26_ Magically Perfect (END)

3.2K 338 82
                                    

Hari ulang tahun itu tiba....

Freyya merayakan hari bahagia itu sore hari, bersama orang-orang yang ia sayangi. Ada dady, bi Nana, mang Tarjo, Davi, om Verro, om Aria, tante Tiara, dan tentu tante Niki yang sudah menjadi perinya om Verro. Ralat, Mak Lampirnya.

Lihatlah, Freyya sudah tumbuh besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lihatlah, Freyya sudah tumbuh besar. Satu tahun itu, tak terasa ia tumbuh semakin tinggi, semakin cantik, dan rambut pirangnya pun semakin panjang. Tapi, Alan justru baru menyadarinya hari itu, saat melihat peri mungilnya begitu cantik dalam balutan gaun putih yang menirukan gaun ka Fay di dalam lukisan. Hanya saja, gaun Freyya ditambahkan bagian lengan. Entah kenapa Freyya memilih warna itu, putih yang mengingatkan Alan pada perinya.

Lantunan lagu ulang tahun memaksa Freyya segera meniup lilinnya. Sebelum meniupnya, ia memejamkan mata seraya berdoa. "Semoga hari ini ka Fay kembali bawa kado ulang tahun buat aku...."

Seketika nyanyian ulang tahun berhenti. Doa itu terlalu lantang diucapkan hingga semua orang diam terheran-heran, terutama Alan. Ditiuplah lilin di atas cake sederhana yang hanya dikeliligi mawar putih itu oleh Freyya. Setelah meniupnya, Freyya tersenyum pada semua orang. "Kenapa pada bengong?"

"Ah? Enggak papa...," Verro lebih dulu menyahut. Diikuti anggukan oleh yang lainnya. "Ya udah, sekarang Frey potong kuenya."

Di samping Freyya, Alan masih belum bergerak.

"Dady! Ayo, potong kuenya berdua," kata Freyya menyadarkan Alan.

"Oh... i-iya, ayo."

Acara itu pun berlangsung hangat. Orang dewasa berbincang bersama orang dewasa, sedangkan Freyya bermain bersama Davi. Sebenarnya, ironis bagi Alan yang saat itu hanya sendiri di antara semua sahabatnya yang sudah berpasangan. Tapi, Alan tetap bersyukur dan mencoba menikmati momen bahagia itu dalam senyuman tulus.

~~~

Usai perayaan ulang tahun, rumah Alan kembali sepi. Senja sudah berganti malam, tapi Freyya masih duduk, menunggu di bawah pohon Akasia. Tangannya menggenggam jepit rambut pink berbentuk sayap yang sejak sore ia kenakan di rambutnya. Ia juga tidak mau mengganti gaunnya karena jika ka Fay datang, ia ingin terlihat secantik perinya itu. "Huffhh...." Freyya mulai lelah menunggu.

"Frey, udah gerimis. Ayo, masuk." Alan masih berjalan menghampiri Freyya.

"Dady, doa aku gak dikabulin, ya?" tanya Freyya tanpa menoleh.

"Sayang, gak semua doa dijawab Allah...." Alan kemudian duduk bersandar di punggung Freyya. "Ya udah, kalau kamu masih mau di sini, dady temenin."

Freyya balas menyandarkan kepalanya di punggung dady-nya. "Hmm...."

Dari balik pohon itu, yang terlihat hanya gelap. "Mungkin-" 'Perinya gak datang hari ini', itu yang akan Freyya ucapkan. Tapi, terhenti saat ia mencium aroma itu. Aroma yang dulu ia cium saat pertama kali perinya muncul di sana.

Fairy For DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang