Part 12

365 17 0
                                    

Chillo pun merenung di ruangannya. Semua pekerjaannya telah selesai, membuat ia sekarang hanya bermenung diri. Biasanya, akan ada pesan dari Nella, entah basa-basi atau hal lain. Namun, sekarang tidak ada.

Pesan dari Rasti pun seakan tak berarti apa-apa. Semua terasa hampa bagi Chillo.

Kayaknya aku harus minta maaf! batin Chillo.

Ia pun memeriksa jam tangannya, memastikan waktunya sangat tepat untuk meminta maaf.

"Nanti kalo ada yang carik saya, bilang aja saya ke proyek" kata Chillo pada skretarisnya.

---

Chillo mendatangi ruangan Nella, namun sebelum ia membuka kenop pintu ruang Nella, skretaris Nella menahan langkah Chillo. "Maaf, Bu Nella masih tidak bisa diganggu" kata skretaris itu datar.

Chillo mengernyit, biasanya ia akan diperbolehkan masuk separah apapun kesibukan Nella.

"Biasanya juga saya boleh masuk" cetus Chillo.

"Maafkan saya, Pak. Saya cuman menjalankan tugas yang diberi Bu Nella" balas skretaris itu.

"Shit" maki Chillo.

Chillo pun pergi meninggalkan meja skretaris Nella. Ia tidak pergi meninggalkan kantor itu. Ia hanya ingin bersembunyi, menunggu Nella keluar dari bangku nyamannya.

---

"Bu, sudah aman" kata Skretarisnya, membuat Nella merasa lega sekaligus bersalah.

Nella hanya ingin Chillo menghargai perasaannya. Ia ingin bertindak egois sekali saja. Namun rasa bersalahnya juga banyak, membuat ia menyesal telah menolak kehadiran Chillo.

"Terima kasih" balas Nella singkat. Skretarisnya menunduk dan ijin undur diri kembali ke ruangannya.

Nella melirik jam yang ada di mejanya. Waktu menunjukkan saatnya untuk makan siang. Nella pun mengambil tasnya lalu bergegas ke luar.

"Saya tinggal dulu, semua saya pasrahkan ke kamu" kata Nella kepada skretarisnya. Ia memang harus berpindah setidaknya setiap makan siang.

Nella segera keluar menuju lobby bawah, tempat mobilnya terparkir anggun disana. Ia tidak mengerti kalau mobil Chillo terparkir tepat 2 mobil di belakang mobilnya.

Nella masuk ke dalam mobilnya, dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju cafe favoritnya, dan juga Chillo.

Sesampainya di cafe, ia memesan menu favoritenya, lalu duduk di tempat favoritnya. Ia benci keramaian jam makan siang, dimana semua karyawan maupun murid berkumpul jadi satu dan membicarakan berbagai macam hal yang menusuk. Oleh karena itu ia suka duduk di pojokan, yang lebih sepi daripada dekat kerumunan.

"Senang lo masih hapal tempat duduk favorit kita!" Nella yang mendengar suara familiar itu pun tertegun. Ia tak menyangka akan bertemu dengan cintanya yang tak akan terbalaskan.

Apa tadi dia bilang? Kita? Setelah semua yang ia lakukan?

"Maaf Mr. Chillo, sepertinya anda dan saya tidak akan pernah jadi kita dalam ikatan apapun!" tegas Nella dingin.

Chillo pun tersentak dengan nada dingin penuh intimidasi dari Nella. Namun, ia harus tetap mencoba, ia harus mendekatkan diri pada Nella lebih giat lagi, dalam arti ia harus berusaha mendapatkan maaf serta persahabatan mereka kembali.

Chillo pun pergi meninggalkan Nella, membuat Nella bernafas lega. Bukan karena ia membenci Chillo, namun ia merasa tidak kuat harus berlama-lama menatap wajah yang sangat ia rindukan itu.

Tak lama kemudian, Chillo kembali. Hal itu membuat Nella yang sudah bernafas lega kembali menegang. Akhirnya, ia mengeluarkan headset yang selalu ia bawa kemana-mana. Ia menyalakan lagu favoritnya, tidak peduli ada Chillo di depannya.

Chillo menatap Nella dengan pandangan memelas. Harapannya jatuh sudah, Nella tidak mau berbicara dengannya. Bahkan, Nella tidak mau menatapnya.

Apa salah gue udah terlalu besar ya?

Chillo merenung, hingga ia tak sadar bahwa sedari tadi Nella mengamatinya. Pikiran Chillo terbawa ke masa lalu, ketika ia juga bertengkar dengan Nella hanya masalah pacar Chillo.

Ia baru tersadar dari lamunannya ketika waiter datang membawakan minuman pesanannya.

"Makasih, mbak" kata Chillo.

Chillo menatap Nella kembali yang sedari tadi sibuk mencoret, padahal kalau ia melihat dengan seksama, yang dicoret Nella merupakan kertas kosong dengan coretan aneh dimana-mana.

"Apa gue nggak berhak dapet kesempatan lagi?" lirih Chillo, yang masih bisa didengar oleh Nella yang sebenarnya tidak sedang mendengarkan lagu kencang. Nella hanya mendesah pasrah dan menggeleng.

"Apa yang bisa gue perbuat? Biar setidaknya gue dapet maaf dari lo?" tanya Chillo.

Nella terdiam. Jujur saja, saat ini adalah saat yang ia nantikan. Titik terlemah Chillo, membuat ia bisa memanfaatkan Chillo agar ia memutuskan Rasti.

Namun ia tidak ingin egois, ia tidak ingin kelemahan Chillo ia gunakan untuk memusnahkan Rasti.

"Apa gue perlu mutusin Rasti biar lo seneng?" tanya Chillo, membuat Nella kembali menegang. Bagaimana ia bisa paham akan keinginannya?

"Kalaupun gue mutusin Rasti, kalo itu bisa buat lo maafin gue, dan buat pertemanan kita nggak buyar, it's okay, gue bisa!" putus Chillo.

Lidah Nella kelu. Ia tidak bisa berbicara apa-apa. Jujur saja, inilah yang ia inginkan, namun nada suara Chillo, membuatnya seakan-akan ia wanita terkejam di dunia.

"A-apa kata lo deh" kata Nella kemudian.

---

Keesokan harinya, hari berjalan normal. Nella tetap dingin kepada Chillo, dan Chillo tidak sempat meminta maaf lagi pada Nella karena tugas kantornya. Nella pun tidak ambil pusing, ia tetap bekerja seperti biasa.

"LOOO! JALANG SIALAN!" teriak seseorang yang telah masuk ke dalam ruang Nella. Nella mendongakkan kepalanya, dan menatap Rasti yang kini sedang murka. Nella tersenyum miring, matanya menatap Rasti sinis.

"Jalang kok teriak jalang! Anda pikir cara teriak anda seperti ratukah? Bahkan kata jalang masih terlalu bagus bagi anda!" balas Nella dingin.

"LOO!?! LO UDAH BUAT CHILLO MUTUSIN GUE! SIALAN LO! JALANG! YOU ARE BITCH!" teriak Rasti lagi.

"Sayangnya kelakuan anda seolah mencerminkan anda sendiri yang seperti bitch!" balas Nella, masih dengan posisinya yang tadi.

Rasti murka, ia mendekati Nella dan menjambak rambut Nella penuh emosi. Rambut Nella serasa mau copot akibat jambakan itu.

"HENTIKAN!" teriak sebuah suara.

Kedua gadis itu menoleh dan menemukan Chillo telah berdiri disana. Tangan lelaki itu mengepal seakan menahan amarahnya.

"Sayang! Dia itu kan yang rebut kamu dari aku? Dia tadi udah jambak aku!" rajuk Rasti sambil mendekati Chillo.

Nella sendiri lebih mementingkan penampilannya, tak peduli lagi dengan perkataan Chillo.

"Jelas-jelas gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalo lo yang jambak! Masih juga lo boong!" ketus Chillo.

"Ja-jadi? K-kamu?" tanya Rasti terbata.

"Apa? Gue ngeliat? Emang! Sejak lo ngomong sobat gue bitch, gue udah dateng. Dan gue merasa terhina!" seru Chillo sambil memelintir tangan Rasti penuh emosi.

"Pergi lo JALANG! Nggak sudi gue ketemu lo!" ketus Chillo. Rasti pun lari terbirit-birit takut dengan Chillo.

---

Hope.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang