11

1.2K 93 1
                                    

Ia berdiri dan berjalan hingga berada tepat di hadapan Cherry. Ia menumpu tangannya pada meja dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Cherry. "Aku pergi dulu." Kata Joo Hyeok pada Cherry. Ia tidak jadi mengembalikan ponsel Cherry yang ada padanya dan lebih memilik mengejar Ae Rin. "Lebih baik kau pulang sekarang. Soal ponselmu, orang itu pasti tidak akan mengembalikannya hari ini. Lihat, sudah lima belas menit kau menunggu dan orang itu masih belum muncul. Jika dia berniat mengembalikannya, sekarang pasti ponsel itu sudah berada di tanganmu. Aku pergi dulu."Katanya lalu pergi meninggalkan Cherry.   

Ae Rin merasa perkataan Joo Hyeok tadi bertujuan agar ia segera melupakan. Joo Hyeok berkata seperti itu karena ia tidak mau menyakiti perasaan adiknya. Tetapi apa yang bisa ia perbuat, hati tidak bisa dipaksakan.

Ae Rin keluar dari kafe menuju ke mobil di parkiran. Ia menginjak gas tanpa kira-kira. Dengan cepat ia meninggalkan parkiran itu. 

Sambil menangis tersedu-sedu, ia menurunkan kecepatan mobil yang dikendarainya. Sebuah mobil yang diyakini sebagai mobil Joo Hyeok pun mencegat mobilnya. Ae Rin menginjak rem secara tiba-tiba. Dahinya terluka karena terbentur setir mobil.

Joo Hyeok keluar dari mobilnya dan menghampiri mobil Ae Rin. Ia mengetuk kaca mobil. Awalnya dilema bagi Ae Rin untuk membukakan pintu mobil. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu mobil. 

Joo Hyeok menarik tangan Ae Rin agar ia keluar dari mobil dan melepaskan genggaman tangannya tepat setelah Ae Rin sudah berdiri di hadapannya. Joo Hyeok terus menatap gadis di hadapannya ini dengan tatapan yang masih sama seperti tiga tahun lalu saat Joo Hyeok mengejar Ae Rin dulu. Pandangan dengan rasa penuh kasih sayang. Tapi, sekarang yang tersisa hanyalah rasa simpati. Tidak ada rasa cinta lagi. 

"Maafkan aku." Kata Joo Hyeok masih menatap Ae Rin.

"Perkataanmu tadi benar. Tidak perlu minta maaf. Aku tidak apa-apa." Dalam situasi seperti ini, Ae Rin sudah terbiasa dengan semuanya. Ia tersenyum seakan-akan tidak ada masalah pada dirinya.

"Jangan memaksakan diri seperti itu." Joo Hyeok terus menatap Ae Rin begitupun dengan Ae Rin. Pandangan Joo Hyeok tidak pernah berubah terhadap Ae Rin walaupun di hatinya sekarang sudah tertulis nama Cherry.

"Jangan menatapku seperti itu." Kata Ae Rin mengalihkan pandangannya.

"Kenapa?"

"Pandanganmu yang seperti itulah yang tidak bisa membuatku melupakanmu."

"Hei." Joo Hyeok tertawa kecil. "Memangnya aku memandangmu seperti apa?" Kata Joo Hyeok membuat Ae Rin menatapnya kembali. Perkataan Joo Hyeok diikuti dengan tawa sehingga Ae Rin pun ikut tertawa.

"Tatapan itu sama seperti tiga tahun lalu."

Joo Hyeok menghela napas. Kedua tangannya memegang bahu Ae Rin. "Aku tidak seperti tiga tahun yang lalu.."

"Maksudmu?"

"Tidak. Lupakan saja." Kata Joo Hyeok tersenyum lalu menurunkan tangannya. "Kau pulang saja."

"Kau mengusirku?"

"Iya. Aku mengusirmu." Joo Hyeok tersenyum.

"Baiklah aku pulang. Sampai jumpa." Ae Rin pun masuk ke dalam mobilnya dan menyalakan mesin. Joo Hyeok masuk kembali ke dalam mobil dan menepikan mobilnya. Ae Rin melambaikan tangan pada Joo Hyeok begitupun juga dengan Joo Hyeok. Ae Rin kembali menancapkan gas. Setidaknya perasaannya sekarang sudah lebih baik. Ia tidak lagi menangis. Walaupun tidak seperti Joo Hyeok yang sekarang sedang berbahagia karena telah menemukan orang yang dapat ia perjuangkan.

"Kenapa kau masih saja baik seperti tiga tahun lalu? Kau membuat aku tidak bisa melupakanmu." Kata Ae Rin saat diperjalanan.

***

Love in SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang