_5_

3.1K 201 2
                                    

Jam menunjukkan pukul 06.45 WIB ketika Shena menyusuri koridor lantai dua, masih banyak waktu sebelum bel masuk berbunyi. Tak seperti biasanya kelas Shena kelihatan sepi, tak ada satupun teman sekelasnya yang berkeliaran dikoridor kelas, masak iya sih kelas X3 baru seorang Shena saja yang datang, yang lainnya pada kemana?

"Pagi Shenitaaaaa!!" sapaan kompak terhambur ketika tangan Shena mendorong pintu kelas, ia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya melihat teman-teman sekelasnya sudah duduk manis dibangku masing-masing dengan tangan terlipat dimeja persis anak kelas satu SD.

"Pagi! Kalian ngapain?" Kerutan dikening Shena kian berlipat melihat teman-temannya yang senyum-senyum kearahnya, dilihat dari gelagatnya mereka pasti ada maunya.

"PR donk Shen, please!!!!" tuh kan tepat dugaan Shena, mereka belum mengerjakan PR matematika dan seperti biasanya PR Shena yang menjadi korbannya.

"Kalian semua niat sekolah nggak sih! Masak iya kompak nggak ngerjain PR," omel Shena tapi tangannya tetap mengeluarkan buku PR dari dalam tas. Serentak suara kursi bergeser dan mereka berebutan mengambil buku ditangan Shena, "Eiiiit, jangan rebutan!!!! Dan ingat!! Jika kesucian buku gue ternodai sedikit saja jangan harap kalian bisa dapat contekan lagi." Ancam Shena seraya meninggikan tangannya yang menggenggam buku. Shena memang anak yang paling encer otaknya dan dijadikan andalan oleh teman-temannya.

"Iya my Queen ngerti!!!" Mereka kembali bersikap manis dan menerima buku dari tangan Shena dengan lembut, bahkan Yogi pentolan kelas yang terkenal paling bangor bisa bersikap gemulai jika sudah menyangkut masalah PR.

Shena menghela nafas dan dengan penuh kepasrahan ia membiarkan PR-nya dilahap dengan rakus oleh seisi kelas. Ia memilih keluar kelas dan bersandar didinding memandangi lalu lalang siswa yang baru datang, ia tersenyum membalas sapaan anak-anak kelas lain yang menegurnya.

Tiba-tiba ia tersentak ketika pandangannya menangkap sosok Panji dan gengnya, entah kenapa semenjak pertemuan hari itu jantungnya selalu berdebar kencang jika melihat cowok itu, dan Shena paling suka melihat senyumnya. Diam-diam Shena sering curi-curi pandang untuk menikmat senyum manis Panji. Senyum yang menghapus kerinduannya pada seseorang.

Shena menekan dadanya yang terasa berdegup kencang, apakah ia mulai suka pada Panji? Tidak, ia menggeleng. Jujur diakuinya ia suka melihat senyum Panji, bukan suka dalam artian lain, artinya ia bukannya naksir pada cowok itu, hanya suka melihat senyumnya, hanya itu saja. Ah, Shena pun susah untuk menerangkannya.

Dan sialnya kedua sohibnya Dea dan Ayu sering memergokinya sedang menikmati senyum manis Panji dan bisa ditebak Shena jadi korban kejahilan keduanya jika mereka berpapasan dengan Panji atau kebetulan bertemu dikantin.

***

"Pagi anak-anak." Bu Astuti, guru Bahasa Indonesia melangkah dengan anggun kemeja guru, bu guru satu ini merupakan guru yang paling disukai siswa karena tak pernah marah dan selalu mengajar dengan senyum.

"Pagi buuuuu!!"

"Hari ini kita akan belajar pribahasa, pribahasa yaitu....bla..bla" Bu Astuti menerangkan panjang lebar materi yang sedang dipelajari. "Ok, coba kalian teruskan pribahasa ini, 'Bersatu kita teguh bercerai kita......?"

"Kawin lagi bu." Sontak kelas penuh dengan tawa membahana mendengar jawaban ngaco Yogi.

"Itu mah hobi bokap lo," celetuk Andra rekan sejatinya Yogi.

"Bokap gue bukannya hobi kawin, tapi hobi koleksi selir," Yogi membela bokapnya yang kembali membuat tawa membahana.

"Sudah...sudah, jawabannya kok ngaco sih," lerai bu Astuti, "Sekarang coba kamu Andra lanjutkan pribahasa ini, 'sekali merengkuh dayung, dua tiga....?"

"Dua tiga hari tepar dirumah sakit bu, kecapean ..." jawaban Andra tak kalah ngaconya membuat teman-temannya terpingkal-pingkal seraya memegangi perut masing-masing dengan air mata bercucuran.

Bu Astuti hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah anak didiknya, "Shenita, coba cari satu pribahasa yang dilanjutkan oleh yang lain," bu Astuti menatap Shena.

"Baik bu," Shena diam sejenak, "Guru kencing berdiri, murid kencing....?"

Banyak telunjuk teracung ingin meneruskan pribahasa Shena, "Wulan teruskan," perintah bu Astuti pada Wulan yang duduk dipojok kiri.

" Murid kencing berlari bu," jawab Wulan seraya membasahi bibirnya, nih anak memang hobi membasahi bibir biar jadi pusat perhatian cowok-cowok.

"Salah bu, bukan itu jawabannya," Sela Yogi penuh percaya diri, "Guru kencing berdiri, murid cowok berdiri juga lah yang cewek jongkok, repot bu kalau ikut kencing berdiri, nanti kami malah gak kebagian toilet," lanjutnya kalem seolah jawabannya benar. Gerrr.... Teman-temannya tak bisa mengatupkan rahang saking lebarnya tertawa.

Bel istirahat berbunyi mengakhiri pelajaran bahasa Indonesia, bu Astuti keluar ruangan setelah mengucap salam diikuti para siswa menuju kantin untuk memadamkan demo diperut masing-masing.

***

"Shenitaaaa.....kantiiiiin...." teriakan nyaring dari pintu kelas membuat Shena mnghentikan kegiatannya merapikan buku, dua sohibnya nyengir kuda sambil mendekat kemeja Shena.

"Buruan, laper nih," rajuk Ayu dengan muka memelas membuat Shena geleng-geleng kepala, tingkah Ayu seolah tak makan selama dua hari.

"Yuk, gue udah selesai beresin buku," Shena melenggang menuju kantin diikuti Ayu dan Dea.

Seperti biasa kantin selalu penuh sesak dengan pengunjung yang mau mengisi perut, setelah antri beberapa menit akhirnya mereka berhasil membawa mangkok masing-masing. Ayu dengan siomay dan es the, Dea bakso dengan jus alpukat dan Shena mie ayam dengan jus jeruk.

"Shen, Panji tuh," bisik Ayu jahil seraya menunjuk kearah Panji dan rekan-rekannya yang duduk dimeja sebelah. Shena menoleh dan terpaku dengan senyum yang ditujukan Panji padanya.

"Hai Shen," sapanya membuat Ayu dan Dea batuk bersamaan.

"Hai senior," balas Shena gugup, ia berusaha mentralisir debaran jantungnya yang bekerja begitu bersemangat setiap kali menikmati senyum cowok itu, hanya ketika ia tersenyum.

Shena memang lebih suka memanggil kakak kelasnya dengan sebutan 'senior' ketimbang 'kakak'.

Ketiga sohib Panji bersiul-siul menggoda Panji, mereka sepertinya tahu ulah Shena yang sering curi-curi pandang dan sepertinya Panji pun suka berbuat serupa sehingga ia pun tak luput dari keisengan ketiga temannya.

"Mau anggur Shen?" tawar Ayu sambil menyodorkan kotak makanan berisi anggur, Ayu memang suka membawa buah-buahan kekantin terutama anggur.

"Thanks, gue lebih suka apel dari pada anggur, lebih enak," tolak Shena halus.

"Enakan anggur lagi,"debat Ayu tak mau kalah.

"Enakan Apel, soalnya gue lebih suka diapelin tak suka dianggurin kaya lo." Balas Shena tak mau kalah membuat Ayu merengut kesal, dan tanpa mereka sadari keempat cowok dimeja sebelah tersenyum penuh arti mendengar perdebatan keduanya.

"Lo denger nggak, dia suka diapelin, udah tembak aja mau nunggu apa lagi sih?" bisik Deni membuat Panji bersemu merah.

"Apaan sih, belum tentu juga dia mau menerima, lagian due lagi suka sama orang lain," elak Panji namun tak urung jantungnya berdetak kencang.

"lo sih nggak peka jadi cowok, kalo gue jadi lo udah gue sikat dari kemarin-kemarin." Adit menimpali.

"lo emang dasarnya mata keranjang, liat cewek bening dikit aja langsung main sikat," tangan Budi menoyor kepala Adit membuat cowok itu nyengir, "emang siapa yang lo taksir?" Budi mengalihkan pandangan kewajah Panji.

Panji tak menjawab namun matanya terpaku kesatu titik diikuti ketiga temannya, "Lo suka Dila?????" ketiganya serempak mengerutkan kening dengan mata terbeliak kearah Panji, Panji mengangguk pelan. Adit, Budi dan Deni lemas dikursi masing-masing.

***

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang