XIV - Tama

3.5K 352 6
                                    

"Sir, tiket Jakarta-Dublin untuk 8 orang sudah dipesan. Penerbangannya terbagi jadi 2, yaitu Jumat malam dan Sabtu pagi waktu Jakarta,"

"Enggak masalah. Tolong cetakkan reservasi tiketnya,"

Perempuan di hadapan gue dengan cekatan mengambil beberapa lembar kertas di mejanya, lalu menyerahkan ke gue.

"Terima kasih, Jade,"

Dia mengganggukkan kepala. Gue berlalu dari mejanya dan masuk ke dalam ruangan gue.

"Sebentar lagi gue bakal liat senyum lo secara langsung, princess,"

Ticket, checked!

Gue menelpon Jade, "Tolong carikan kotak ukuran sedang. Warnanya? Warna-warna lembut, dan polos. Hm, sediakan paling lambat setelah makan siang hari ini. Terimakasih,"

Gue membaca-baca berkas di tangan gue. Reservasi dan surat-surat visa untuk mereka. Gue mengisinya dengan cepat dan tepat.

"Jade, apa saya ada jadwal rapat hari ini?" ucap gue setelah panggilan diangkat, "Jam 2? Yeah, yeah. Baiklah, terimakasih Jade," gue memutus sambungan telpon

Gue membawa berkas-berkas visa dan kelengkapan lainnya. Kali ini gue akan meminta bantuan Liam untuk mengusus visa dalam waktu cepat. Jangan tertipu dengan ketengilannya saat berkumpul dengan gue dan Greg.

"Liam, gue ke kantor lo sekarang. Talk later, lad,"

Gue memberi pesan-pesan singkat kepada Jade, lalu memencet tombol turun lift. Begitu pintu lift terbuka, gue masuk dengan langkah ringan. Kali ini gue tidak lagi berusaha menyembunyikan senyum di wajah gue. Tidak peduli dengan tatapan penasaran para karyawan, atau "keharusan" gue jaga image di depan mereka.

***

"Josh, hey take a seat!"

"Lagi enggak ada temu klien?" ucap gue basa basi begitu duduk di sofa ruang kerjanya

"Nah. Apa yang bisa gue bantu untuk usaha lo melamar perempuan ini?" tanya Liam dengan wajah serius

"Bantuin gue mengurus visa-visa atas nama orang-orang ini. Selesai sebelum hari Sabtu," gue menunjukkan berkas-berkas yang gue bawa. Data diri 8 orang tim desain yang akan gue bawa dari Jakarta.

"Datanya lengkap untuk mengurus visa. Besok malam gue antar ke rumah lo,"

Dia langsung mengangkat gagang telpon di mejanya. Sepertinya menginstruksikan seseorang untuk menyelesaikan visa-visa itu. Cara bicaranya yang santai berubah menjadi serius dan demanding.

"Siapin pizza dan soda banyak besok," cengirannya muncul lagi saat dia duduk di single seat

"Thankyou, lad,"

Visa, checked!

***

"Mr. Edbert, kami akan berusaha membuat rumah ini nyaman ditinggali oleh rekan kerja Tuan. Akan kami rapikan lagi, terutama di bagian ruang depan dan taman," ucap wanita paruh baya di depan gue dengan semangat

"Tolong penuhi dapur dengan bahan makanan, dan.."

"Sepertinya bukan rekan kerja biasa," ucapnya jahil, "Pasti salah satunya adalah wanita yang istimewa bagimu. Betulkah, Josh?"

Wanita di depan gue ini memang sudah bekerja untuk keluarga gue sejak dulu. Bisa dibilang, sudah turun-temurun keluarganya menjadi pekerja di rumah ini.

"Ya, salah satunya adalah wanitaku. Bagaimana kau tau, Arrandelle?"

"Aku mengurusmu sebelum kau pindah ke Indonesia. Anakku juga bilang kau pemimpin yang tegas dan jarang sekali tersenyum, tapi di rapat online kemarin kau terlihat.. bahagia," jawabnya dengan senyum lebar, "Hanya dengan membayangkannya berada di rumah ini, kau tersenyum dengan begitu hangat,"

"Aku hanya ingin membuatnya nyaman. Apa berlebihan?"

"Tidak sama sekali. Sekarang pergilah! Biarkan kami membantumu dengan merapikan tempat ini," ucapnya sambil berpura-pura mengusir gue

"Sabtu ini harus si.."

"Just go, Josh! Kau membuatku sakit kepala!" ucapnya dengan cengiran

House, checked!

***

"Semoga kerjasama kita dapat berlangsung dengan baik," ucap laki-laki paruh baya ini

Kami berjabat tangan, lalu berbasa-basi sambil berjalan keluar ruang rapat. Setelah Mr. Stewart dan wakil lain perusahaanya masuk ke dalam lift, gue bergegas menghampiri Jade.

"Kotaknya sudah saya letakkan di meja. Memang tidak polos, tapi pasti perempuan itu suka. Saya juga membeli kartu ucapan, senada dengan wana kotaknya," ucap Jade sebelum gue menanyakan permintaan gue tadi pagi itu

"Seandainya enggak ada kamu.. Saya pasti enggak bisa melakukan ini semua. Thankyou,"

"Sama-sama. Enggak sabar bertemu wanita ini. Dia bisa membuatmu mengucapkan begitu banyak 'terimakasih' dalam sehari,"

Gue mendapati kotak biru muda dengan corak warna putih, atau ungu muda banget, di atas meja dan tersenyum lebar karenanya. Gue memasukan beberapa benda yang sudah gue siapkan, lalu menutup kotak itu. Merasa melupakan sesuatu, gue membuka kotak itu lagi.

"Ini nih baru cowok romantis, Tam. Mereka tuh nanti malem mau nge-date, jadi si cowok ngasih kotak hadiah ke pacarnya,"

"Isinya bom kali," celetuk gue

Malam Minggu ini gue habiskan di rumah Akila, untuk mengerjakan tugas kelompok bersama. Tapi seperti biasanya, Akila malah teralihkan oleh film-film komedi romantis. Gue enggak inget film apa yang kami tonton sekarang, tapi Akila selalu bergumam kagum akan keromantisan si cowok.

"Bukan!! Itu isinya baju dan sepatu buat si cewek. Lengkap dengan surat yang kata-katanya romantis banget. Yaampun, kalau gue punya pacar kayak gini.."

"Udah dulu nontonnya. Kerjain dulu nih tugas Inggris buat lusa. Ada ide gak?"

"Tenang, Tam. Enggak ada yang ketinggalan. Tinggal lo kirim aja. Akila pasti suka," gumam gue

Box, checked!

***

Kenangan lain yang Tama ingat, membawanya berjalan jauh diiringi hembusan angin musim gugur Mulligar yang mulai mengganas. Bahkan dia enggak mengeluh sedikitpun tentang itu. Things he do for love.

Mungkin kenangan yang sama sudah hanyut terbawa hujan deras Jakarta, atau mungkin juga Akila masih mengingatnya dengan jelas.

Tetap ikuti perjalanan keduanya ya :)

WANTED! Cat Biru Kesayangan AkilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang