XIII - Akila

3.8K 368 31
                                    

"Kil, maaf banget ganggu lo tidur tengah malam gini,"

"Enggak kenapa-kenapa kok. Ada apa? Gue baru banget mau tidur," ucapku dengan agak mengantuk

Aku melirik jam dinding. Kedua jarum jam sudah hampir menunjuk angka 12, hampir tengah malam.

"Calon laki loh nih! Enggak pakai perasaan banget sih, ngabarin kita tengah malam gini. Padahal ya, beritanya tuh bisa dikabarin besok aja. Kan kasian, sekretarisnya dia harus ngabarin sekretaris ketua cabang Jakarta, terus dia harus ngabarin gue, terus gue harus ngabarin lo," cerocos Dita di ujung panggilan telepon, lengkap dengan suara menguapnya

"Dit, Dit, fokus," ujarku berusaha menghentikannya, "Kabarnya apa? Mungkin Tama enggak sadar kalau disini udah tengah malam,"

"Oh ya, oke. Sampai lupa," di seberang Dita terkikik dan menghela napas pelan, "Tama minta perwakilan kita segera datang kesana dan mengerjakan projek itu. Kalau dipikir-pikir sih emang harus gerak cepat ya, karena bulan Juni kan udah harus beroperasi,"

"Tadi kan kita juga udah rapat internal bareng anak tim desain dan landscape. Kita udah bentuk 3 tim juga kan, tim pabrik Dublin, kafe Dublin, dan kafe Mullingar. Timeline juga udah dibuat, dan akhir minggu ini udah harus ada denah, potongan, tampak. Jumat siang bisa kita presentasiin di kantor mereka. Besok lo kabarin gitu ya ke sekretaris cabang Jakartanya,"

"Maksud gue 'kesana' itu bukan ke kantor Jakarta, tapi ke Dublin. Akomodasi bakal disiapin sama Tama. Dia cuman minta kabar tentang berapa jumlah yang bakal kesana. Teruuus, bagian yang paling penting adalah.. dia minta lo ikut juga kesana," ucapnya semangat, "Bukan minta deh, tapi lo harus ikut kesana!"

"Hah? Lo salah info kali," celetukku kaget

"Gue ini sekretaris profesional loh, Kil. Gue kalau ngasih info ginian enggak mungkin salah. Kalau waktu SMA, kejadian si amplop Winson itu, bukan salah gue,"

"Maaf, maaf, duhh maksud gue enggak gitu," seruku cepat, "Gue cuman kaget aja. Kan enggak ada perjanjian kalau kita harus kesana gitu. Yah, walaupun waktu ngerjain projek luar negri lainnya juga kita harus ke site langsung. Biasanya kan enggak full disana,"

"Why are you rambling? Akila, tenang. Mungkin lo harus membicarakan ini dengan Tama lagi,"

"Oke, gini aja. Besok lo kabarin sekretaris cabang Jakarta, kalau tim kita enggak harus kerja berbulan-bulan langsung disana. Mungkin untuk survei aja di awal, dan finishing di akhir," terangku

"Gue bukannya enggak profesional ya, Kil. Tapi, menurut gue, menurut gue niih ya, lo aja yang ngomong ke Tama langsung. Kayaknya Tama juga cuman mau lo ada di deket dia lebih cepat,"

Aku terdiam mendengarnya. Masa iya sih Tama segitu pedulinya?

"Eh, dasar lo nyebelin! Pulsa gue bisa abis cuman buat nunggu lo selesai bengong doang," celetuknya

"Maaf, duh. Besok gue isiin pulsa lo. Lain kali free call aja juga gapapa kok,"

"Yaudah, dah. Dipikirin lagi ya, Kil,"

Sambungan diakhiri oleh Dita. Gue hanya bisa menghela napas pelan sambil berjalan ke kamar.

"Lo kenapa? Dapet telepon tengah malam, terus jadi murung," tanya Iyel

Sampai lupa kalau daritadi ada Iyel juga di ruang depan.

"Gapapa kok. Gue tidur dulu ya. Lo jangan kemaleman tidurnya, besok kan lo ngantor,"

"Besok gue anter aja kak. Gue ada urusan di deket kantor lo,"

"Oke. Selamat tidur,"

***

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang