8. A warm feeling

7.4K 286 2
                                    

Yoshiki terbaring dengan napas menderu dan keringat bercucuran. Mika langsung menyiapkan kompres untuk lelaki itu dan bingung hendak memberikannya obat apa.
Ditinggalkannya Yoshiki sesaat dan Mika pergi menelepon ibu Yoshiki. Ia takut salah memberikan obat padanya.

"Halo, bi ? Ini Mika. Ada yang ingin kutanyakan bi. Kimura-kun sekarang sedang demam tinggi dan aku tidak tahu harus memberikan obat apa padanya. Apa bibi tahu ?" tanya Mika pelan karena takut membangunkan Yoshiki.

"Oh, dia demam ? Apa dia tidak membawanya ya ? Ya ampun, dia meninggalkannya di sini." Ibu Yoshiki terlihat berbicara pada dirinya sendiri.

"Meninggalkan apa bi ? Apa itu obat yang biasa diminumnya ?" Mika mengernyit heran.

"Hmm...begini Mika, obat Yoshiki sebenarnya mudah saja. Mungkin ini kedengarannya aneh bagimu, tapi Yoshiki memiliki keturunan aneh dari ayahnya. Kalau ia sedang sakit demam atau flu, hanya dengan ciumanlah dia bisa sembuh. Dan yang ditinggalkannya adalah manekin kepala khusus yang disiapkan untuknya." Jelas ibu Yoshiki. Mika langsung membelalak mendengarnya.

"Apa ??? Dengan ci...ciuman ??? Ja...jadi..." Wajah Mika langsung memerah karena ia teringat kejadian tadi.

"Ada apa, Mika ? Oh, jangan-jangan apa Yoshiki menciummu tadi ?" Terdengar suara ibu Yoshiki yang menyeringai ke arahnya.

"A...ah, umm iya...makanya aku kaget tadi, bi...aku baru tahu kalau Kimura-kun punya penyakit aneh seperti ini..." suara Mika terdengar mencicit karena ia masih berdebar-debar.

"Aha ! Bibi sudah menduganya dia pasti akan melakukan itu padamu ! Tenang saja, Mika. Yoshiki tidak berniat jahat kok. Dia melakukannya memang karena itu cara penyembuhan penyakitnya." Ibu Yoshiki menenangkan gadis itu.

"Aku tidak memikirkan dia akan melakukan macam-macam padaku, bi. Cuma ini agak mengejutkanku...terima kasih sudah memberitahuku, bi. Maaf sudah mengganggu." Mika langsung menutup teleponnya dan sedikit tertegun karena ia baru tahu lelaki pujaannya mengidap keturunan aneh.

Mika kembali ke kamar Yoshiki dan mengompresnya. Ia sibuk menjaga lelaki itu sampai tanpa sadar ia ketiduran di samping ranjangnya.

***

Yoshiki terbangun masih dengan napas tersengal-sengal seolah habis berlari. Ia menoleh ke samping dan melihat Mika tertidur sambil menyandarkan kepalanya di ujung ranjang Yoshiki.

Tangannya mengelus rambut gadis itu perlahan dan tatapannya sedikit melembut terhadap Mika.

Mika terbangun dan Yoshiki langsung memindahkan tangannya. Matanya mengerjap-kerjap sesaat dan menatap Yoshiki yang sedang melihat ke arahnya.

"Oh, Kimura-kun ! Kau sudah sadar ? Ada yang sakit ???" tanyanya cemas.
Yoshiki menggeleng lemah.

"Aku lapar..." katanya dengan suara serak. Memang dirasanya tubuhnya sangat lemas karena dari tadi dia belum makan malam.

"Ah, kau mau makan bubur ? Aku tadi membuatkannya selagi kau tertidur." tawar gadis itu. Yoshiki hanya mengangguk. Tidak dipikirkannya lagi rasa gengsi yang selalu berkobar di dirinya.

Mika langsung beranjak dan pergi mengambilkan semangkuk bubur untuknya. Setelah membawa nampan kecil makan malam Yoshiki, Mika kembali dan meletakkannya di meja kecil di samping pria itu.
Yoshiki berusaha bangun dan tidak menolak bantuan Mika yang membantunya untuk duduk.

"Tubuhku rasanya lemas sekali...boleh kau bantu menyuapiku...?" Yoshiki terlihat antara sadar dan tidak saat mengucapkannya.

Tentu saja Mika dengan senang hati melakukannya. Ia mulai menyuapi sesendok bubur ke bibir pria itu.

Saat Yoshiki menerima suapannya, matanya sedikit terbuka dan secara refleks ia mengatakan, "Masakanmu enak..."

"Benarkah ??? Syukurlah kalau kau suka..." Mika tersenyum lebar karena sangat gembira. Mau tak mau, Yoshiki sedikit tersipu melihat senyum gadis itu.

Selesai menyuapi Yoshiki, Mika meletakkan mangkuk kosongnya dan terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Umm..anu Kimura-kun...aku minta maaf karena melanggar janjiku untuk tidak masuk ke kamarmu...maafkan aku !" Mika langsung menunduk meminta maaf dengan rasa bersalah.
Yoshiki menggeleng pelan. Ia sudah merasa lebih bertenaga daripada sebelumnya.

"Tidak apa-apa, Mika. Karena aku pingsan lah makanya kau harus mengangkatku kemari. Maaf kalau merepotkanmu..." kata Yoshiki pelan.

"Tidak ! Tidak ! Sama sekali tidak merepotkanku kok ! Justru aku merasa bersalah karena mendorongmu terlalu kuat tadi..." suara Mika mulai mengecil dan ia menunduk malu.

"Itu juga salahku...ah, maaf kalau aku tadi menciummu tiba-tiba. Tapi, aku tidak ada niat untuk macam-macam denganmu kok ! I...itu soalnya aku..." wajah Yoshiki memerah seperti enggan mengatakan hal memalukan tentang dirinya.

"Aku mengerti kok, Kimura-kun. Bibi sudah menjelaskan tentang keturunan aneh yang kau dapat dari ayahmu. Aku meneleponnya tadi karena kupikir aku tidak tahu harus memberikan obat apa padamu..." Mika tersenyum kecil. Wajah Yoshiki langsung merah padam karena tidak menyangka rahasia penyakitnya diketahui oleh Mika.

"Ah, apa kau ingin ganti baju, Kimura-kun ? Kau dari tadi berkeringat. Nanti bisa masuk angin." Mika langsung mengalihkan topik pembicaraan karena melihat Yoshiki yang grogi.

Yoshiki tertegun dan mengangguk pelan. Mika menyorongkan padanya ember kecil berisi air hangat dan handuk kecil.
"Ini pakaian gantimu kuletakkan di sini. Aku akan menunggu di luar. Kalau ada yang kau butuhkan, panggil saja aku." pesan Mika sebelum keluar dari kamarnya.

"Kau mau kemana ?" tanya Yoshiki heran.
"Keluar. Kau bukannya mau ganti baju ?" Mika balas menatapnya bingung.

"Ah, itu...aku mau minta bantuanmu mengelap punggungku. Susah untuk mengelapnya..." Yoshiki terlihat malu untuk mengatakannya. Wajah Mika pun memerah. Ia tidak menjawab dan hanya mengangguk pelan.

Yoshiki membuka kemejanya hingga memperlihatkan dada telanjangnya yang membuat Mika tidak berani melihat ke arahnya.
Dengan sedikit berdebar, Mika mulai mengelap punggung Yoshiki dan saat tangannya tanpa sengaja mengenai kulit Yoshiki, ia langsung menunduk meminta maaf, "Maaf aku menyentuhmu, Kimura-kun !"

"Sudahlah, Mika. Kau mau sampai kapan minta maaf terus ? Aku yang memintamu melakukannya." Yoshiki terlihat sedikit mendongkol karena Mika selalu meminta maaf terus-terusan. Ia bukan marah karena permintaan maaf gadis itu, tapi ia sebal karena harus berdebar-debar saat Mika mengelap punggungnya.
Baru kali ini ia meminta bantuan seorang gadis untuk mengelap tubuhnya.

Begitu selesai, Mika langsung mengambil ember dan mangkuknya tadi untuk keluar terburu-buru. Wajahnya sudah merah padam.

"Mika, tunggu sebentar..." panggil Yoshiki.

Mika berhenti dan menoleh ke arah Yoshiki dengan bingung. Yoshiki menepuk sisi ranjangnya menyuruh Mika duduk di sana.
Dengan bingung, Mika mengikuti keinginannya.

"Aku ingin minta izin darimu..." kali ini rona wajah Yoshiki berubah memerah. Bukan karena demam, tapi ia sedikit tegang.

"Izin apa ?" tanya Mika semakin bingung.

A Thousand KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang