XX

3.2K 318 3
                                    

Gue pasti sudah sama gilanya dengan lelaki di Belvedere itu!

Apa-apaan lo Tam, bertanya seperti itu tanpa berpikir terlebih dulu?! Gimana kalau dia enggak siap untuk itu dan malah pergi ninggalin lo?

Please, princess. Say something.

Dapat gue rasakan kalau dia sedang meneliti kesungguhan di kedua mata gue. Lihat, princess, gue sungguh-sungguh bertanya seperti itu.

Di tengah keheningan kami, dia terbatuk-batuk. Dia sampai memegangi dadanya. Membuat gue semakin khawatir.

"Tarik napas perlahan, sweetheart," ucap gue, berusaha tenang, sambil mengelus punggungnya perlahan, "Sekarang buang napas perlahan ya. Pelan-pelan,"

"Aku udah baik-baik aja. Makasih,"

Senyum itu muncul lagi. Wanita gue tersenyum sambil menatap gue.

"Tam, aku.. Maksud kamu.. Hm, aku.. Duh, maksudku itu.." dia mendesah pasrah dan memejamkan matanya sejenak. Lalu membuang napasnya perlahan.

Dia menatap gue dengan begitu dalam. "Tama, jangan bermain-main denganku. Ucapanmu itu bisa membuat harapanku melambung terlalu tinggi tentang hubungan kita. Aku selalu mau menikah begitu lulus kuliah, dan.. dan.. bukan berarti aku menganggapnya sebagai sebuah lamaran. Bukan berarti aku tidak mau menikah denganmu. Tapi kita baru saja bertemu lagi. Bagaimana kalau kita sudah berubah dan ki..,"

Racauannya itu berhenti seketika saat gue berlutut di hadapannya.

"Akila, aku tau kita baru saja bertemu lagi dan selalu ada kemungkinan kalau kita sudah berubah. Ya, kita berubah," ucap gue sambil merapikan anak rambutnya yang berterbangan, "Aku menyukai perubahanmu. Aku sudah melihat sikapmu yang lebih tegas dan berani, dan caramu menyesuaikan diri dengan sekitar. Enggak lagi terlalu sesuka hati, tapi tetap menjadi dirimu sendiri. Menikahlah denganku,"

"Menikah enggak semudah itu, Tam. Aku butuh waktu untuk meyakinkan diriku. Maaf,"

Gue berusaha tersenyum. Tenang, Tama! Wanita ini hanya perlu meyakinkan dirinya lagi.

"Biarkan aku meyakinkanmu, princess,"

Wanita di depan gue tersenyum lagi. Wajah pucat dan tegangnya tadi sudah kembali merona.

Gue segera berdiri dan tersenyum jahil, "Kalau jadi pacarku, apa kamu mau?"

"Tamaa! Masa kamu nembak aku kayak gitu. Ih!" dia mencebik

Gue mengernyit heran, "Bukannya memang kayak gitu biasanya?"

"Masa pacar-pacarmu sebelumnya mau kalau ditembak kayak gitu? Nyebelin!"

"Kamu yang pertama sebenarnya,"

Dia langsung memandang gue dengan tatapan seolah-olah gue pasti bohong. Lalu berubah menjadi tatapan bertanya-tanya. Enggak lama kemudian, dia tertawa begitu puas. Bahkan sampai memegangi perutnya dan terbungkuk-bungkuk.

"Kamu enggak pernah nembak cewek sebelumnya? Lawakan kamu enggak lucu tau," dia mengucapkannya sambil menahan tawa

Dia berdiri, dan melangkah ke arah lift. Gue mengikutinya, "Hei! Aku serius. Awas ya kamu!"

Dengan 2 langkah lebar, gue berhasil sejajar dengannya. Gue mengalungkan lengan gue ke lehernya. Mendekatkannya lagi kepada gue.

Dia kembali tertawa. Tawanya yang begitu gue sukai. Gue akan selalu berusaha membuat lo tertawa seperti ini, sweetheart.

***

"Pesen pizza aja ya buat makan malam,"

Bukannya menanggapi Liam, gue menggerutu, "Kalian berdua ngapain sih kesini?"

"Gue dipaksa tuh sama Liam," dengan heboh Greg menunjuk-nunjuk Liam. Yang dimaksud malah hanya tiduran di sofa dengan santai.

"Where is your princess?"

"Jalan-jalan dengan timnya," jawab gue, "Kenapa lo nanyain dia, Liam? Stay away from her,"

Greg tertawa. Membuat gue heran dan menatap dia bertanya-tanya.

"Liam kan suka sama salah satu tim desain lo itu. Dia ada di rombongan yang gue dan Liam antar kemarin, " Greg terkikik, "Malah Liam 'maksa' cewek itu buat semobil sama dia,"

Gue tertawa meledek Liam. Dia malah pura-pura enggak mendengar dengan menutup wajahnya dengan bantal kursi.

"Oke, tapi kenapa kalian kesini?"

Liam dan Greg saling bertatapan. Seperti enggak yakin untuk menjawab pertanyaan gue barusan. Keduanya duduk tegak dan berdeham beberapa kali. Greg mengisyaratkan supaya Liam yang berbicara.

"Hm, jadi gini. Tadi gue melihat Brigette di shopping centre. Dia makan bareng temen-temennya di salah satu kafe. Bisa dilbilang gue menguping pembicaraan mereka, walaupun salah mereka juga. Mereka ngomong di tempat umum dengan suara yang enggak kecil,"

Greg berdeham enggak sabar.

"Oke, gue cuman mau bilang kalau gue enggak mendengar percakapan mereka dengan jelas. Tapi itu menyangkut lo, perusahaan lo, hubungan kerjasama perusahaan lo dan ayahnya dia, dan sesuatu tentang memiliki lo seutuhnya. Dan, dia juga bilang kalau dia akan melakukan apapun supaya lo menikahi dia," dia berdeham singkat, "Lo hati-hati aja sama cewek itu,"

"Gue tau apa yang mau lo omongin! Gue juga enggak percaya kalau cewek sehalus dia bisa berpikir kayak gitu. Tapi enggak ada salahnya berhati-hati, kan?" ujar Greg sebelum gue sempat berkomentar

Gue berusaha memahami maksud mereka, dan sebenarnya gue memang setuju. Perempuan bertutur dan bersikap halus itu memang tampak berbeda dari biasanya. Entahlah, gue enggak dapat memahami itu.

"Gue bakal cerita tentang pertemuan tiba-tiba gue dan Brigette selama 2 hari kemarin," ucap gue akhirnya, "Tapi gue pesan pizza dulu,"

Setelah memesan layanan antar pizza, gue duduk di sebelah Liam. Gue menceritakan semuanya kepada mereka. Mulai dari sapaan awal Brigette, perubahan ekspresinya, dan kebingungan gue akan perubahannya itu.

Sesekali gue melihat Liam dan Greg bertatapan. Seperti mencurigai sesuatu.

Obrolan kami berlanjut hingga pizza datang, bahkan sampai pizza itu habis.

"Gue bakal bantu sebisa gue. Perasaan gue enggak enak soal cewek kalem ini," ujar Liam dan ditimpali anggukan oleh Greg

"Ibaratnya itu laut. Laut berombak tinggi itu memberi tanda kalau dia berbahaya. Kalau pada akhirnya orang masih suka beraktivitas disitu, ya udah resiko mereka sendiri," ucap Greg, "Beda, Josh, dengan laut yang kalem dan tenang. Mereka tampak mengundang dan aman, tapi terkadang resikonya sama aja dengan laut berombak tinggi,"

Gue mengangguk paham.

"Thanks, lads,"

"Santai aja. Bilang kami berdua kalau ada apa-apa. Jangan lupakan Kev dan Scott, karena mereka juga peduli dengan lo, Josh," ujar Greg

"Malam ini gue mau nginep di rumah lo, ya. Please," pinta Liam dengan wajah memelas

Sekilas gue melihat Greg menatap rumah sebelah, rumah Mrs Oceane. Mungkin hanya bengong biasa.

"Tidur di kamar tamu tapi. Kalau di karpet nanti badan gue pegal," ujar Liam sambil berjalan cepat ke arah kamar tamu

Gue hanya bisa mendesah pasrah melihat kelakuannya itu.

***

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang