Di Kahyalott….
Ratu Classera terpaku menatap permukaan danaunya. Ia kemudian mengulurkan tangannya hingga gaunnya yang menjuntai menyentuh permukaan air itu, tapi sama sekali tidak meninggalkan jejak basah di sana.
"Semuanya belum berakhir, Fairy Illy Acacia. Sejak awal saya sudah peringatkan kamu untuk berhati-hati di dunia manusia. Ini ujian kamu yang sesungguhnya. Ingat, rasa cinta manusia itu kadang dikuasai oleh obsesi mereka. Tidak ada yang suci." Senyum simpul penuh arti kemudian tergores di bibirnya.
~~~
Bi Nana sudah pulang kampung sejak semalam. Karena khawatir, Alan menugasi mang Tarjo untuk mengantarkannya sampai ke statsiun dengan menggunakan motor. Dan pagi itu, seisi rumah masih terjaga. Kecuali mang Tarjo yang sudah asik dengan kopinya di pos satpam.
Alan tertidur dengan posisi terlentang lurus. Di sampingnya, Freyya nyaris berputar, posisi kepalanya ada di perut Fay Illy, sedangan kakinya di atas paha Alan. Dan Fay Illy, ia terlentang dengan tangan terentang lebar hingga menutupi wajah Alan.
"Fuuuhh... Fuuhhh...." Karena kesulitan bernafas, Alan meniup apa pun yang sekarang menutupi hidungnya, tapi tetap tidak menyingkir. Perlahan ia membuka matanya, barulah ia menyadari jika itu telapak tangan Fay Illy. "Ya ampun...," gumamnya. Ia mengangkat tangan itu seraya menguap. Jadilah telapak tangan Fay Illy ia gunakan untuk menutupi uap dari mulutnya.
Fay Illy mengerjap saat merasakan tiupan hangat di telapak tangannya. Tapi, ia belum juga terbangun. Tangan Fay Illy masih Alan genggam, semakin erat.
Alan tersenyum bahagia. Pagi itu adalah pagi terindah setelah lebih dari satu tahun hidupnya kosong. Itu karena peri mungil dan peri ajaibnya. Saat ia asik memperhatikan wajah pulas Freyya dan Fay Illy, tiba-tiba keduanya mengulat bersamaan, ia sampai menahan tawa dibuatnya.
"Hmmhhh...." Fay Illy mendesah sebelum kedua matanya terbuka. Yang pertama ditangkap matanya adalah senyum hangat Alan. "Al, umm… kamu udah bangun?"
"Udah dari tadi." Senyum Alan semakin mengembang. "Malah aku udah puas lihatin muka polos kamu sama Frey lagi tidur nyenyak. Kalian lucu, sama-sama cantik."
Pujian itu sama sekali tidak membuat Fay Illy tersipu, atau bahkan tersenyum. Jadilah Alan merasa gagal memuji, atau ia memang payah dalam hal semacam itu.
Di perut Fay Illy, Freyya juga akhirnya terbangun. "Dady...," gumamnya.
"Pagi, sayang...," sapa Alan.
"Dady... Aku lapar," kata Freyya sambil memegangi perutnya, sementara kedua matanya belum sepenuhnya terbuka.
Alan dan Fay Illy baru teringat jika bi Nana tidak ada. Itu artinya, semua pekerjaan rumah tidak ada yang menghendel, termasuk makanan untuk Freyya. "Siapa yang masak?" tanya mereka kompak.
"Umm... biar aku aja yang masak, deh," kata Alan mendahului.
"Tapi kamu masih sakit, Al," timpal Fay Illy. "Biar aku aja."
"Gak papa, masak kan, gak pake lari-lari, jadi pasti bisa. Lagian... emangnya kamu bisa masak?" Alan memicing sangsi.
"Umm..." Fay Illy ingat jika ia sering memperhatikan bi Nana memasak, tapi tetap saja ia tidak bisa. Dalam keadaan seperti itu, ia kembali menyesali nasibnya. "Seandainya aku masih punya kekuatan, aku bisa membuat masakan apa pun tanpa harus repot-repot," pikirnya.
"Ya udah, masaknya sama-sama aja," Freyya menengahi. Tanpa menunggu, ia beranjak turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar.
Setelah saling menatap beberapa detik, Alan dan Fay Illy pun menyusul dengan pegangan tangan Alan belum terlepas sejak tadi. "Frey, tunggu!" teriak mereka kompak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy For Daddy
FantasySeandainya peri itu nyata... Bukan, bukan seandainya Memang nyata... Peri cantik yang hanya dengan goresan senyumnya sanggup melukis pelangi dari uap awan mendung.... Peri cantik yang hanya dengan sentuhan jemarinya sanggup menghidupkan kembali kel...