10. Stone melted

7.4K 315 1
                                    

Setelah kejadian itu, sikap Yoshiki perlahan-lahan sedikit membaik terhadap Mika. Ia tidak lagi mencuekkan gadis itu setiap kali di sapa.
Frekuensinya ke bar pun mulai berkurang. Ia bahkan lebih sering berada di rumah saat akhir pekan.

Pagi itu, Yoshiki baru turun dari kamarnya dan langsung duduk di meja makan.
"Sarapan apa pagi ini, Mika ?" tanyanya.

Mika terkejut mendengarnya dan menoleh ke arah Yoshiki sambil memegang tomat yang sedang dicucinya. Ia tertegun cukup lama karena mengira salah mendengar kata-kata pria itu.

Yoshiki pun menatapnya dengan alis terangkat, "Ada apa ?"

"Umm...bukannya biasanya Kimura-kun tidak pernah mau sarapan...?" suara Mika mengecil karena sedikit takut.

Yoshiki tertegun mendengarnya dan mereka saling tatap selama beberapa detik.
"Jadi ? Aku tidak boleh sarapan hari ini ? Kalau begitu, tidak masalah. Aku berangkat kerja saja." Yoshiki langsung beranjak dari kursinya tapi mendadak Mika menahannya.

"Eeehh ! Tunggu sebentar, Kimura-kun ! Tentu saja akan kubuatkan ! Dengan senang hati..." seru Mika sambil tersenyum lebar. Ia benar-benar senang sekali Yoshiki mau makan masakan buatannya.

Yoshiki pun tertegun saat melihat senyuman gadis itu yang dirasanya sangat manis. Tanpa disadarinya, pipinya sedikit merona.
Matanya jadi terus memperhatikan sosok Mika yang langsung memasak sambil bersenandung riang.

***

Yoshiki jadi sering melihat Mika bahkan sering mencuri pandang ke arahnya saat gadis itu sedang sibuk membersihkan rumah. Ia tidak tahu kenapa Mika jadi menarik perhatiannya dan bahkan jantungnya sering berdegup kencang apabila Mika mendapatinya sedang memperhatikan dirinya.

Akhir pekan itu, saat Yoshiki sedang berada di rumah. Entah kenapa, ia jadi ingin memeluk gadis itu. Berkali-kali ia menatap Mika dengan perasaan aneh yang menggelayutinya selama 3 bulan terakhir ini.

Yoshiki baru saja turun dari lantai dua dan menoleh ke arah dapur yang terletak di samping tangga. Dilihatnya punggung Mika yang sedang memasak makan siang. Tanpa sadar, ia berjalan ke arah Mika tanpa mengalihkan pandangannya dari punggung mungil gadis itu.

Tangannya mengarah hendak memeluk Mika dari belakang. Wajahnya merona merah dan jantungnya semakin cepat berdetak.

Saat hampir menyentuh bahu gadis itu, Mika tiba-tiba berbalik dan terkejut saat melihat Yoshiki yang berdiri tepat di belakangnya.
"Ah, Kimura-kun ! Tunggu sebentar ya. Makan siangnya hampir selesai." ujar Mika sambil membawa semangkuk sup panas.

"A...ah, ya..." jawab Yoshiki dengan gugup dan ia mengalihkan posisi tangannya tadi menjadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya hingga membuatnya tidak bisa menoleh dari gadis itu. Senyum gadis itu seperti memghancurkan sikap dingin yang membentengi Yoshiki selama ini.

"Kimura-kun ? Ada apa ? Kenapa menatapku seperti itu ? Ada yang aneh di wajahku ?" tanya Mika sambil meraba wajahnya dengan bingung saat mendapati Yoshiki sedang memperhatikannya lagi.

"Ah, tidak. Tidak ada apa-apa..." jawab Yoshiki langsung pergi meninggalkan Mika untuk mencuci muka karena malu tertangkap basah setelah melihatnya seperti itu.

***

Yoshiki benar-benar mulai menghentikan kegiatan pergi ke bar bersama rekan-rekan kantornya. Diam-diam, ia senang saat pulang Mika selalu menyambutnya dengan senyuman hangat khas dirinya. Mau tak mau, Yoshiki pun bisa ikut tersenyum saat melihat gadis ceria itu.

"Hei Yoshiki, malam ini kau tidak ikut ke bar lagi ? Pegawai-pegawai wanita kita jadi muram sekali sejak kau tidak datang." kata Kazu sambil menepuk pundak Yoshiki.

"Ah, tidak. Aku mau pulang saja. Kasihan Mika menungguku di rumah." jawab Yoshiki. Ia mulai membereskan barang-barangnya.
Kazu tertegun mendengarnya.

"Apa aku tidak salah dengar ? Bukannya kau selalu malas pulang ke rumah karena kau bilang tunanganmu itu menyebalkan ??? Ada apa ini ???" heran Kazu.

"Hmm...kalau dipikir-pikir, dia tidak terlalu menyebalkan. Kasihan dia nanti menungguku terlalu malam dan ujung-ujungnya tertidur di meja makan." Yoshiki tidak menoleh dari aktivitasnya sama sekali.

"Wah, aku jadi penasaran seperti apa tunanganmu itu, Yoshiki. Apa boleh malam ini aku ke rumahmu ?" Kazu tiba-tiba berminat untuk melihat Mika.

Yoshiki menengadah dari kegiatannya dan menaikkan sebelah alisnya ke arah Kazu.
"Tidak masalah." jawabnya langsung.

Kazu ikut pulang bersama Yoshiki malam itu. Begitu Yoshiki membuka pintu, suara Mika sudah terdengar.
"Selamat datang, Kimura-kun !" tegur Mika sambil tersenyum riang.

"Ah, ya. Aku pulang, Mika." Yoshiki menoleh ke arah gadis itu yang berdiri di depannya sambil melepas sepatunya.

"Oh ya, temanku hari ini datang, namanya Kazu." kata Yoshiki lagi. Kazu tiba-tiba muncul di belakangnya sambil melambaikan tangan riang.
"Halo. Namaku Kazu." ujar pria berambut pirang itu.

"Oh, salam kenal. Aku Mika Nakashima." Mika tersenyum sambil menunduk memberi salam.

"Silahkan masuk. Aku akan membuatkan minuman." Mika langsung beranjak pergi ke dapur sementara Yoshiki sudah berjalan ke ruang tamu.

"Heh Yoshiki, kau ini buta ya ? Gadis cantik begitu kau bilang menyebalkan ? Kalau kau tidak mau, biar aku saja yang jadi tunangannya." bisik Kazu saat menghampiri Yoshiki.

Tanpa melihat lagi, Yoshiki langsung memukul kepala Kazu dengan kening berkerut.
"Enak saja. Aku bukan tidak mau, cuma belum terbiasa saja !" Ia mendelik ke arah Kazu yang terkekeh.
"Belum terbiasa ya ?" seringai Kazu.

Mika menghampiri mereka tidak lama kemudian sambil membawa dua cangkir teh. Kazu tidak menyembunyikan tatapannya yang berbinar-binar ke arah Mika. Yoshiki sebal sekali melihat sahabatnya itu menatap Mika dengan tersipu-sipu seperti itu.

"Ada apa ? Apa ada yang aneh ?" tanya Mika halus saat melihat Kazu sedang menatapnya.

"Hoi, hoi Kazu ! Matamu itu !" kata Yoshiki memperingatkannya. Keningnya sudah berkerut sebal.

"Mika, kau naik saja ke atas dulu. Kami masih mau bicara, mungkin lama." Yoshiki menoleh ke arah Mika sebelum Kazu sempat berkata apapun lagi.
"Ah, baiklah." Mika tersenyum kembali dan pergi meninggalkan mereka.

"Astaga...senyumnya manis sekali..." gumam Kazu sambil tidak lepas-lepasnya menatap kemana arah perginya Mika tadi.
Matanya kembali menoleh ke arah Yoshiki dan mendapati pria itu sedang memberikan tatapan tajam seperti tidak senang padanya.

"Ah, ya ya. Maaf, maaf. Habis Mika itu cantik sekali sih. Kau ini seperti sedang cemburu saja." Kazu menghela napas panjang.

Mendengar kata-kata Kazu, wajah Yoshiki langsung memerah. Dilemparnya bantal sofa ke arah Kazu yang langsung tergelak tertawa.

"Tapi, kurasa aku pernah melihatnya. Dimana ya ?" Kazu berusaha mengingat-ingat.

"Kau tidak sadar ? Dia 'kan junior kita di kampus dulu." jawab Yoshiki.

"Ah ! Benar ! Pantas saja aku pernah melihat rambut merahnya itu !" Kazu menepuk keningnya.

"Kau ini sungguh beruntung, Yoshiki. Bisa dapat tunangan cantik dan baik seperti Mika itu. Aku sampai iri padamu." kata Kazu lagi.
Yoshiki diam saja mendengarnya.

Mereka berbicara selama beberapa saat hingga akhirnya Kazu pamit pulang.
Yoshiki naik ke atas menuju kamarnya tapi matanya melihat Mika yang sudah tertidur pulas di sofa biasanya ia tidur.

Kaki Yoshiki berubah haluan hingga menghampiri gadis itu dan ia duduk di ujung sofa sambil menatap Mika.

Kalau sedang tidur begini, Mika manis sekali...batin Yoshiki tanpa menyembunyikan senyumannya.

Tanpa sadar, tatapannya tertuju pada bibir Mika yang sangat mengundangnya. Yoshiki menunduk ke arah Mika dan mengecup pelan bibir gadis itu.
Dengan tersipu ia menggumam, "Selamat tidur, Mika..."

Yoshiki langsung beranjak dari sana dan masuk ke kamarnya. Jantungnya jadi berdegup sangat kencang dan lelaki itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa yang terjadi denganku ???

A Thousand KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang