17_ I'm Sorry

3.5K 380 22
                                        

"Hai, Fay," sapa Verro dengan senyum ramahnya.

"H-hai...."

"Barusan aku denger kamu mau keluar, kenapa?" tanya Verro pada Fay Illy yang masih melongo, kaku. "Gak sopan loh, kalau ada tamu baru datang, eh tuan rumahnya malah ke luar ninggalin."

"Umm...." Fay Illy menoleh singkat pada Alan. "Ya... sebenarnya aku juga bukan tuan rumah di sini."

"Tapi, buat Alan sama Freyya, kayaknya kamu udah jadi bagian dari rumah mereka," Verro menimpali. "Lebih gak sopan lagi kalau kamu biarin mereka berdua mikir 'Ya' dan kamu tetep 'Gak'." Ucapannya ini seketika membuat suasana ruangan tidak nyaman.

"Lo salah minum obat?" tanya Alan, memicing pada Verro.

"Iya, omongan lo aneh," Niki menambahkan dengan delikan sinis.

Bukan aneh, Verro hanya tengah berusaha menebak keadaan. Dan lukisan Freyya yang masih ada padanya cukup menjadi petunjuk. "Ya... anggap aja gue lagi teler, makanya ngelantur," selorohnya. "Oh ya, Fay, biar aku temenin yu, keluarnya! Lagian Freyyanya juga tidur, jadi males di sini cuma buat liatin mereka berdua. Umm... mungkin kamu lebih ngerti gimana rasanya, Fay?"

"..." Fay Illy justru semakin tidak mengerti maksud Verro. Akhirnya, ia hanya mengendikan bahu.

"Udah, ayo! Katanya mau ke luar." Langsung saja Verro menarik tangan Fay Illy keluar dari ruangan itu.

Niki tersenyum licik, merasa kemenangan berpihak padanya saat Fay dan Verro membiarkannya berdua saja dengan Alan. Sebenarnya, bertiga dengan Freyya yang masih tertidur. "Bagus mereka ngerti buat ngasih kita ruang berdua," katanya puas. Ia mulai duduk sangat dekat di samping Alan.

Sebaliknya, Alan justru merasa kesal karena Verro membawa Fay Illy keluar. "Please, aku lagi sakit jadi jangan ngelakuin hal aneh-aneh." Wajah malas Alan kini berganti serius.

"Lan, aku kan ke sini mau nemenin kamu," jawab Niki sambil mengusap dahi Alan. "Apanya yang aneh-aneh?"

Alan menepis tangan Niki lalu menghela nafas kasar. "Niki, kita udah sama-sama dewasa, dan kamu harusnya bisa ngerti dengan sikap aku selama ini. Aku cuma nganggap kamu teman dan rekan kerja. Gak lebih dan aku harap gak akan pernah lebih dari itu."

"Lan," Niki diam sesaat. "Denger, ya! Aku gak peduli kamu ngomong apa pun aku tetep-"

"Jangan rendahin harga diri kamu lagi," Alan menyela. "Kamu cantik, semua orang tahu. Dan kamu bisa dapatin cowo manapun yang kamu mau, tapi bukan aku. Jujur aja, aku cape sama sikap kamu selama ini, masa kamu sendiri gak cape? Jadi, udah waktunya aku tegas."

"Tapi, Lan…, selama ini aku ngelakuin semuanya sampai rela ngejar-ngejar kamu itu karena aku sayang banget sama kamu, aku cinta sama kamu, aku cuma mau sama kamu." Niki tetap bersikeras, sedikit memelas. Hatinya sakit, pasti. Ketegasan Alan kali ini benar-benar membuatnya ingin menangis.

"Tapi aku enggak," Alan kembali berkata jujur. Dan ia sadar jika itu memang sadis.

"Kamu... jahat, Lan!" Mata Niki mulai berkaca-kaca.

"Lebih baik aku jahat sekarang dari pada nanti," tukas Alan. "Niki, udah waktunya kamu terima kenyataan. Please, biarin aku fokus sama Freyya."

"Bohong!" Sergah Niki sedikit membentak. "Dari dulu sampai sekarang hidup kamu kan, emang cuma buat Freyya. Jadi, sekarang kamu tiba-tiba berubah gini bukan gara-gara Freyya lagi, tapi pasti gara-gara cewe aneh itu, kan?" tebaknya yakin. "Kamu suka kan, sama Fay? Makanya kamu gak mau aku ganggu kalian."

"Iya!" jawab Alan mantap. "Aku suka sama cewe aneh itu, tapi bukan gara-gara dia aku ngomong sekasar ini sama kamu sekarang. Aku cuma ngerasa udah waktunya kamu berhenti, stop. Aku gak mau kamu terus maksain diri gini. Gak semua yang kamu mau harus kamu dapatin. Dan aku yakin, nanti kamu bisa dapatin yang lebih baik dari aku."

Fairy For DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang