Chapter 22

75.5K 3.8K 73
                                    

Jonatan menarik tangan Vanessa pelan menuju mobilnya yang terparkir di depan salah satu cafe. Dia bersyukur hari ini motornya dipinjam Gara untuk balapan sehingga dia terpaksa memakai mobil.

Di dalam mobil, Jonatan kembali membiarkan gadis itu menangis. Namun kali ini dia memalingkan mukanya menghadap jalanan.

Dia tahu kalau saja dia menatap gadis itu sekarang, dia akan merengkuhnya, membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Maka dari itu, hal yang dilakukannya kini hanya memejamkan matanya. Mencoba mengusir pikiran untuk memeluk gadis disampingnya.

Melihatmu menangis membuatku sakit. Tapi melihatmu menangis dan aku tak bisa merengkuhmu kedalam pelukanku itu seribu kali lebih sakit. Andai kau masih milikku. Andai aku masih berhak memelukmu.

Jonatan menunggu hingga gadis disampingnya lebih tenang. Setelah sesenggukan Vanessa mereda, Jonatan mendekat ke arah gadis itu. Berniat untuk memakaikan sabuk pengaman untuknya. Namun seketika tangan Vanessa menepis tangannya kasar. Bahkan gadis itu terlihat gemetaran sambil merapat ke pintu mobil.

Jonatan tersentak melihat reaksi Vanessa terhadapnya. Dia tahu apa yang baru saja di alami gadis itu pasti membuatnya takut. Jonatan mencoba mendekatkan dirinya kembali lalu berbisik pelan kepada Vanessa.

"It's okay. Ini gue, Jonatan. Lo aman sama gue."

Jonatan mengarahkan tangannya membelai pelan rambut Vanessa. Mencoba memberikan ketenangan bagi gadis itu. Namun reaksi Vanessa yang menatapnya dengan kesedihan yang amat kentara membuat pertahanannya rapuh.

Persetan sekarang lo milik siapa! Persetan Devand nyari ribut sama gue! Persetan lo bakalan marah sama gue!!

Jonatan merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Tangan kanan Jonatan membelai lembut rambut Vanessa memberikan kenyamanan untuknya.

Ketegangan tubuh Vanessa di pelukan Jonatan semakin lama semakin meluruh. Kini gadis itu membiarkan wajahnya terbenam di dada bidang Jonatan. Merasakan kehangatan dan kenyamanan yang disalurkan Jonatan padanya.

Tak lama, hanya sebentar Jonatan memeluk gadis itu. Lalu Jonatan mengurai pelukannya dengan sedikit tidak rela. Tangannya terulur menghapus airmata di pipi maupun kelopak mata gadis itu.

Vanessa memejamkan matanya. Baru saja dia merasakan kenyamanannya namun sosok itu kini telah mengurai pelukan itu. Pelukan yang akan selalu dia rindukan. Tangan hangat Jonatan terasa dipipinya. Menghapus setiap bekas sendu yang ada disana.

Vanessa merasakan kedua ibu jari Jonatan mengusap pelan kelopak matanya yang terpejam. Kehangatan jari jemari Jonatan membuatnya merasakan kenyamanan tersendiri.

"Jangan takut lagi. Gue ada di samping lo."

Kalimat itu... nggak bisa lo ubah dikit aja? Tambah satu kata Jo, tolong tambah kata "selalu" sebelum kata "ada". Astaga... gue bodoh banget ya. Seorang Jonatan nggak mungkin membuat janji yang nggak bisa ditepati. Ciihh!! Gue iri sama Jessica, dia beruntung bisa miliki lo sekarang.

Vanessa menatap Jonatan tepat di manik matanya. Entah mengapa, Vanessa merasa ada sorot kekhawatiran disana. Namun tentu saja Vanessa tidak ambil pusing, dia tahu siapapun akan khawatir melihat keadaannya sekarang tapi dia yakin itu hanya sebatas kekhawatiran seseorang pada temannya.

"Gue antar pulang sekarang?"

Vanessa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Selama diperjalanan, tidak ada yang membuka suara. Jonatan terlalu takut membuka percakapan, dia tidak ingin memaksa Vanessa buka suara. Sedangkan Vanessa sendiri menunggu Jonatan memulai pembicaraan.

My Lovely BadboysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang