Secara pelahan lelaki itu berlajan mendekat ke kasir sembari menatap papan menu yang terpasang diatas. Dengan seksama lelaki itu mengamati setiap menu yang ada disana."Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" sang kasir tersenyum ramah dan siap mencatat pesanan di mesin kasirnya
"Americano satu dan ..." Lelaki itu memberikan jeda seakan dia sedang berpikir keras akan pilihan keduanya. "Hot Choco satu." Tambahnya. Dengan tanggap kasir itu mencatat pesannya dan lelaki itu membayarnya.
"Mohon tunggu sebentar." Ucap kasir sembari menyerahkan alat semacam Timer yang akan berbunyi jika pesanannya selesai dibuat. Lelaki itu berjalan menuju meja kosong dan meletakan Timer diatas meja. Setelahnya dia mengeluarkan ponselnya dan membaca kembali pesan yang masuk di ponselnya sejam yang lalu.
=Brandon, Ini Aya.
Aya sudah meminta saudara Aya untuk datang ke Delight Café jam delapan malam ini. Apa tidak masalah?=
Lelaki itu, Brandon tersenyum saat membaca ulang isi pesan di layar ponselnya.
"Tentu saja Aku tahu. Ini nomormu Aya." Gumam Brandon. Ia pun memasukkan kembali ponselnya dan menatap jam tangan yang ia sematkan di tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan jam delapan malam, tetapi orang ia tunggu belum muncul juga. Bahkan Brandon tidak pernah melepaskan pandangannya dari arah pintu masuk café, meski ia harus mengambil pesannanya saat Timer dimejanya berbunyi.
"Satu Americano dan satu Hot Choco" ucap pramusaji dari balik mejanya. Brandon pun mengambil nampang yang diberikan pramusaji itu. Cring..Cring.. bunyi gemericik lonceng kecil yang ditaruh tepat diatas pintu berhasil mengalihkan pandangan Brandon ke arah suara itu. Seorang perempuan dengan sweater agak kebesaran berwarna merah dengan lengan putih dipadu corak love di depan, masuk kedalam café sembari membetulkan tas slempang yang hampir melorot dari bahunya.
Secara pelan Brandon melangkah mendekati perempuan itu. Perempuan bertopi snapback dengan rambut panjang bergelombang yang sedikit diwarna di ujungnya, perempuan yang pernah di lihat di kursi penonton saat pertandingan softball. Perempuan yang membuat keributan disana. Perempuan yang memiliki wajah yang sama dengan Aya. Saudara Aya.
"Hai." Sapa Brandon ketika sudah berada di hadapannya. Perempuan itu mendongakkan kepalanya dan menatap langsung ke manik mata Brandon. Deg tiba-tiba jantung Brandon berdebar cepat. Debaran yang sama setiap kali Aya menatap langsung kematanya akhir-akhir ini
'Jangan berdebar. Dia bukan Aya!' pikiran Brandon meyakinkan dirinya untuk tidak berperilaku bodoh. Brandon mengalihkan perhatiannya kearah nampan yang masih ia pegang.
"Apa kamu mau Hot Choco?" Brandon mencoba menawarkan minuman yang sengaja dia beli tadi sebelum perempuan didepannya datang. Perempuan itu menatap Brandon curiga.
"Aku baru tahu kalau di cafe ini memberikan minuman gratis kepada pengunjung yang baru datang." Perkataan perempuan itu berhasil membuat Brandon sedikit menarik sudut bibirnya.
"Tentu saja tidak. Aku sengaja membelinya sebelum kamu datang." Balas Brandon. "Dan aku Brandon. Brandon Baker teman Aya yang meminta bertemu denganmu." Brandon memperkenalkan dirinya ke perempuan di depannya yang begitu mirip dengan Aya.
"Teman?" Perempuan itu mengulang satu kata yang diucapkan Brandon. Ia sendiri sadar apa yang ia ucapkan, bahkan dia sempat bingung memperkenalkan dirinya sebagai siapa. Pacar? Namun selama ini Aya tidak pernah menganggapnya sebagai pacar sejak dia meminta, mungkin lebih tepatnya sedikit memaksakan untuk menjadi pacarnya.
Tanpa sadar ingatan itu muncul, kejadian yang tidak pernah dilupakannya. Terutama sosok Aya yang menangis begitu memilukan sembari memeluk erat tubuhnya di sudut ruangan dengan gemetar hebat. Sebuah sosok rapuh yang memaksanya untuk membawa Aya pergi dari tempat kejadian dan memaksakan kehendaknya untuk menjadi pacar Aya demi melindunginya, melindunginya dari orang-orang yang berbuat keterlalu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
69 ✔
Teen FictionQuality: Raw Rate: 15+ Status: 16 to 16 (completed) Started: February 23, 2016 End: April 25, 2016 69, Kita ini bagaikan angka 6 dan 9. Bentuk mereka sama tapi sebenarnya mereka berbeda. Tapi mereka tetap satu kesatuan dari sebuah angka. Seperti kit...