68. Smile

4.1K 153 13
                                    

Setelah mengetahui penyebab emosi Mika, Yoshiki pun memaksanya untuk memeriksakan diri ke dokter.
Micchan pun ikut membujuk ibunya agar pergi ke dokter.

Akhirnya Mika pasrah dan Yoshiki menemaninya ke dokter. Micchan menunggu di ruang tunggu bersama neneknya.

Tidak berapa lama, Yoshiki dan Mika keluar dari ruang dokter.

Yoshiki memejamkan mata tanpa ekspresi dan menghela napas panjang saat menghampiri Micchan dan ibu mertuanya.
Kedua orang itu terlihat sangat penasaran.
Mika keluar setelah Yoshiki dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ditebak juga.

"Apa yang terjadi, Yoshiki ?" tanya ibu Mika cemas.
Micchan pun mulai menarik-narik ujung baju ayahnya.

"Ayo ayah...katakan...ibu kenapa ?" tanya Micchan juga.

Tiba-tiba, Yoshiki tersenyum lebar dan menggendong Micchan yang bingung.

"Selamat ya Micchan... Micchan sebentar lagi akan mempunyai adik..." senyum Yoshiki dengan bahagia.

Ibu Mika senang sekali mendengarnya.
"Kau hamil, Mika ???" tanya ibunya cepat dengan mata berbinar-binar.

Mika tersenyum senang.
"Un...kandunganku ternyata sudah 3 bulan... dan aku sering marah-marah pada Yoshiki sebenarnya karena efek kandunganku... mungkin anakku lagi kesal sama ayahnya..." kata Mika girang.

Yoshiki langsung memanyunkan bibirnya kemudian tersenyum. Ia mengelus perut Mika dengan tangannya yang bebas.

"Baru kali ini ayah diperlakukan begini sama anak ayah... kamu tega ya nak bikin ayah tersiksa..." Yoshiki tersenyum gemas dan merangkul pinggang istrinya sementara ia masih menggendong Micchan dengan tangan yang lainnya.

"Lain kali kalau kamu lagi sebal lihat ayah, ayah bakalan sengaja nempel terus sama ibu... kamu harus dibiasain dekat sama ayah ya nak... jangan dibiasain nempel ama ibu terus..." canda Yoshiki sambil melihat perut Mika yang tanpa disadarinya sudah sedikit membuncit.

Mereka bertiga yang mendengarnya langsung tertawa geli melihat kelakuan Yoshiki.

"Jadi, Micchan senang gak punya adik ?" tanya Yoshiki sambil berjalan menuju parkiran.

"Senang sekali yah ! Micchan boleh main sama adik 'kan ???" mata Micchan berbinar-binar senang.

"Boleh... tapi, jangan kasar ya sama adik... Micchan harus sayang sama adik dan jadi kakak yang baik..." senyum Yoshiki mencubit hidung Micchan dengan gemas.

Mika tertawa kembali melihat keluarganya itu. Ia bisa merasakan pergerakan kecil di dalam perutnya dan mengusapnya penuh kasih sayang.

***

Micchan sering sekali membantu ibunya agar ia tidak kelelahan seperti pesan Yoshiki padanya.
Ia pun nampaknya senang mendengarkan pergerakan apapun yang ada di perut ibunya setiap bulan.

Yoshiki yang biasanya memperhatikan kondisi Mika pun menjadi lebih protektif terhadapnya karena kehamilan Mika kali ini benar-benar membuatnya kewalahan.

Mika bisa tiba-tiba mengidam ingin belajar naik mobil hingga membuat Yoshiki membelalakkan mata. Tentu saja hal ini dilarang habis-habisan hingga Mika merengek keras.
Yoshiki gugur dalam rengekan Mika dan membiarkannya belajar perlahan sambil mengawasinya dari samping.
Jantungnya entah sudah berapa kali hendak meloncat melihat Mika yang mengerem mendadak ataupun menginjak gas terlalu dalam.

Hanya sepuluh menit Mika memegang stir mobil dan Yoshiki langsung memaksanya turun.
Ia benar-benar khawatir luar biasa.
Jika Yoshiki sudah cemberut melihat tingkah Mika, dengan sengaja Mika akan memeluknya mesra hingga membuat Yoshiki luluh kembali dan benar-benar tidak bisa marah padanya.

Mika bahkan suka berlari di rumah hingga membuat Yoshiki hampir mencabut semua rambut yang ada di kepalanya karena berteriak memperingatinya. Mika malah hanya tertawa mendengarnya.
Nampaknya si jabang bayi senang menyusahkan ayahnya.

Tapi, kehamilan Mika kali ini membuatnya menjadi sangat manja pada Yoshiki. Ia tidak akan membiarkan Yoshiki tidur membelakanginya dan tetap menjadikan dada atau lengan Yoshiki sebagai bantal.

Dari semua idaman Mika, Yoshiki paling tidak protes dengan kemanjaan Mika yang menurutnya sangat manis. Pada awal-awal kehamilan nampaknya Mika sebal sekali melihat Yoshiki. Tapi, sekarang ia lengket sekali dengannya hingga kadang berebutan dengan Micchan.

Mika bisa menelepon Yoshiki memintanya pulang hanya untuk melihat wajahnya saja atau meminta ciuman darinya.

"Sayang... pulang dong..." rengek Mika manja. Yoshiki tersenyum mendengarnya.

"Ada apa ? Rindu padaku ? Aku baru sampai di kantor 15 menit, sayang..." kata Yoshiki.

"Pokoknya pulang..." rengek Mika lagi dan ia langsung mematikan teleponnya.

Yoshiki hanya bisa menggeleng-geleng sambil tertawa melihat kelakuan Mika dalam kehamilannya yang sudah memasuki 7 bulan.

Ia memutuskan untuk pulang melihat keadaan Mika.

Baru saja ia membuka pintu rumah. Seseorang sudah berlari mendekapnya.

Yoshiki terkejut saat Mika tiba-tiba memeluknya seperti itu. Wajahnya merona merah seketika.

"Ada apa, Mika ?" herannya. Mika hanya menggeleng-geleng dengan senyum lebar.

"Tidak ada... aku cuma ingin memelukmu saja seharian..." jawab Mika.

"Seharian ? Jadi, aku tidak boleh kembali ke kantor ?" Yoshiki mengusap rambut Mika sambil mendengus tertawa.

"Tidak. Kau tidak boleh ke kantor hari ini. Pokoknya kau harus menemaniku hari ini." kata Mika tersenyum.
Ia tidak tahu mengapa ia sangat rindu pada suaminya itu.

"Baiklah, sayang..." Yoshiki merangkulnya dan membawa Mika ke dalam rumah.

Seharian itu, Mika benar-benar tidak mau menjauh dari Yoshiki sedikitpun hingga membuat Yoshiki kewalahan karena ia sulit ke toilet. Ujung-ujungnya, Mika akan mengekorinya juga hingga membuat Yoshiki tertawa geli sendiri melihat tingkah anehnya.

"Sayang, kau tidak marah 'kan kutempeli seperti ini ?" tanya Mika saat mereka sedang berbaring untuk tidur. Micchan sudah memaklumi sifat ibunya yang sekarang suka menempel pada ayahnya.

"Hng ? Kenapa aku harus marah ? Justru aku senang kalau kau hamil dengan mengidamkan aku. Tandanya anak kita sudah sangat sayang pada ayahnya." senyum Yoshiki sambil mengecup kening Mika yang berada dalam rangkulannya.

Mika memanyunkan bibirnya tiba-tiba.
"Aku 'kan tidak bilang anak kita yang mengidam mau melihatmu. Ini keinginanku lho." katanya dengan cemberut.

"Hahaha, kenapa harus cemberut seperti itu, Mika ? Kau juga mau saingan dengan anak kita ? Tenang saja... walaupun ini keinginanmu pun aku tetap senang melakukannya... kau benar-benar manis saat hamil seperti ini..." Yoshiki terlihat gemas dengan Mika dan memeluknya erat.
Mika tersenyum lebar mendengarnya.

"Yoshiki...coba lamar aku sekali lagi..." pinta Mika hingga membuat Yoshiki terkejut. Wajahnya memerah.

"Kenapa tumben sekali kau minta hal itu ?" herannya dengan jantung berdegup kencang.

"Aku mau mendengarnya lagi..." senyum Mika.

Yoshiki entah kenapa wajahnya merona merah dan jantungnya berdebar keras seperti pertama kali hendak melamar Mika.
Ia bahkan terlihat gugup dan tangannya berubah mendingin.
Mika hendak tertawa tapi diurungkannya niatnya karena Yoshiki terlihat sangat serius.

Sebenarnya mungkin mudah saja bagi Yoshiki untuk melamar Mika karena hubungan mereka yang cukup lama. Tapi, entah kenapa ia selalu tak bisa bersikap biasa untuk yang satu ini.

"Mika..." ucap Yoshiki pelan. Mika mendengarkannya dengan seksama.

"Maukah kau hidup bersamaku selamanya...?" Yoshiki menatap dalam pada mata Mika.

"Kenapa ?" tanya Mika tiba-tiba hingga membuat Yoshiki bingung dengan pertanyaannya. Ia tidak melancarkan protes dan malah tersenyum lembut.

"Karena aku mencintaimu..." jawab Yoshiki mantap dan ia mengecup bibir Mika yang terbuai oleh kehangatannya.

A Thousand KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang