IX - Akila

3.9K 367 6
                                    

Kami berdua berjalan beriringan di bawah sinar terik matahari. Langit tidak dihiasi awan hujan sama sekali, mungkin karena semalam sudah turun hujan lebat. Sebagai gantinya burung-burung merpati berterbangan, dan beberapa hinggap di pepohonan taman. Memberi suara bersahut-sahutan yang merdu.

"Selamat ya buat pameranya. Sukses banget kalau dilihat dari antusiasme pengunjung," ucapku tulus setelah kami duduk di dekat pancuran air

"Makasih. Lo juga harus keliling buat liat-liat fotonya,"

"Udah. Gue udah pernah liat foto-fotonya, bahkan letak fotonya di pameran gue juga tau. Kan gue dikasih laporan juga dalam persiapan desain pameran, terutama karena lo jadi image bagian pameran sih," jelasku

Winson hanya tertawa singkat, lalu berdeham, "Tama bakal balik ke Jakarta, Kil,"

"Gue ketemu mamanya Tama kemarin sore, setelah gue ketemu sama lo. Tante masih inget sama gue, dan minta supaya gue luangin waktu untuk ketemu Tama bulan depan,"

Winson menatapku cukup lama, sepertinya mengamati mimik wajahku.

"Tante juga udah cerita kalau dia di Mullingar?"

Aku hanya menganggukkan kepala.

"Dia kuliah disana, dan sekarang nerusin usaha turun temurun keluarga ayahnya. Toko kopi dan roti, ya lo tau juga kan. Di Jakarta juga kan ada cabangnya, dan sering banget jadi sponsor SMA kita kalau ada karya wisata dan acara lainnya," terangnya

"Kantor pusatnya bukan di Dublin?" tanyaku heran, "Bukan berarti gue stalking tentang dia,"

Winson tertawa lagi melihat tingkahku yang menutupi rasa malu, "Ibunya Tama kan udah minta lo jadi menantunya, secara enggak langsung. Pasti lah lo tau tentang hal-hal gitu,"

Kali ini pipiku yang bebas blush on sudah merona. Dapat kurasakan darah mengalir deras ke kepalaku.

"Tama lebih milih tinggal di Mulingar dan kerja dari kantor cabang yang di Mullingar. Mungkin 2 minggu sekali aja dia ke Dublin. Kira-kira 2 jam perjalanan dari rumahnya. Dia udah beli rumah, juga mobil, dari hasil kerja kerasnya itu. Sama lah kayak lo, sama-sama pekerja keras,"

"Trims," ucapku pelan, "Kerja keras lo juga membuahkan hasil positif. Selamat buat rumah baru lo, gue liat di laman blog lo,"

"What a stalker," candanya dan kujawab tinju pelan di bahunya, "Ngomongin tentang rumahnya Tama, lo pasti suka. Di rumahnya ada taman yang tertata rapi, perapian listrik yang asapnya enggak jadi polusi buat lingkungan, daerahnya jauh dari macet dan enggak ramai kendaraan, dan dekat dengan danau. Udah gitu di danau itu suka ada kegiatan kayak festival atau kemping gitu. Lo pasti suka deh,"

Aku terkejut mendengarnya, tapi masih berusaha menutupi itu. "Lo terdengar seperti penggemar beratnya, tau gak? Sampai-sampai tau tentang itu semua,"

"Akila, Akila. Lo enggak perlu menutupi keterkejutan lo itu. Tama yang cerita ke gue tentang rumahnya itu, dan gue pernah menginap disana," jawabnya dengan cengiran iseng khasnya

Setelah itu, hening lagi di antara kami.

"Semua itu kriteria rumah idaman lo, kan? Tama selalu secara enggak sadar memilih sesuatu yang membuat lo senang," ucap Winson sambil menatapku dalam

"Gue.. enggak nyangka dia inget itu semua. Gue pernah bahas tentang itu cuman sekali, dan waktu SMA. Udah lampau banget,"

"Di sudut counter bar yang sering dia duduki, ada pajangan yang enggak boleh dipegang atau dipindah siapapun. Cat biru lo,"

Aku membelalakkan mata dan menatap Winson enggak percaya.

"Dia selalu simpan cat biru lo, waktu dia masih tinggal di dorm kampus, ngontrak rumah bareng temen-temennya, dan sekarang di rumahnya. Dia pinjam cat biru itu dari lo, karena dia mau ada bagian dari lo yang dia bawa," ucapnya, "Yah, walaupun tanpa itupun dia udah pergi membawa sebagian dari lo. Hati lo,"

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang