku jari Devand sudah memutih akibat luapan emosi yang dia pendam.
"Apa maksud lo nganterin Vanessa pulang?!"
Devand tidak mampu menyembunyikan emosinya sehingga kalimat yang dia ucapkan terdengar sangat kental akan percikan amarah.
"Nggak bermaksud apa-apa. Gue lihat lo TERLALU SIBUK dengan URUSAN LAIN sehingga Vanessa lo terlantarin. Jadi, salah kalau gue nganterin mantan gue pulang?"
Tanpa diduga, Devand melayangkan pukulannya tepat di rahang kiri Jonatan. Pukulan tersebut menimbulkan sudut bibir Jonatan robek dan mengeluarkan darah segar dari sana.
"Bahkan lo nunjukin kekerasan dihadapan Vanessa? Nggak gentle lo man! Kalau lo mau beresin urusan kita, ayo gue ladenin! Tapi nggak disini, nggak dihadapan Vanessa!!"
Vanessa hanya mampu menatap kedua orang tersebut dengan tatapan khawatir bercampur takut.
"Masuk Nes, gue mau olahraga bentar sama Devand."
"Nggak... saya ikut ya Kak."
"Vanessa, olahraga ini butuh konsentrasi tinggi. Gue nggak mau antara gue dan dia konsentrasinya pecah karena ada lo."
"Ka... kakak sama Devand mau kemana?"
"Ca, Kevin khawatir sama kamu. Masuk gih, nanti aku telepon kalau urusanku sama dia udah selesai."
"Tapi Dev... aku mau ikut."
"Vanessa Wijaya, kali ini please jangan ngeyel sama aku. Aku nggak mau kamu melihat apa yang nggak seharusnya kamu lihat kayak tadi."
"Oh ya?! Kamu lupa dulu waktu masih SMP aku selalu ada disamping kamu, bahkan saat kamu dikeroyok sekolah lain sekalipun. AKU YANG SELALU NGOBATIN KAMU DEVAND! AKU!! Aku udah tahu semua kebiasaan kamu BAHKAN KEBIASAAN TERBURUK KAMU SEKALIPUN!"
Untuk pertama kalinya, Vanessa meluapkan emosinya pada Devand. Gadis itu berteriak hingga sudut matanya tak mampu membendung air mata yang kini mulai jatuh.
Devand memejamkan matanya sekilas lalu merengkuh gadis itu. Dia tahu Vanessa benar, namun kali ini urusan dia dengan Jonatan tidak hanya menyangkut masalah sekarang tetapi juga masa lalu mereka yang dia tidak ingin diketahui oleh Vanessa, tidak dalam waktu dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Badboys
Teen FictionKehidupan Vanessa berubah semenjak ia bertemu dengan Jonatan, si badboy yang notabene ketua geng SMA Bina Bangsa. Namun bagaimana kehidupannya kini setelah dia juga kembali dipertemukan dengan Devand, badboy yang juga menjabat sebagai ketua geng SMA...