Dear you readers,
Pernah punya seseorang dimasa lalu yang sulit untuk dilupakan? Aku punya. Aku menyebutnya dengan si kutu nyebelin.
Aku pertama kali bertemu dengannya saat masa orientasi SMP. Kami berada di kelas yang sama, juga dengan kedua sahabatku. Bre dan Karin. Laki-laki itu ada dalam daftar calon pacar idaman versi kedua sahabatku.
Enggak heran sih, memang. Nama laki-laki itu selalu ada di tiap edisi koran dinding dan majalah sekolah. Anggota tim basket yang maju hingga pertandingan tingkat nasional, juara olimpiade IPA tingkat nasional, pengurus OSIS, bahkan di kemudian hari naik jabatan menjadi ketua OSIS.
Koran dinding dan majalah sekolah diproduksi oleh tim jurnalis, dan aku termasuk di dalamnya. Aku selalu melihat para jurnalis perempuan tertarik untuk meliput artikel yang melibatkan si kutu. Sepertinya hanya aku, jurnalis perempuan, yang enggak tertarik untuk itu.
Singkatnya, dia idaman semua murid perempuan.
Aku sebenarnya juga salah satunya. Harus kuakui, aku kagum dengan semangatnya melakukan hal yang dia suka. Enggak mudah untuk menjadi berprestasi dalam banyak bidang sepertinya. Pasti lelah dan banyak yang dia korbankan. Salah satunya, mungkin privasinya.
Kadang aku melihatnya duduk di kursi pojok perpustakaan. Pojok yang kugunakan untuk menulis artikel atau membaca. Di pojok itu hanya ada 6 meja, sehingga kami harus duduk cukup berdekatan. Cukup dekat untukku melihatnya beraktivitas, tanpa terkesan memata-matai. Sepertinya. Kadang dia sibuk mengerjakan sesuatu di buku tulisnya, kadang dia terlihat membaca suatu buku dengan serius, dan kadang hanya melihat ke arah keramaian lapangan.
Letak perpustakaan kami di lantai 2, sehingga keramaian yang terjadi di luar sana saat jam istirahat enggak terlalu terdengar. Ditambah lagi keberadaan rak buku setinggi kira-kira 1.5m yang mengitari meja pojokan, sehingga sedikit meredam suara.
Dia butuh tempat itu untuk bersembunyi dari para murid perempuan yang seringkali berebut perhatiannya, dan aku butuh tempat itu untuk sebuah keheningan.
Walaupun kami teman sekelas, dan cukup sering mengobrol, seperti ada perjanjian kalau kami tidak saling berbicara di tempat itu. Menjaga keheningan yang memang kami inginkan. Hanya senyum, "hai" saat salah satu dari kami baru datang, dan "gue duluan" saat salah satu dari kami pergi.
Melihat deskripsiku tentangnya, mungkin kalian kebingungan denganku yang menyebutnya dengan si kutu.
Sebutan itu diucapkan pertama kali oleh Bre. Hari pertama kami sebagai murid kelas 9. Tepatnya di jam istirahat.
***
Kantin SMP, 8 tahun lalu
"Dia itu kayak kutu, ya. Dateng terus walaupun lo enggak menginginkannya. Bedanya, kutu yang ini diinginkan oleh orang lain. Tepatnya, perempuan-perempuan lain. Penampilannya emang enggak keren, tapi harus diakui kan kalau prestasinya itu keren banget,"
Karin meletakkan kembali sendok berisi bakso yang sudah ada di depan bibirnya, "Menurutku, standarmu terlalu tinggi untuk keren. Penampilannya keren kok, sebenarnya. Kalau aja dia lebih memperhatikan rambutnya sedikit aja, kayak dipotong rapi dan disisir setiap pagi. Dia cukup lucu, bahkan dengan kacamatanya itu,"
"Sekarang lo ikut fans club dia ya?" tanya Bre dengan ekspresi pura-pura mengejek
"Jangan gituu! Nanti sahabat kita ini cemburu loh," jawab Karin dengan nada bercanda sambil menunjuk ke arahku
KAMU SEDANG MEMBACA
WANTED! Cat Biru Kesayangan Akila
Chick-LitMullingar #1. Sebuah cerita komedi romantis dengan latar belakang kota kecil Mullingar, County Westmeath. Di luar terdengar suara rintik-rintik hujan, menambah indah warna jingga kemerahan langit menjelang senja. Akila bisa menghabiskan waktu seha...