55. Causing a problem

3.6K 168 0
                                    

Micchan yang baru saja pulang dari sekolah hari itu langsung menemui ibunya.

"Ibu ! Apa ibu ada biji tanaman ?" tanya Micchan cepat. Mika langsung menoleh dari cuci piringnya.

"Untuk apa, Micchan ?" heran Mika.

"Besok ada acara menanam tanaman bersama-sama. Setiap anak diharuskan membawa biji tanaman buah..." jelas Micchan polos.
Mika tersenyum menatapnya.

"Umm...bagaimana kalau semangka ? Ibu punya bijinya." kata Mika berjongkok menatap anaknya.

"Ah, semangka ! Bagus sekali bu !" sorak Micchan riang.

"Baiklah. Nanti ibu berikan padamu." kata Mika lagi.

"Terima kasih, bu !" senyum Micchan dan ia berlari kembali ke kamarnya.

Setelah Mika memberikan Micchan biji buah yang akan dibawanya besok, Micchan bingung bagaimana untuk menyimpannya.
Ia melihat selembar kertas di meja.

"Bu, ini masih dipakai ?" tanya Micchan sambil menunjukkan kertas itu. Mika memandang ke arah kertas itu sekilas.

"Ibu kira tidak." jawab Mika melanjutkan kegiatannya melipat cucian.
Micchan pun mengambil kertas itu untuk membungkus biji semangkanya yang basah.

***

Malam hari pun tiba, Yoshiki yang ingin melanjutkan pekerjaannya terlihat sedang mencari-cari sesuatu di sekitar meja ruang keluarga.

"Mika, apa kau lihat kertas yang kuletakkan di meja kemarin ?" tanya Yoshiki sambil terus mencari. Mika menoleh ke arahnya.

"Kertas apa ?" tanyanya.

"Kertas grafik untuk presentasiku besok." jelas Yoshiki terus sibuk membongkar-bongkar sekitar meja.

"Hmm...aku tidak tahu kertas apa. Tapi, tadi Micchan mengambil kertas di meja. Coba saja tanya padanya." jawab Mika mengingat-ingat.

Yoshiki pun langsung memanggil Micchan.
"Micchan !" panggilnya.

Micchan pun turun dari kamarnya.
"Ada apa, yah ?" tanyanya polos.

Yoshiki pun memandangnya serius.

"Apa tadi Micchan mengambil kertas di atas meja ?" tanyanya.

"Iya, yah." jawab Micchan bingung.

"Kertasnya mana ?" tanya Yoshiki lagi.

"Micchan pakai untuk membungkus biji semangka dari ibu..." jawab Micchan jujur. Yoshiki terkejut mendengarnya.

"Eeh ??? Coba lihat kertasnya ! Bawa kemari..." kata Yoshiki terkejut.

Micchan pun dengan bingung mengambil bungkusan bijinya di kamar. Saat ia memberikannya pada ayahnya, Yoshiki langsung membukanya cepat-cepat.

Terkejutlah Yoshiki saat melihat kertas pembungkus itu ternyata adalah kertas presentasi yang dari tadi dicarinya.

"Astaga..." desah Yoshiki syok.

Micchan memandang ayahnya dengan cemas sementara Mika juga menatapnya serius.
Yoshiki pun terdiam dan secara mendadak ia meledak.

"Micchan !!!" bentak Yoshiki.

Micchan langsung tersentak terkejut. Mika juga kaget mendengarnya.

"Tidak tahukah kau bahwa ayah mengerjakan ini berminggu-minggu ??! Jadi kerja keras ayah dijadikan pembungkus seperti sampah ini ??!"
kata Yoshiki keras dan memandang Micchan dengan marah.

Micchan berdiri ketakutan di tempatnya.

"Bukankah ayah pernah mengajarimu untuk tidak mengambil barang yang bukan milikmu ??? Kau harus meminta izin pada pemiliknya !!!" lanjut Yoshiki masih dengan suara keras.

"Mi...Micchan tidak ta..hu ka...lau kertas itu pu..punya ayah..." jawab Micchan dengan suara kecil dan ia gemetar ketakutan.

Mika langsung menengahi mereka saat melihat Micchan hampir menangis.

"Yoshiki ! Micchan tidak salah ! Aku yang memberinya izin karena aku juga tidak tahu kalau itu punyamu ! Salahmu karena meletakkannya sembarangan !" kata Mika tegas dan memeluk Micchan untuk menenangkannya.

Yoshiki langsung menatap tajam ke arah Mika.

"Tetap saja Micchan seharusnya tidak mengambil apapun yang bukan miliknya !" balas Yoshiki pedas.

Mika hanya terdiam sambil mengusap-usap kepala Micchan karena anak itu sudah menangis pelan.

Yoshiki yang geram sekali melihatnya langsung menumpahkan kekesalannya tanpa kendali.

"Dasar anak sial !!! Tak berguna !!! Kau sama sekali tidak menghargai pekerjaan orang !!!" geramnya keras.

Mika pun menatap tegas pada Yoshiki.

"Yoshiki !!! Jaga bicaramu ! Micchan masih kecil ! Dia tidak tahu apa-apa !" bentak Mika.
Micchan semakin menangis tapi ia tidak berani mengeluarkan suara.

"Jangan membelanya, Mika !!! Justru dia harus belajar bahwa akibat dari perbuatannya, orang lain bisa terkena imbasnya !!!" balas Yoshiki.

"Tapi kau terlalu keras padanya ! Kau bisa memberitahunya baik-baik ! Bukan begini caranya !" lanjut Mika cepat.

"Jika aku terlalu lembek padanya, ia tak akan belajar dengan baik !!!" sambung Yoshiki hingga malah dia dan Mika yang bertengkar.

Yoshiki pun mendengus kesal dan duduk membelakangi mereka melanjutkan pekerjaannya.
Mika terus menenangkan Micchan.

Tapi, tiba-tiba Micchan mendekati ayahnya.

"A...ayah...Mi...Micchan minta ma...af..." kata Micchan sambil sesengukan dan berusaha menyentuh pundak ayahnya.

Namun, Yoshiki menepis tangan Micchan dengan keras hingga anak itu terjatuh.

"Yoshiki !!! Apa-apaan kau !!!" bentak Mika terkejut melihat hal itu dan ia langsung menarik Micchan mendekat padanya.
Yoshiki tidak menghiraukan mereka karena emosinya masih tinggi.

"Jika kau begini terus, aku akan membawa Micchan bersamaku dan pergi dari sini hingga kau tak bisa melihat kami lagi !!!" ancam Mika menggendong Micchan dan membawanya ke kamar.

Yoshiki tertegun mendengarnya tapi ia masih kesal hingga tidak mempedulikannya.

Mika pun membawa Micchan ke kamarnya dan terus menenangkannya yang dari tadi menangis ketakutan.

"Micchan...jangan menangis lagi ya... ayah cuma emosi saja...jangan pikirkan apa yang dikatakan ayah barusan...cup...cup...cup...jangan menangis ya..." kata Mika halus. Micchan terus sesengukan.

"I...bu...maafkan...Micchan...gara-gara...Micchan...ibu dan...ayah... ber..teng...kar..." kata Micchan pelan.
Mika tertegun mendengarnya.

"Apa yang kau katakan, Micchan ? Ini bukan salahmu...ibu hanya membela apa yang menurut ibu benar..." ujar Mika.

"Te...tap saja...ja..dinya...ibu...dan.. ayah...ber...teng...kar..." tangis Micchan.

Mika sedih melihat anaknya seperti itu. Ia membelai Micchan dengan lembut.

"Tidak apa-apa, Micchan...ayah dan ibu pasti bisa menyelesaikan masalah kami...jangan berpikir macam-macam ya..." tuturnya halus.

Yoshiki yang saat itu sedang melanjutkan pekerjaannya karena harus membuat ulang presentasinya, naik ke atas untuk meletakkan beberapa buku.

Saat ia akan melewati kamar Micchan, ia mendengar Micchan yang masih menangis dan Mika berbicara padanya.
Yoshiki pun berdiri di samping pintu untuk mendengarkan.

"Micchan...kalau Micchan tidak tahan dengan sikap ayah, ibu akan membawa Micchan pergi dari sini ya...ibu tidak mau Micchan menderita..." kata Mika penuh arti. Yoshiki tersentak mendengarnya.

A Thousand KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang