XVI - Tama

3.3K 317 0
                                    

"Josh?"

Gue menengok ke arah datangnya suara, di belakang gue. "Hai, Brigette,"

Perempuan manis itu tersenyum. Menampilkan lesung kecil di kedua pipinya. Gue selalu menyukai caranya berpakaian dan bertingkah laku. Begitu lembut, dan menawan.

"Kamu tinggal di rumah ini?" tanyanya dengan nada begitu heran. Mata birunya semakin membulat.

"Iya. Kamu darimana?"

"Rumah nenekku di sebelah. Persis di kananmu itu," ucapnya sambil menunjuk rumah tetangga gue, Mrs Oceane

Tetangga gue itu sering menyapa kalau gue kebetulan berjalan kaki melewati rumahnya. Ia sering bersantai di beranda rumahnya, sambil memandangi taman depan yang dipenuhi bunga matahari.

"Aku baru saja pindah untuk menemani dan merawat nenek. Sejak kakek meninggal, nenek sering sakit,"

"Pantas saja, sekarang jarang terlihat duduk di beranda depan," ucap gue

Jujur saja, gue sempat terpikat oleh pesonanya. Tapi, lagi-lagi gue selalu teringat dengan Akila. Akila punya sisi lembut yang dia sembunyikan. Akila pandai memasak. Akila mampu menempatkan diri dengan tepat. Akila ini. Akila itu.

"Aku harus segera pulang. Nenek ingin segera makan sup buatanku," ucapnya sambil mengangkat tas kain belanjaanya, "Bergabunglah makan sore dengan kami, kalau tidak sibuk,"

Ia melambaikan tangan kanannya dan segera berjalan menuju rumah sebelah tanpa menunggu balasan apapun dari gue.

Angin berhembus dengan cukup kencang, membuat gue agak menggigil. Gue segera memutar kunci dan masuk ke dalam rumah. Jumat malam, saatnya bersantai tanpa ada rapat menunggu di keesokan harinya.

***

"Hai Josh,"

Sapa sebuah suara lembut di belakang gue. Brigette. "Hai,"

"Kok kita bisa ketemu lagi ya?" tanyanya malu-malu. Pipinya merona, entah karena kedinginan atau memakai produk blush on (?). Sepertinya karena blush on, mengingat ini di dalam supermarket.

Kalau kalian penasaran, ini esok harinya kejadian ketemu Brigette di depan rumah. Sabtu pagi, berarti nanti malam Akila akan sampai disini! Gue harus berhenti berteriak di dalam hati gini. Fokus Tam!

"Kamu sekarang suka makan selai coklat?" tanyanya sambil menunjuk produk selai coklat yang ada di troli gue

"Teman-temanku akan datang ke Mullingar. Aku menyiapkan ini untuk mereka," gue berusaha menjawab tidak terlalu pendek

"Wah, pasti seru. Mereka datang dari mana?"

"Jakarta. Indonesia, my mom's homeland,"

Ekspresi Brigette sedikit berubah. Gue menyadari itu, tapi tidak terlalu mengganggap itu penting.

"Pasti teman-teman spesial,"

Gue berusaha untuk enggak blushing di depan cewek ini, "Begitulah,"

Lagi-lagi ekspresinya berubah. Sesaat.

"Aku sedang enggak sibuk, apa boleh aku temani belanja? Mungkin aku bisa membantu memilih bahan-bahan makanan atau camilan yang enak. Juga sehat,"

Perempuan ini masih mengingat apa yang gue suka dan tidak suka. Pertemanan ayah kami berdua memang membuat kami berdua berteman. Tahun-tahun pertama gue di kota ini, gue sering sekali ditemani oleh Brigette. Hanya sekedar main di taman, atau jalan-jalan keliling kota. As a friend.

Setelah kami berdua berbelanja, kami memutuskan mampir ke kafe yang ada di dekat supermarket.

Setelah duduk dengan nyaman dan memesan sesuatu, gue melihat HP gue yang tadi sempat berdering.

"Ayah kamu apa kabar?"

"Baik. Ayahmu?" tanya gue lalu menyesap kopi perlahan

"Baik juga. Ayahku ingin pergi ke Indonesia untuk menemui ayahmu. Tapi belum sempat,"

"Perkebunan kopi ayahmu tentu butuh diurus. Tentu saja ayahmu sibuk,"

"Aku masih ingat saat kita masih kecil," ia berkata pelan sambil agak menatap mata gue, "Ketika keluargamu masih tinggal disini, dan kita sering berakhir pekan bersama. Terkadang di rumahku, di rumahmu, atau di festival-festival lokal. Menyenangkan sekali. Aku masih mengingat saat kita kemping dihalaman mansion keluargamu, dan kita menunggu matahari terbenam sampai jam 9 malam di musim panas,"

Kami berdua tertawa, agak kaku tapi tulus.

Perempuan itu berdeham pelan. Membuat perhatian gue kembali tertuju padanya.

"Soal perjodohan itu.. Ku dengar kalau itu akan dibatalkan,"

Gue mengangguk, "Tepatnya, ayah kita waktu itu hanya bercanda,"

Lagi-lagi ekspresinya berubah sesaat. Senyumnya agak pudar. Atau mungkin gue hanya berhalusinasi.

"Iya, mereka pasti hanya bergurau. Bahkan hanya pernah tersebut sekali, saat kita masih di third class,"

Gue mengangguk lagi. Berusaha mempelajari perubahan ekspresi dan sikap perempuan manis di hadapan gue. Ada yang berubah dari sikapnya, tapi gue tidak bisa meraih itu.

"Tapi, aku senang kalau memang harus dijodohkan denganmu," ucapnya yang membuat gue terhentak, "Maksudku, kamu lelaki baik dan bertanggung jawab. Kamu selalu menjagaku dari dulu, sehingga aku merasa aman dan nyaman di dekatmu,"

"I'm your good friend. Like a four leaf clover, hard to find and lucky to have. Benarkan?"

"Tepat sekali," dia tersenyum kecil, "Ayo, ku temai kau belanja untuk menyambut teman-temanmu itu. Papa dan mama sedang menjenguk nenek, jadi aku punya waktu sangat luang,"

"Baiklah. Ayo habiskan dulu minuman kita,"

Sesekali gue menatap wajah kalemnya.Wajah yang biasanya begitu tenang itu kali ini terasa asing, seperti menyimpan begitu banyak rahasia. Lagi-lagi gue enggak bisa menggapai rasa penasaran itu.

***

"Terimakasih, sudah membelikanku scarf ini. Begitu lembut dan hangat,"

"Anggap saja tanda terimakasihku karena kau sudah membantuku berbelanja baju hangat untuk teman-temanku. Aku juga titip jumper untuk Mrs Oceane,"

"Aku enggak akan lupa memberikannya. Mau masuk dulu dan bertemu nenek? Atau orang tuaku?" ucpanya sambil menujuk ke dalam rumahnya

"Lain kali saja. Sekarang aku harus pergi ke suatu tempat,"

Setelah pamit padanya, gue menyetir mobil ke mansion Edbert. Membawa serta hasil belanja gue seharian ini. Senyum tidak pernah lepas dari wajah gue, dan anehnya gue enggak merasa pegal sama sekali.

***

Hari ini OTP versi Dita akan bertemu secara langsung lagi!

Tetaptemani keduanya ya :)    

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang