Terkuak

1.3K 58 1
                                    

"Kamu masih suka hujan?" Rain mengangguk semangat dan tersenyum. Hati Zaldi pun ikut menghangat. "Kalo gitu, Kenapa cuma di liatin, ngga main air kaya jaman SMA?"

"Nggak, udah gede yakali masih main begituan." Kata Rain bohong.karena sebenarnya Rain sudah sangat gatal ingin bermain hujan tapi ia merasa bahwa Zaldi tidaklah perlu tau kebiasaannya yang dulu sering dilakukan bersama Zaldi masih di lakukannya sampai sekarang.

"Ikut aku yuk."

"Kemana?"

"Ayo" ajak Zaldi lagi, Rain pun akhirnya menurut. Mengikuti langkah kaki Zaldi.

Zaldi memberikan payung yang di peganginya kepada Rain, ia berlari dari jangkauan payung yang tadinya menutupi Rain dan Zaldi. Ia kemudian bergerak-gerak membentuk sebuah tarian yang dulu  sempat Rain ajarkan. Ia terlihat menikmati setiap guyuran air hujan yang jatuh menimpa tubuhnya. Tak sedikitpun Zaldi merasa malu, yang ia pikirkan adalah kelegaan saat hujan jatuh mengenai tubuhnya, dan seketika kesakitannya selama ini hilang.

"Zaldi kamu ngga malu apa diliatin orang?" Kata Rain yang sedikit berteriak karena suaranya hampir tenggelam oleh suara hujan.

Zaldi menghentikan gerakannya kemudian mendekat ke arah Rain. "Ini yang selalu aku lakuin sejak ngga ada kamu. Buat apa aku malu." Kata Zaldi membuat debaran jantung Rain menggebu-gebu. Tanpa Rain sadari, Rain telah menyunggingkan senyumnya dan pipinya sudah sangat merah kalau saja tidak ada hujan yang menutupi wajah Rain.

Cepat, Rain membuang payungnya, berlari ke arah Zaldi dan melakukan gerakan gerakan tarian hujan yang dulu sangat sering ia lakukan bersama Zaldi. Tenang, dan bahagia dua hal yang sangat pas menggambarkan isi hati Rain saat ini.

Zaldi dan Rain menghentikan aksi bermainnya. Mereka berdua kemudian duduk di pinggiran taman, menikmati rintikan hujan yang mulai hilang. Zaldi tersenyum lebar, bahkan sangat lebar. Tidak ada hari yang lebih baik dari hari ini selama tujuh tahun. Zaldi sangat bahagia, itu jelas terukir dalam diri Zaldi.

"Tau nggak, hujan itu persis kaya kamu." Kalimat pertama yang terlontar dari mulut Zaldi. Pelan, tapi pasti. Zaldi menarik tangan Rain dalam genggamannya.

"Zal" kata Rain yang tersadar, namun Zaldi tak kunjung melepaskan. "Kamu itu kaya hujan. Yang Selalu menguraikan air mata, tanpa pernah mengutarakan isi hati kamu. Kamu terlalu bungkam dalam seribu bahasa, sampe aku bener-bener ngga tau lagi harus kaya gimana ke kamu."Kata Zaldi yang mengelus punggung tangan Rain pelan. Menyalurkan kehangatan yang selama ini jarang Rain rasakan.

"Tau ngga, ngga ada kamu hidup aku kerasa kosong, jauh banget dari kata berwarna. Semuanya kerasa sulit Rain. Selama ini aku anggep, aku bisa ngejalanin semuanya sendiri. Tapi ternyata salah, aku ngerasa hancur."

"Zal."

"Diam lah sebentar Rain, kamu lupa aku paling ngga suka di sela." Kata Zaldi membuat Rain menutup mulutnya, mendengarkan uraian cerita demi cerita hidup zaldi selama Rain tak ada di sampingnya.

Air mata Rain jatuh lagi, kepiluan itu kembali merobek hati dan jiwanya. Namun sebelum Zaldi melihatnya, Rain cepat-cepat mengahapus air mata itu. Menarik nafasnya dalam-dalam agar kepiluan itu sedikit tersamarkan.

Rain merunduk tak berani melihat wajah Zaldi terlebih matanya itu yang akan semakin membuatnya perih.

"Jangan nangis." Kata Zaldi yang memandang nanar ke arah langit-langit. Meski Zaldi tak melihat Rain, ia tahu bahwa perempuan itu menangis.

"Jangan nangis, karena itu nyakitin aku." Kata Zaldi mengeratkan genggaman tangannya.

'Kalo kamu ngerasa tersakiti, kenapa kamu lakuin ini zal? Kenapa kamu biarin aku nangis kaya gini selama tujuh tahun.' Balas rain dalam hati

RefrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang