10

8.2K 560 4
                                    

•Nadyn's Point of View•

Kemunculannya yang tiba-tiba itu benar benar membuatku kaget. Ditambah lagi sikap baiknya yang sangat aneh. Apa karena awalnya ia tidak mengenaliku, ya?

Pasti kalau sebagian wajahku tidak tertutupi buku buku dan aku tidak memakai kacamataku, dia tidak akan mau bantuin bawa buku. Boro-boro bantuin, yang ada ntar digangguin.

'Aduh, ini kacamata pake turun turun segala!'

Aku menghentikan langkahku lalu membenarkan letak kacamata dengan tangan kiri, sementara Gilang masih terus saja berjalan ke depan.

Tanganku bergerak menyampingkan poniku setelah kacamataku terasa pas. Yah berhubung Hidungku mancung, jadi tidak terlalu sulit untuk membuat kacamata itu diam bertengger diatas hidungku.

Saat sedang meniup niup poni, aku merasakan kehadiran seseorang disebelahku. Cahaya matahari yang tadinya sedikit menyilaukan mata, sekarang menjadi redup.

Aku mendongakkan kepalaku dan bertemu dengan wajahnya. Wajahnya yang sangat dekat dengan wajahku.

Aku sedikit terkejut, perasaanku tadi ia sudah berjalan duluan ke depan. Tapi mengapa ia balik lagi?

Puk!

Suara apa itu?

Aku melongokkan kepalaku memandang ke balik punggungnya. Aku melihat Seorang Cowo sedang memegang Bat. Wajahnya pucat menatap kearah kami.

Awalnya aku bingung. Tetapi aku langsung mengerti saat melihat bola kecil itu menggelinding.

'Loh berarti tadi kena Gilang dong?'

Dengan cepat aku kembali menatap wajahnya, dahinya mengerut.

"Lo.. gapapa?"

"Gapapa"

"Ke-kena luka lo ya?"

"Ngga"

Diam diam aku menghembuskan napas lega. Kasian jugakan kalo sampe kena lukanya?

"K-kak Gilang sori banget tadi saya ga liat, bolanya jadi kena punggung Kaka."

"Gapapa, cuma bola."

Gilang menjawab dengan datar. Lalu berjalan menuju buku buku bawaanya tadi yang sekarang tergeletak mengenaskan dilantai tidak jauh dari kami.

Aku memandang Cowo Si pemukul itu yang wajahnya sudah tidak enak. Mungkin ia takut Gilang dendam padanya.

Akhirnya aku hanya tersenyum sekilas dan berjalan menyusul Gilang yang sudah beranjak.

"Makasih" ucapku saat kami sudah berjalan beriringan.

"Hm"

"Harusnya lo gausah ngelakuin itu, kena juga paling sakitnya bentar." Jawabku.

"Bentar? Itu bola Baseball, cantik bukan bola tennis. Ntar lo kena terus memar, terus nangis, terus pingsan gimana? Kasian dong calon pacar gue, kan ga tega. Jadi biar gue aja."

'What de?'

Aku diam. Tidak menanggapi ucapan asalnya.

"Baper ya?"

"Sama perkataan norak lo? No, thanks." Jawabku seraya terkekeh lalu berbelok duluan memasuki Ruang Guru.

'Norak parah. Tapi, kenapa gua baper? Sialan.'

~~~~~~~~~~~~~~

Nadynalla's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang