Part 24

1.7K 14 0
                                    

Keesokan harinya, Chillo datang ke Bandung untuk menjemput Nella dan kedua anaknya. Ia berharap Nella menerima lamaran dadakannya kemarin.

"Kamu sudah mau pergi?" tanya Berta.

"Iya, ma. Doakan aku ya?" pinta Chillo.

"Tanpa kamu minta, mama akan selalu mendoakanmu" balas Berta. Chillo memeluk Berta erat.

Ketika Chillo hendak keluar menuju mobilnya, Berta mendatangi Chillo dan memeluknya erat sekali lagi. "Berikan ini pada Nella, entah ia menolak atau menerima kamu, tapi berikan ini" kata Berta setelah melepas pelukannya pada Chillo. Ia memberikan kotak berisi kalung.

"Kalung itu pemberian nenek kamu, mamanya mama. Diberikan pada anak perempuan pertama di keluarga mama. Tapi karena mama cuman punya kamu, ya udah, ini jadi mama kasihkan buat Kelly aja" kata Berta sambil tersenyum.

"Terimakasih, ma" kata Chillo.

Ia lalu pergi, menemui Nella yang mungkin sudah siap dengan jawabannya.

---

"Ren, aku bingung" kata Nella perlahan.

"Kenapa?"

"Lamaran Chillo. Apa aku harus menerimanya?" tanya Nella bingung.

"Jawablah sesuai dengan kata hatimu, jangan meminta keputusan orang lain untuk sesuatu yang menyangkut masa depanmu" balas Aren.

"Jujur saja, aku masih bingung..." gumam Nella.

Aren menepuk bahu Nella, "ikutilah kata hatimu" bisik Aren lalu pergi untuk membukakan pintu tamu yang datang.

---

"Permisi, bisakah aku bertemu Nella?" tanya seorang pria seumuran dengan Nella.

"Maaf, anda siapa ya?" tanya Aren curiga.

"Aku teman kecil Nella, perkenalkan namaku Theo" kata pria bernama Theo itu.

"Oh, silahkan masuk" balas Aren.

"Kau bisa menemui Nella di kamar pintu coklat" kata Aren.

"Terima kasih"

Theo lalu menghampiri kamar dengan pintu coklat. "Nella.." panggil Theo.

"Maaf, anda siapa ya?" tanya Nella.

"Aku Theo, teman masa SD-mu" balas Theo sambil tersenyum hangat.

Nella kenal dengan senyum itu, senyum seorang pemuda dengan gigi ompongnya. "Theo!" Nella menjentikkan jarinya.

"Akhirnya kau ingat aku..." kata Theo lalu menghampiri Nella.

Mereka bercerita lama sekali, hingga tak sadar sedari tadi ada yang memperhatikan mereka. Pandangan cemburu dan terluka menjadi satu.

---

"Kenapa lo nggak masuk?" tanya Aren.

"Gue udah tau jawabannya meskipun gue belum nanyain dia" balas Chillo lemas.

"Lo bodoh, harusnya lo tanya dulu!" ketus Aren.

"Nggak usah, itu akan ngganggu dia. Gue liat si Theo-Theo itu bisa jagain dan buat Nella ketawa. Gue harap dia bisa jagain Nella dan anak-anak gue" kata Chillo lalu tersenyum kecut.

Aren hanya bisa terdiam menatap Chillo, ia tidak bisa berkomentar, seluruh kata-kata yang berada di otaknya serasa hilang tanpa jejak.

"Ren, kalo Theo udah pulang, gue titip kasihkan ini ke Nella. Bilang aja kalo itu dari mama gue" kata Chillo sambil menyerahkan tiga kotak berisi kalung, satu kotak berisi cincin, lalu banyak kantong yang ia yakini berisi peralatan anak-anak mereka.

Hope.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang