Chapter 3

96.3K 5.9K 36
                                    

-Jonatan-
"Wooee mereka udah kesini. Buruan kalian serang balik. Gue amanin nih cewek dulu."

Dengan sigap mereka langsung mengambil amunisi lalu berlari ke arah gerbang.
Gue melirik ke arah cewek disamping gue. Mukanya pucet banget. Ada sorotan takut yang teramat dimatanya.

Akhirnya gue bawa cewek ini ke kantin kelas duabelas. Paling nggak gue bisa nitipin dia ke Mang Oding, tukang gorengan yang stok rokoknya sering gue beli.

"Lo aman disini."

Gue lihat cewek didepan gue cuma nunduk doang. Spontan gue angkat dagunya, memastikan keadaan cewek ini. Dia masih terlihat pucet, bikin gue nggak tega buat ninggalin dia. Gue segera pergi ke gerobak Bu Nem.

"Nih teh anget biar lo nggak pucet lagi."

"Ma.. makasih kak."

"Lain kali kalau ada di situasi kayak tadi jangan bengong aja. Kena batu baru tau rasa lo."

Entah perasaan gue doang atau enggak tapi waktu gue angkat dagunya dan gue liat matanya. Tatapan dia bukan tatapan orang yang lagi ketakutan!

-Vanessa-

Aku melihatnya! Aku yakin aku melihatnya! Dia... dia ada diantara anak-anak SMA itu! Wajah angkuhnya, postur tubuhnya,  mata birunya, aku masih ingat dan aku yakin itu pasti dia!

"Hoe!!" Bentakan dari orang dihadapanku membuatku kembali pada realita.

"Lo kenapa?"

"Sa.. saya baik-baik saja kak."

Jawabku gugup! Gimana enggak kalau ditanya oleh senior yang paling dihormati srkaligus ditakuti diseluruh penjuru sekolah dan mungkin diluar sekolah juga sih.

"Ya udah lo gue anter pulang aja."

"Nggak usah kak." Dia natap aku seolah meminta penjelasan lebih.

"Saya dijemput papa. Bentar lagi juga sampai."

"Ya udah lo telpon bokap lo suruh jemput lewat gerbang samping aja jadi gue bisa pastiin lo aman nggak jadi sandera anak SMA Pelita."

Oh jadi tadi itu anak-anak SMA Pelita. Aku benar-benar penasaran apa tadi aku melihat dia. Dan apa kak Jonatan tau tentang dia, atau sebaiknya aku bertanya
padanya.

"Mmm kak.."

Aku tarik nafas dalam-dalam karena merasa terintimidasi oleh tatapannya yang sumpah demi apapun tajam banget. Eh tapi bagus juga mata hazelnya, yaahh walaupun masih bagus mata birunya dia sih.

Dia menjetikkan jarinya didepan wajahku yang otomatis langsung tersadar kembali.

"Mmm.. kakak kenal mereka tadi?"

"Mereka siapa?"

"Yang tadi kak." Dia mengangkat alisnya sedikit.

"Itu.. yang tadi tawuran sama sekolah kita."

"Iya, anak Pelita. Kenapa?"

"Hmm.. kakak kenal mereka satu per satu?"

"Ya nggak lah, lo pikir gue guru BP yang hafal siapa aja yang ikut tawuran!"

"Yaaahh..." desah kekecewaankh tak bisa aku tutupi itu membuat kak Jonatan menatapku sadis kembali.

"Emang kenapa?"

"Kayaknya saya tadi liat ada seseorang yang aku kenal."

Dia menaikkan alisnya kembali. Aku sekarang tau, ini pasti kebiasaan dia kalau dia sedang meminta penjelasan lebih ke lawan bicaranya.

"Siapa?"

"Mmm.. Devand." Ada tatapan terkejut dimata kak Jonatan, namun hanya sekilas lalu tergantikan tatapan cool yang biasa dia pasang.

"Lo kenal Devand?"

"Kakak kenal Devand?!" Teriakan bahagiaku yak dapat ku sembunyikan.

"Gue duluan yang nanya!"

"I.. iya lumayan kenal kak."

"Ohh.. ya udah pastiin lo pulang selamat. Gue cabut dulu." Eh tapi kan dia belum jawab pertanyaanku.

"Oh iya.. nama lo siapa?"

"Va.. Vanessa kak." Dia mengangguk sedikit lalu pergi meninggalkanku dengan langkah tegapnya.

My Lovely BadboysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang