9

8.1K 533 9
                                    

Selama Jam Istirahat berlangsung, kedua pentolan sekolah itu -tumben tumbennya- hanya diam duduk di atas meja kantin kelas 10. Walaupun kedua orang itu hanya duduk diam dengan minuman masing masing di tangan mereka, tetapi mereka tetap saja menjadi pusat perhatian.

Lihat saja, bahkan murid murid kelas 10 yang sedang makan atau bergosip sampai sampai tidak bisa melepaskan arah pandangan mereka dari dua orang pentolan sekolah itu. Tidak ada yang bisa menolak pesona mereka, mulai dari Fisiknya sampai Aura.

Terutama Sang Pentolan utama yang hari ini berwajah pucat, mungkin pengaruh peristiwa kemarin yang mengorbankan Pundaknya.

"Lang mau gua pesenin makan ga?"

"Boleh, Roti aja vin"

"Mocca kan?"

"Hm, thanks"

Kevin langsung beranjak dari atas meja menuju Penjual Roti di Kantin. Sejak tadi pagi, Kevin sangat perhatian pada Gilang. Mungkin ia mengerti luka Gilang itu akan berdenyut walaupun tersenggol sedikit. Sampai-sampai ia bersedia menjadi "babu" Gilang. Gilang tidak memintanya, Kevin yang tiba tiba saja sudah bertingkah kelewat baik. Walaupun merasa aneh, tetapi Gilang sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Kevin. Dan Ardo juga. Terutama Kevin sih.

Hari ini cowo itu, Gilang, tidak mengenakan Kaos putih atau hitam yang biasa dikenakannya dibalik kemeja sekolah yang tidak dikancing. Ia hanya mengenakkan kemeja sekolah yang terkancing rapi kecuali 2 kancing teratasnya.

Semua Murid bisa melihat jelas Perban berwarna Putih yang melilit bagian Pundak kanannya di balik kemeja tipis itu. Beberapa merasa kasian, beberapa juga biasa saja karena mereka tahu Gilang pasti sudah sering terkena luka seperti itu saat tawuran.

Namun nyatanya tidak. Gilang tidak pernah terkena luka yang sampai harus di perban dan membuat sakit lengannya saat hendak digerakan. Gilang hanya sesekali mendapat luka luka kecil saat tawuran, yang hanya perlu di tutup oleh Hansaplast.

Gilang selalu menjaga dirinya dengan baik, ia bukan orang idiot yang rela mengorbankan tubuhnya sampai luka parah. Ia masih menyayangi tubuh atletisnya itu.

Dan sekarang, ia benci sekali pada pundaknya. Jika tersenggol sedikit langsung terasa nyut nyutan bahkan membuatnya sampai meringis dan memjamkan matanya sebentar. Makanya ia menghindari bergerak banyak hari ini, dan memilih untuk duduk anteng diatas meja.

Saat Gilang sedang menyeruput Sprite, tiba -tiba ada tubrukan keras mengenai pundak kanannya. Sontak Gilang langsung saja menyemburkan Sprite di mulutnya ke depan dan langsung berteriak nyeri. Untungnya di depannya sedang tidak ada murid yang lewat.

"What the fuck, Ardo?!"

Geraman Gilang membuat Ardo, Si penubruk pundak Gilang hanya menggigit bibir bawahnya sambil meringis. Tak lama, ia malah cengengesan dan melompat duduk di sebelah kiri Gilang.

"Sorry gue lupa, Bro" Gilang membalas dengan decakan pelan.

"Loh, lu kapan dateng do?"

Kevin datang membawa 2 bungkus roti, yang satu coklat dan satunya lagi Mocca. Ia menginjak bangku dan duduk di meja, disebelah kanan Gilang dengan hati hati takut menyenggol lukanya.

"Barusan aja, eh lo beliin gue roti? Aw so sweet." Ardo meraih bungkus roti rasa coklat.

"Enak aja lo kampret, itu punya gue. Yang ini punya Si Bos" Kevin meraihnya kembali lalu membukanya.

"Jangan panggil gue itu, gaenak di dengernya."

"Iya ah maap, nih rotinya."

Gilang meraih roti itu dan menggigitnya. Sejak kemarin, ia jadi beraktifitas menggunakan tangan kirinya. Untung ia sedikit handal menngendalikan tangan kiri, kalau tidak pasti ia akan kesusahan.

Nadynalla's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang