BAB 20

7.5K 502 49
                                    

BAB 20

Di lantai empat, mereka bertemu Max dan Faris. Max terbelalak begitu melihat Deryn dengan Hedge bersaudara yang mengekor di belakangnya. Senjatanya langsung siaga.
"Whoa.. jangan naik darah dulu, Max. Mereka aman.."
Max melotot pada gadis itu, "Aman?" geramnya.
"Dia bukan bos Leana. Bukan dia dalangnya.."
"Lalu siapa?" Max menggeram lagi.
Marcuss berdehem, "Dengar, Sir, saya maklum anda menuduh kami seperti itu. Tapi ada hal lain yang lebih mendesak.." lalu Marcuss menceritakan tentang si Master dan rencana jahat Leana. Faris pucat seputih kapas.
"Mereka pasti disekap di salah satu ruangan di sekitar sini. Aku yakin.." ucap Max. dia menatap Deryn, "Bagaimana pelacaknya?"
"Semakin dekat.." gadis itu menekan tombol hingga peta digitalnya bisa dilihat semua orang.
"Umm.. guys.."
Semua orang langsung menatap Rei. Cowok itu melirik ke lorong di belakangnya dengan gelisah, "Maaf mengganggu diskusi kalian, tapi.. ada orang datang.."
"Semuanya sembunyi!" Perintah Max. Dan mereka berhamburan bersembunyi ke berbagai sudut. Faris, Rei dan Deryn bersembunyi di tempat yang sama. Faris melirik tangan Rei dan membeku.
"Tangan lo kenapa?"  Dia kelihatan cemas. Rei cuma menggeleng dan menyuruhnya diam. Suara derap langkah makin terdengar keras. Kedengarannya lebih dari tiga orang.
Ngomong-ngomong.." bisik Deryn, "Vira sama Aji mana?"
Faris menelan ludah dan menggeleng tidak tahu, "Mereka masih di lantai dua?"
Deryn menatapnya, "Mereka gak apa-apa?"
"Hey.. sshh.." Rei menyuruh mereka diam lagi. Mereka bungkam.
Tepat pada saat itu, orang-orang itu melewati mereka. Ada lima orang. Empat orang pria dan satu wanita. Deryn mencengkram pistolnya. Itu Leana.
"Ada kabar dari sana, Frank?"
"Mereka sudah take off, Nyonya. Dua puluh menit lagi mendarat.."
"Bagus. Bagaimana dengan lantai atas?"
"Helipad sudah dijaga, Nyonya.."
"Ada tanda-tanda polisi?"
"Tidak ada.."
Tiba-tiba Leana berhenti dan menatap Frank tajam, "Bagaimana dengan tahanan di lantai tiga?" geramnya.
"Aman.. kurasa.." Frank menjawab ragu.
"Kau yakin tidak ada penyusup?"
Sebelum Frank sempat menjawab, salah satu dari empat pria itu terkesiap dan langsung pingsan. Leana melotot, "Penyusup!" raungnya.
Sedetik setelah itu, barulah Deryn melihat Max, Fitz, dan Sean. Pistol Sean terbidik. Leana memelototi Frank. Frank menelan ludah. Tiba-tiba Leana mengeluarkan pistol dan menembak beberapa kali. Semuanya terlonjak.
"Urus mereka, Frank!"
Max berhasil menghindar dari peluru-peluru Leana. Sebagai gantinya, kini Frank dan kedua temanya yang masih sadar langsung menyerang Max, Fitz dan Sean. Leana meninggalkan mereka dan berjalan cepat menelusuri lorong. Deryn langsung keluar dari tempat persembunyiannya, "Ayo ikuti si Krempeng Sialan itu!"
Deryn, Rei, dan Faris langsung mengejarnya. Leana berjalan sangat cepat menuju ujung lorong. Dia tergesa-gesa sampai tidak menyadari kalau di depannya sudah ada tali tambang yang terpasang kencang seperti ditarik dari dua arah berlawanan. Sedetik kemudian...
"AAAA.." BRUGH!
Deryn melongo begitu tiba-tiba melihat Leana nyungsep ke depan. Dia ingin sekali ngakak. Ya ampun.. penjahat mengerikan sekalipun kalo nyungsep ternyata nggak keren sama sekali! Rei dan Faris pun mendadak berhenti. Leana menyumpah-nyumpah dan mencoba berdiri. Lalu tiba-tiba dua tuyul muncul dari tempat persembunyiannya. Vira dan Aji keluar sambil nyengir sinting dan berhing-five ria. Deryn dan Rei berpandangan dan kompak tertawa pelan, tapi jelas-jelas lega melihat pasangan kunyuk itu masih hidup. Aji dan Vira lumayan babak belur. Banyak memar di sana-sini. Tapi mereka kelihatan oke-oke saja.
"Bocah-bocah tengik!" Leana meraung, "OCTAVIAN!"
Dan tiba-tiba seorang pria muncul dari lorong di belakang Aji. Deryn melotot. O'ow! Di belakang pria itu ternyata ada empat pria lagi!
"Hajar mereka!" Perintah Leana yang tentu saja langsung dipatuhi.
"Baik, Nyonya.." ucap pria yang sepertinya si Octavian.
"Ow, damn.." gumam Rei saat si Octavian itu menyeringai padanya. Ekspresinya seolah mengatakan, 'asik! ada orang baru buat disiksa!'
Leana berbalik menatap Rei dan yang lainnya. Tiba-tiba dia nyengir lebar, "Wah,wah, wah! Penyelamat kita akhirnya datang!" dia tertawa.
Deryn mengeratkan rahangnya. Dia amat sangat tergoda untuk menembakkan pistolnya ke kepalanya.
Leana menyeringai menatap Faris, "Octavian.." ucapnya mendayu, "Biarkan yang satu ini tetap hidup, dan bawakan dia padaku.."
"Baik, Nyonya.." sepertinya si Octavian tidak punya perbendaharaan kata lain selain 'baik-nyonya'.
Kemudian Leana melenggang santai. Dan pertarungan dimulai. Octavian menyuruh keempat rekannya untuk menyerang. Sementara dia sendiri menghampiri Faris. cowok Arab itu menelan ludah dan mensiagakan senjatanya. Octavian kelihatan geli, "Ya ampun, pistol imut itu tidak akan mempan ke kulitku!"
Faris melirik teman-temannya yang sudah dapat lawan masing-masing. Sekilas dia melihat Deryn menendang wajah lawannya dengan tendangan tegak lurus. Kalau saja situasinya tidak terjepit, Faris pasti sudah tepuk tangan.
"Aku tidak akan menyerah.." geram Faris.
"Oh, gampang kalau begitu.." Octavian menyeringai, "Kita bertarung dulu.." dan dia menerjang Faris.
Deryn sudah bertubi-tubi menghajar lawannya. Tapi entah kenapa lawannya hanya lecet sedikit. Rei berusaha melawan semaksimal mungkin meskipun lengan kirinya terus berdenyut sakit. Aji mengambil tali tambang yang tadi dia gunakan untuk menjegal Leana. Lalu secepat kilat dia membuat simpul yang kuat di ujungnya.
"Lo tau, Bung.." ucapnya sambil ngoprek tali, "Nyokap lo pasti marah kalo dia tau lo jadi penjahat.."
Lawan Aji menggeram dan bernafsu ingin menghajar pemuda yang menurutnya banyak omong ini.
"Dia bakal ngehukum elo!" Aji selesai membuat simpul, "Kalo di keluarga gue sih, yang nakal itu harus dirajam. Nah, karena lo nakal.." dia memutar-mutar talinya dengan gaya koboi, "Lo harus dirajam!"
Lawan Aji terkejut saat tiba-tiba saja tali itu melecut tubuhnya di sana-sini dengan keras. Dan rasanya lumayan perih! Aji terus merajam lawannya sambil menyebutnya anak nakal.
Vira memang tidak terlalu jago berkelahi. Tapi dia tahu cara membuat orang pingsan. Sejak awal dia sudah menendang senjata masa depan lawannya dengan keras. Sepatu bot ala militernya benar-benar membantu. Vira baru merasakan pengalaman seperti ini. Adrenalinnya benar-benar terpacu. Wooohooo... siapa sangka ternyata menghajar penjahat bisa begitu menyenangkan! Sekarang Vira baru tahu kenapa para cowok kalo marahan sering langsung adu jotos. Karena cara itu sangat ampuh untuk melampiaskan emosi!
Dan saat ini, Vira sedang ada di puncak emosinya. Dia marah karena seseorang yang tidak bertanggung jawab sudah menculik temannya. Dan siapapun yang terlibat dalam penculikan itu, mereka semua harus merasakan badai kemarahan Vira Artyadevi!
"Hiyaah!" Vira menendang perut lawannya untuk ke sekian kalinya. Lawannya mulai mengerang-ngerang kesakitan. Vira terengah. Selagi lawannya lumpuh sementara, matanya jelalatan dan menemukan sebatang kayu kecil di tembok dekat kakinya. Vira langsung memungutnya. Kayu itu kecil. Tapi cukup tebal dan berat. Seperti palu milik Thor tanpa gagang. Dia menyeringai. Detik selanjutnya dia memekik, "Demi Asgard!" dan.. BUGH! Godam kayu itu menghantam tengkuk lawannya sampai pingsan.
Vira masih terengah. Tapi dia nyengir sinting, "Jangan main-main dengan putri Odin!" dia lalu mendongak dan menemukan ketiga temannya sedang menatapnya tercengang. Vira melirik lawan-lawan mereka yang sudah pada teler di lantai.
"Apa?" tanya Vira saat teman-temannya itu malah melongo.
"Yang barusan itu... sangat kejam.." gumam Aji, "Tapi keren!" pekiknya dan dia langsung mencium pipi Vira dengan gemas. Vira tersipu. Rei dan Deryn terkekeh pelan. Vira berdehem mencoba terlihat normal. Dia menatap Rei dan Deryn. Seketika dia membeku, "Di mana Kak Faris?"
Dan semuanya tersadar. Deryn melirik sekeliling denga panik dan tidak menemukan Faris di manapun! Dia menyumpah tertahan.
"No way.. no way.. no way.." Rei bergumam panik, "Kita harus cari dia! Ayo!"

Chemistry #2 The Little Swan (Deryn's Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang