21

2.1K 150 46
                                    




Pintu kelas mulai terlihat di pandangan Nadyn. Untungnya pintu itu tidak tertutup, menandakan guru yang seharusnya mengajar sekarang belum masuk ke kelasnya. Nadyn memperlambat langkahnya, tidak lagi tergesa-gesa seraya menghela napas perlahan. Sampai di ambang pintu, Nadyn melarikan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Dapat! Sahabatnya itu sedang membaca novel di bangkunya dengan earphone menyangkut di kedua telinganya.

"SAR!" Sapa Nadyn dari ambang pintu, lalu berlari kecil menghampiri Sarah. Sarah tampak tak bergeming, Nadyn yang duduk tepat di sebelahnya dapat mendengar samar lagu yang sedang didengarkan Sarah. Kalian dapat membayangkan sendirikan berapa volumenya? Nadyn menarik sebelah earphone Sarah membuat sang empunya menoleh.

"Dari mana aja lo? Eh kan abis bucin ya? Sampe lupa waktu." Oceh Sarah seraya tersenyum miring menggoda Nadyn.

"Apaan sih lo, Pak Aldi mana?"

"Ga masuk, sakit katanya sih. Ga ngasih tugas juga." Nadyn manggut-manggut.

"Eh Sar!"

"Apa?" Sarah melepas satu earphone yang masih menyangkut di telinganya.

"Gue bilang gini tapi lo gaboleh ngetawain gue ya!" Ujar Nadyn mewanti-wanti.

"Iya, bilang apa sih? Lo menyadari jatuh cinta sama Ka Gilang?" Sarah menanggapi dengan malas. Sementara Nadyn membulatkan matanya, tangannya naik menutup mulutnya yang terbuka dengan Dramatis.

"Kok lo tau sih? Emangnya keliatan?"

"Keliatanlah, gerak-gerik lo pas sama dia dulu sama sekarang tuh beda. Sama kaya Ka Gilang juga." Sarah menjelaskan seraya menutup Buku Novelnya setelah meletakkan pembatas di halaman yang terakhir ia baca.

"Maksudnya sama kaya Ka Gilang?" wajah Nadyn menyiratkan kebingungan.

"Ya gitu deh. Biar Ka Gilang aja yang ngungkapin langsung."

"ih! Kasih tau dulu!"

"Gamau, sabar ada waktunya nanti. Mending lo temenin gue ke toilet yuk?" Sarah beranjak dari bangkunya dan berjalan menuju pintu kelas diikuti dengan Nadyn dan pikirannya yang menjurus ke berbagai hal.

Gilang berdiri di depan Gedung megah bertingkat. Salah satu Gedung berpengaruh dan terkenal di kalangan Pengusaha. Gilang melemparkan kunci motornya ke seorang pria berseragam Karyawan lalu berjalan masuk. Wajahnya seperti Singa yang siap menyantap apa saja di depannya. Rahangnya mengeras, sesekali giginya saling terpelatuk. Gilang memasuki Lift yang memang hanya dibuat kusus untuk naik ke lantai milik Sang Direktur utama sekaligus pemilik perusahaan ini. Seorang satpam yang berjaga di depan lift tidak sempat bertanya keperluan Gilang dan mencegah Gilang masuk karena pintu Lift langsung tertutup. Gilang menunggu dengan tidak sabaran sampai Lift mencapai lantai 17. Saat angka 17 muncul dan pintu lift terbuka, Cowo itu langsung berjalan cepat ke lorong yang membawanya ke satu-satunya ruangan megah di lantai ini.

Gilang mengabaikan meja sekretaris yang berada di luar ruangannya dan langsung menerobos pintu besar di depannya. Gilang berjalan ke hadapan meja Sang Direktur yang menatapnya tak kalah dingin, Ayah Gilang.

"Maksud Papa apa!" Ujar Gilang tanpa basa basi. "Kamu akan Saya kirim secepatnya." Darah Gilang semakin mendidih, kedua tangannya sudah mengepal di sisi tubuh. "Gilangkan udah pernah bilang, Gilang gamau ke luar negeri! Gilang bersedia ngikutin semua kemauan Papa kecuali yang satu itu."

"Saya sudah mendaftarkan kamu. Ngga ada bantahan."

"PA!"

"Suka ngga suka, kamu tetap pergi setelah kelulusan nanti."

"Gilang ga akan pergi!"

"Saya sudah siapkan semua dari sekarang. Rumah, kendaraan, kamu butuh apa lagi? Masih syukur saya mau ngurusin kamu!"

Nadynalla's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang