XI - Akila

4K 393 16
                                    

"Pagi, Akilaaa!"

Berbeda dari Senin pagi biasanya, Dita masuk ke ruangan kantor kami dengan wajah sumringah. Aku menatapnya heran dari kursiku.

"Isinya apa nih?" tanyaku sambil menunjuk tas tenteng yang ia letakan di mejaku

"Oleh-oleh dari Bandung buat lo, Bre, dan Karin. Kemarin gue males bawa ke pameran, jadi baru gue kasih sekarang,"

"Waah!!" seruku sambil mengeluarkan barang-barang dari dalam tas, "Makasih, cantikku. Rajutannya halus banget,"

"Itu model baju terusannya enggak terlalu beda-beda. Kalian bertiga bagi-bagi aja, ya. Mudah-mudahan pas ukurannya,"

"Makasih, Ditaa. Mudah-mudahan cepet ditembak akang Galih," ujarku dengan wajah sumringah

Pintu diketuk beberapa kali dan disusul seruan dari luar, "Permisi, Ibu Akila dan Ibu Dita. Saya mau antar minuman,"

"Masuk aja," ucap Dita dari mejanya, "Pagi, Memet,"

"Pagi, Ibu Dita. Ini dari Bu Akila," ucapnya sambil meletakkan cangkir di depan Dita, "Yang ini buat Bu Akila. Air panas dan gula,"

"Makasih, Memet," ucap kami berdua serempak

"Makasih, Kil. Harum banget ini. Apa sih ini? Ada harum kayu manis. Tapi ada vanili juga. Eh, kok ada sensasi bau stroberi. Lo ngeracik sendiri apa beli di tempat biasa?" ucapnya tanpa jeda

"Ssht," aku meletakkan jari telunjuk di depan bibirku, "Nikmatin aja, Dit. Nanti lo juga tau itu apaan,"

Dita mendekatkan cangkir ke hidungnya. Menghirup aroma bersama tarikan napasnya, dan menyunggingkan senyum tipis. Ia menyesap perlahan racikanku, dan senyumnya semakin lebar.

"Tehnya enak? Modifikasi daun teh dari tante lo kemarin,"

"Lembut banget manisnya, enggak maksa ataupun berlebihan. Stroberi yang lo pake juga enggak terlalu menonjol. Ada sensasi asam, manis, segar. Yang bikin lebih seru, tehnya dingin. Kok lo tau banget sih gue enggak terlalu suka minuman panas gitu,"

"Gue temenan sama lo kan dari SMA. Ya iyalah gue ngerti," ucapku sambil mulai meracik tehku, "Eh, hari ini ada temu klien?"

"Sebentar. Gue liat dulu di jadwal ya," dia mulai sibuk membuka buku di hadapannya

Aku memandangi awan tipis yang menggantung di langit. Suara gesekan kertas masih terdengar, tanda Dita masih mencari-cari jadwal.

"Nih, hari ini ada temu klien jam 14.00 di ruang rapat 402. Perusahaan internasional Irish Coffee and Bakery, mau membenahi kantor dan toko di salah satu cabangnya. Gue kayak inget deh sama namanya,"

Dita mulai mengerutkan dahi, tanda mengingat-ingat dengan serius. Aku hanya dapat diam dan tertegun.

"Harusnya yang datang manager director mereka, karena yang akan kita tangani itu yang pusat. Di Dublin dan Mullingar," ucapnya masih sambil membaca, "Tapi, nanti dia digantikan dengan kepala cabangnya yang di Jakarta,"

Aku menghela napas dengan terburu-buru, tidak sadar kalau sudah menahannya cukup lama.

"Sebentar ya, gue jadi penasaran. Emang disana enggak ada perusahaan perancangan yang oke, sampai mereka minta kita? Tapi, bagus ya. Berarti karya kita di luar Indonesia bertambah. Soalnya bukan cabang Jakarta yang bakal kita benahi, tapi pusat. Pusat, Kil," serunya tanpa henti

"Irish C.B. ini pernah jadi klien kita juga tau, Kil. Gue inget, yang cabang Jakartanya juga kita benahi itu, kan? Terus sering kita jadiin tempat ngumpul sama geng keripik dari jaman masih kuliah," ucapnya lagi, "Eh.. Perusahaannya Tama dong berarti,"

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang