Perlahan, Kira berjalan maju mendekati seorang wanita yang memiliki perawakan tinggi bertubuh kecil, rambut bergelombang dan tentunya pakaian cantik yang jarang sekali dikenakan oleh wanita penduduk desa Wonosolo yang mayoritas hanya menggenakan daster atau pakaian ala kadarnya yang membuat mereka merasa nyaman bergerak saat disawah. Sesekali Kira melirik mbah Nurila, nenek yang telah mengasuhnya sejak dia bayi.
"Jangan takut. Temui ibu dan kakak kembarmu," ujar mbah Nurila mencoba memberi dukungan kepada Kira yang terlihat sedikit ragu.
Karena keadaan kakaknya yang sakit-sakitan, Kira terpaksa dititipkan sementara kepada mbah Nurila. Ibu dari Anata, ayah Kira, yang sering mengunjunginya sambil membawa mainan. Setelah keadaan Aya, kakak Kira yang sudah cukup sehat, Anata mengajak Rahayu, istrinya, dan kakak Kira untuk bertemu pertama kalinya sejak mereka dilahirkan.
"Kemari, nak!" Anata menarik perlahan lengan mungil Kira untuk menuntunnya mendekati Rahayu. Dengan senyum lembutnya Rahayu mulai duduk berjongkok dengan anggun, menyamakan pandangan kepada Kira.
"Sini peluk ibu." Rahayu mulai memeluk Kira dengan kelembutan dan kehangatan yang sangat ia inginkan sejak dulu.
"Ibu rindu dengan Kira yang kuat." Ucapan Rahayu membuat Kira gembira bukan main. Ia pun membalas pelukan Rahayu sambil mencium aroma harum yang muncul dari tubuh Rahayu. Kira ingin mengenal dan mengingat aroma tubuh Rahayu. Aroma tubuh ibu kandungnya.
"Ma..." Suara kecil terdengar dari belakang Rahayu. Seorang gadis yang memiliki wajah dan tinggi yang sama dengan Kira, namun ia terlihat lebih manis dengan rambut panjangnya yang halus dan kulitnya yang putih. Ia menggengam erat baju Rahayu. Rahayu pun melepaskan pelukan rindunya terhadap Kira dan menoleh ke arah gadis kecil itu.
"Aya, ini adikmu Kira." Rahayu tersenyum. Ia mendekatkan anak kembarnya satu sama lain sehingga mereka saling menatap.
"Hai. Nama saya Aya.... Aya Serafina." Gadis itu berbicara terbata-bata. Kira memandangi wajah gadis itu dengan saksama. Saat ini Kira merasa berdiri di depan cermin besar yang memantulkan bayangan akan dirinya dari atas sampai kaki. Semua terlihat sama, kecuali kulit Kira yang agak gosong karena sering bermain layang-layang, rambut panjangnya yang kusut dan baju dekilnya yang ia pakai sejak kemarin. Dengan sedikit gugup Aya melayangkan senyuman kepada Kira. Kira membalas senyuman itu. Seakan-akan mereka berdua berada didepan kaca.
"Aku Kira, Kira Serafina" balas Kira dengan lantang. Seketika Rahayu, Anata dan mbah Nurila tertawa kecil mendengar perkataan Kira. Sedangkan Aya melihat Kira dengan tegun. "Senang bertemu denganmu kakak!" lanjut Kira yang langsung memeluk saudara kembarnya itu tiba-tiba. Aya agak terperanjat dengan perbuatan Kira yang tak disangkanya. Namun ia membalas pelukan Kira dengan lembut dan hangat. Hari ini merupakan hari paling bahagia bagi Kira karena akhirnya ia dapat bertemu dengan ibu dan kakak kembarnya setelah menunggu dengan sabar. Aya juga merasa begitu bahagia, karena ia bertemu dengan seseorang yang mirip dengannya dan memiliki sikap ceria.
***
Pada suatu siang, sekumpulan anak perempuan kelas 2-3 mengelilingi sebuah bangku yang terletak di pojok belakang. Semua perkataan dan tawa para anak perempuan itu terdengar begitu menakutkan. Anak laki-laki yang ada dikelas itu hanya bisa melirik melihat keadaan itu tanpa berbuat apapun. Aya yang saat itu berada tepat ditengah kumpulan itu terisak pelan.
"Apaan nih? Cuman diginiin aja udah nangis?!" salah satu dari mereka yang terlihat seperti pemimpin menyundul kepala Aya. Melihat kejadiaan itu semua hanya tertawa.
"Mau ngadu pada kembaranmu yang sinting itu?"
"Cengeng banget, pengecut. Gitu sok imut di depan kak Eza."
KAMU SEDANG MEMBACA
69 ✔
Teen FictionQuality: Raw Rate: 15+ Status: 16 to 16 (completed) Started: February 23, 2016 End: April 25, 2016 69, Kita ini bagaikan angka 6 dan 9. Bentuk mereka sama tapi sebenarnya mereka berbeda. Tapi mereka tetap satu kesatuan dari sebuah angka. Seperti kit...