Everything has changed

1.3K 51 5
                                    

"Gue gendutan nih Rain, gue takut Fardan nanti malah cari perempuan laen" Sungut Fanny sebal. Rain terkekeh, menurutnya postur tubuh fanny itu sudah sangat pas. Dan itu termasuk postur yang di idam-idamkan semua perempuan. Apalagi perempuan hamil.

"Badan lo tuh udah bagus. Lagian lo gendut karena ada kehidupan di dalem sana."

"Ih tapi kan gue ngga mau Fardan nanti jadi ilfil ke gue."

"Kalo Fardan cinta lo tulus. dia mah gabakal protes kali fan. Lagian kan ini buat anak dia juga." Kata Rain pada Fanny yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. Dua tahun yang lalu saat kuliah Beny dan Fanny memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka, karena mereka telah salah sangka dengan kenyamanan yang ada di diri mereka. Mereka merasa kalau mereka hanya nyaman sebatas teman tanpa perasaan berlebih. Jadilah mereka memutuskan untuk berteman akrab sampai sekarang.

Fanny telah menikah satu tahun yang lalu dan sekarang ia sedang mengandung anaknya yang telah berusia 7 bulan. Fanny bekerja sebagai perawat di rumah sakit dan kebetulan menjadi asisten Rain. Ya Rain benar-benar mewujudkan impiannya menjadi dokter sekarang. Ia kuliah di amerika seperti apa yang telah di rencanakan kemudian ia kembali ke Indonesia bersama Azka. Ia kini menjadi dokter di salah satu rumah sakit di Jakarta. Rumah sakit yang didirikan keluarga Azka. Dan sekarang telah menjadi hak waris Azka. Menurutnya ia lebih nyaman tinggal di jakarta dari pada harus di amerika, meski ia tau ia akan lebih sedikit bertemu dengan mama papa dan Rafa.

"Kemaren Fardan sempet ketemu Zaldi, kayaknya dia udah balik dari singapore. Dan mau menetap disini" Rain tercengang. Mendengarkan namanya lagi membuat Jantung Rain berdetak sangat kencang.

Fanny menyadari apa yang telah ia ucapkan tadi, ia merunduk menyesal. "Sorry" kata Fanny penuh sesal.

Rain tersenyum ke arah Fanny. "Ngga apa, sekarang gue baru sadar ternyata udah tujuh tahun gue ngga ketemu sama dia."

"Rain."

"Gue tau, ngga perlu lo ingetin lagi Fan. Gue cuma kangen, ngga bermaksud apa-apa kok."

"Oke. Tadi Azka telfon gue, tanya lo lagi dimana."

"Emang Azka ngga di rumah sakit?"

"Ya mana gue tau. Lo yang istrinya bunkan gue" Rain terkekeh karena cara bicara Fanny yang terlihat kesal. "Lo sama dia ngga mau ngejelasin semuanya?" Rain mendegus.

"Ngga semudah itu, semuanya butuh proses."

"Kalian udah satu rumah selama dua tahun loh, ya kali lo ngga punya rasa apapun sama Azka. Gue cuma kasian sama Raka."

"Cinta itu ngga dateng cuma karena sering bersama Fan. Tapi juga perlu Hati, kalo aja gue bisa milih, gue pasti milih dia dari pada harus terhanyut sama masa lalu gue."

"Terserah lo aja deh. Oh iya, gue lupa tujuan gue ke ruangan lo. Jangan lupa nanti berkunjung ke ruang VVIP dia minta, lo sendiri yang jadi dokternya." Rain mengangguk sebelumnya dan Fanny langsung keluar dari ruangan Rain.

Rain membereskan meja kerjanya setelah itu pergi berkunjung masuk ke dalam ruangan VVIP yang di tunjukan oleh Fanny. Ia tersenyum ramah ke arah pasien yang sedang terbaring di ranjangnya. Dengan cekatan Rain memeriksa keseluruhan kondisi dari pasiennya kini.

"Gimana sekarang bu? Ada keluhan?" Tanya Rain sambil terus menampilkan senyumnya.

"Panggil aja tante Anis." Kata pasien tadi sambil menyunggingkan senyum yang tak kalah manis dengan Rain. "Tante udah ngerasa baik cuma kadang kerasa pusing aja."

"Dari yang saya liat, kondisi tante memang sudah mulai stabil.cuma ada satu hal yang harus tante inget, jangan terlalu banyak pikiran. Dua atau tiga hari lagi tante pasti boleh pulang."

RefrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang