Sesak

1.3K 59 2
                                    


"ma?" Suara anak kecil membuat Rain menghapus jejak air matanya cepat, melipat surat yang sudah di bacanya dan menyembunyikannya di dalam saku bajunya agar Raka tak melihatnya.

Rain memutar tubuhnya cepat, dan mendapati putranya Raka telah berdiri di bawah tangga dengan mata yang masih sedikit terpejam karena terbangun dari tidurnya.

"Kenapa bangun sayang? Apa Ada yang mengganggumu?" Tanya Rain yang kemudian bersimpun di hadapan putranya. Raka menggeleng pelan sambil mengucek matanya dengan kedua tangan untuk memfokuskan pandangannya yang masih kabur.

"Whre's papa?" Tanya Raka yang sudah mulai fasih berbahasa inggris di usianya yang baru menginjak usia tiga tahun.

"Papa belum pulang, ayo Raka tidur lagi, biar mama  yang antar Raka ke kamar."

"Tidak ma, Raka mau tidur bareng papa dan mama" Kata Anak kecil itu membantah.

"Raka, papa masih bekerja. Ayo kita ke kamar kamu."

"Tidak! Raka mau tidur bersama papa dan mama! Titik." Jawab Raka keras.

"Baiklah, kalau begitu kita tunggu papa. Sekarang Raka tunggu di depan ruang TV biar mama buatkan susu." Raka mengangguk sekilas kemudian berjalan mendahului Rain ke depan TV.

.....

Berkali-kali Azka melirik ke handphone nya, siapa tahu Rain menelfon atau setidaknya mengirimkan pesan, untuk menghilangkan rasa gelisahnya.

Sudah lebih dari tiga jam Azka menunggu di ruang kerja Rain, tapi perempuan itu tak kunjung kembali ke rumah sakit atau juga memberinya kabar. Pilkirannya kembali menerawang di kejadian pagi tadi. Menduga bahwa Rain benar-benar pergi ke rumah Zaldi.

Cepat, Azka keluar dari rumah sakit menggunakan mobilnya. Ia menancapkan gas nya melebihi rata-rata tak mau jika terlambat sedikitpun dan sesuatu akan terjadi pada Rain.

Mobil Azka berhenti di depan rumah di sebuah perumahan yang sudah bertahun tahun tak ia kunjungi.Rumah Zaldi tak banyak berubah menurut Azka, tanaman yang menghias halamannya masih terlihat terawat, sudah jelas itu karena tante Anis yang mencintai tanamannya.

Azka terus memperhatikan rumah itu hingga matanya tertuju pada dua orang yang turun dari mobil bmw hitam yang sudah terparkir di halaman rumah Zaldi sejak ia datang ke sini tentunya.

Ia melihat Rain keluar dari mobil itu dan berusaha cepat pergi namun langkahnya terhentikan oleh seorang pemuda yang mencekal tangannya. Membalikan tubuh Rain dan kemudian berbicara sesuatu yang tak dapat Azka dengar, Azka hanya melihat di sudut mata Rain dan Zaldi sama-sama mengeluarkan air mata, yang diduga mereka sedang membahas masa lalu mereka yang belum selesai.

Azka terus memperhatikan gerakan-gerakan dari keduannya, hingga akhirnya Azka melihat kejadian yang tak ingin dilihatnya. Azka melihat kini Rain yang di tarik kedalam pelukan Zaldi. Cukup lama Azka mengamati, tapi tak ada gerakan penolakan sedikitpun dari Rain, ia hanya terus menumpahkan air matanya.

Sakit, itu yang di rasakan Azka saat ini, dua tahun lamanya ia hidup bersama Rain dan ia menganggap bahwa Rain telah membalas cintanya, mengingat hubungan antara dirinya dan Rain telah menghangat. Namun lagi-lagi ia harus menerima kenyataan pahit bahwa Rain tak pernah mengisi hatinya dengan nama Azka, karena hati itu telah terpatri jelas nama Zaldi.

Azka memutar balik mobilnya kemudian meninggalkan perumahan itu tanpa menemui Rain terlebih dahulu, pikiran dan hatinya kalut. Penantian dan kesetiaannya selama ini terbukti sia-sia. Percuma saja Azka hidup bersama Rain kalau hati Rain saja masih terpacu pada masalalunya.

Mobil Azka terhenti di sebuah jalanan kosong yang jarang di lalui oleh pengendara motor ataupun mobil. Pikirannya kembali menerawang akan kejadian yang di lihatnya hingga membuat dirinya sekalut ini.

RefrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang