_4_

2.9K 214 0
                                    

Shena memantapkan hati dan melangkah pasti menyusuri koridor kearah kelas XI, ia tak mau persoalan ini makin berlarut-larut jika tak diselesaikan saat ini. Ia tak peduli apapun tanggapan Panji nanti yang jelas ia harus menemuinya sekarang.

Beberapa anak kelas XI menatapnya dengan sedikit horor, mungkin mereka bertanya-tanya ngapain anak kelas X berani-beraninya masuk kekawasan rawan ini, karena jarang bahkan tak pernah anak kelas X sampai nyasar keareal kelas XI.

Shena cuek dan terus melangkah maju, saat ini bel masuk baru saja berbunyi sehingga semua siswa sudah duduk dibangku masing-masing, hanya beberapa saja yang masih berkeliaran dikoridor kelas. Para guru belum sampai kekelas karena jarak kantor dilantai bawah memakan waktu cukup lama untuk sampai kekelas dilantai 2 dan 3.

"Eh senior, maaf. Panji Kusuma Jaya kelas XI berapa ya?" Tanyanya sopan pada seorang senior cowok yang berpapasan dengannya.

"Oh, Panji kelas XI 7, diujung koridor," jawab sisenior dengan kening berkerut, mungkin heran dengan kehadiran Shena diwilayah mereka.

"Thanks," senyum Shena kemudian berlalu menuju kelas yang dimaksud. Matanya nyalang menatap plang yang tertulis nama kelas diatas pintu masuk.

Shena melangkah masuk ketika menemukan kelasnya Panji, suasana kelas yang tadinya ribut mendadak hening ketika sosok Shena muncul dipintu, semua mata menatapnya horor dengan seribu pertanyaan, Shena acuh dan matanya berkeliling mencari orang yang ingin ditemuinya.

"Nji liat siapa yang datang, kayaknya cewek yang nonjok lo waktu mos deh," sikut Budi dilengan Panji dengan mata tak lepas dari ambang pintu.

Panji sontak mendongak kearah pintu diikuti ketiga temannya Budi, Deni dan Adit, alisnya bertaut melihat cewek yang sedang berjalan kearahnya.

"Mau ngapain dia? Berani-beraninya masuk kekelas kita." Deni ikut angkat bicara.

Shena menghampiri meja yang dijadikan sarang Panji dan rekan-rekannya, "bisa bicara sebentar?" tanpa tedeng aling-aling Shena langsung pada maksudnya dengan tatapan tajam kemanik hitam Panji.

"Oke," angguk Panji dan bangkit dari kursinya menuju pintu diikuti Shena, semua pasang mata menatap punggung keduanya yang menghilang dibalik pintu.

Keduanya beriringan menyusuri koridor kearah X1 10, kelas paling pojok dan berhenti ditempat yang dirasa aman dari pandangan teman-teman Panji.

"Ada perlu apa?!" Datar suara panji mengalir dari bibirnya sambil bersandar kedinding dengan kaki tertekuk dan tangan menyilang didada, matanya tajam mengintimidasi Shena.

"Langsung saja ya, gue kesekolah ini untuk belajar bukan untuk cari musuh. Rasanya gak nyaman kalau ada yang menatap gue sinis dan gak senang dengan keberadaan gue disini. Jadi gue ingin menyelesaikan masalah waktu mos kemarin." Shena memulai pembicaraan.

"Apa mau lo?!"

Shena menarik nafas dan menghembuskan dengan kasar, ia menyelipkan anak rambut yang menghalangi pandangannya kebalik telinga. "Meski bukan gue yang mulai, tapi sebagai yang lebih muda gue minta maaf karena telah menonjok wajah lo waktu itu."

Panji tak menjawab, matanya masih terpaku menatap Shena dengan raut wajah terkejut. Ia tak menyangka cewek ini secara legowo meminta maaf padanya, padahal jelas-jelas ia yang lebih dahulu menamparnya. "Seharusnya gue yang meminta maaf karena gue yang memulainya, gue gak tau Dila berbuat sewenang-wenang sama teman lo dan ngejemur kalian panas-panasan. Waktu itu gue baru balik dari kelas dan melihat lo berbuat seenaknya sama senior lo, jadi gue reflek nampar lo, sorry." Panji menunduk menatap manik mata Shena.

Shena manghembuskan nafas lega, ia mengulurkan tangannya di udara mengajak Panji salaman. "Sorry juga."

Panji menjabat tangannya seraya mengayun sekali dengan senyum menghias bibirnya.

"Hoi, kok malah pacaran disitu, nggak masuk kelas apa?" sebuah sapaan keras dari pintu kelas X1 mengusik kedua orang itu.

"Mati gue, jam pertama fisika lagi sama pak Bambang." Shena menepuk jidatnya, "gue kekelas dulu ya, bye!" Shena berlari menjauh menuju kelasnya.

"Shen!" terdengar teriakan Panji mamanggilnya membuat Shena menghentikan langkah dan membalikkan badan, "Thanks!"ucap Panji sambil tersenyum manis.

"Sama-sama," balasnya kemudian terbirit-birit menuju kelasnya yang terletak diujung koridor.

***

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang