prolog

6.8K 376 2
                                    

Dengan mengendap-endap sesosok gadis membuka jendela kamarnya perlahan tanpa suara, ia tak mempedulikan gelak tawa yang terdengar dari ruang keluarga. Bagi gadis lain malam ini merupakan malam bahagia setelah siangnya melaksanakan ritual sakral ijab qabul pernikahan tapi tidak bagi gadis ini. Jika ia tak kabur malam ini juga maka ia akan terkurung dalam penjara menakutkan pria yang menjadi suaminya, suami yang tak dicintainya dan tak sepadan dengannya.

HAP! Dengan pakaian pengantin yang masih melekat ditubuh sigadis berhasil melompat keluar jendela. Segera disingsingkannya kain yang membalut kaki jenjangnya dan berlari kekencang-kencangnya menembus kegelapan malam. Yang ada dipikirannya saat ini hanya satu menjauh dari rumah yang telah mengukir banyak kenangan indah sepanjang hidupnya, rumah masa kecilnya.

Hh...hh...hh...

Sigadis membungkuk dengan tangan tertumpu di lutut menenangkan deru nafasnya yang putus-putus, dilayangkannya pandangan kerumah kenangan itu membisikkan kata selamat tinggal. Dari kejauhan ia melihat keributan dirumah itu, sial!!! Ia ketahuan!!! Seliweran cahaya senter berkelebat kesegala penjuru. Mereka berpencar mencari sigadis yang kabur dimalam pernikahannya.

Tak mau buang waktu sigadis kembali memutar langkah dan mengambil langkah seribu, Ia tak mau tertangkap dan kembali kerumah itu. Tak dipedulikannya onak dan duri menggores kaki telanjangnya, juga ranting pohon yang menyobek pakaian pengantinnya, ia tak peduli. Pokoknya ia harus pergi jauh sejauh-jauhnya dari tempat ini.

Sial!! Double sial!! Kain yang dipakainya menghambat larinya. Telinganya menangkap suara langkah kaki orang-orang yang mencarinya. Ia harus sembunyi, pikirnya. Secepat kilat ia masuk kerimbunan semak belukar membenamkan diri diantara duri tumbuhan perdu itu.

Segerombolan orang-orang itu berhenti tepat didepan tempat persembunyiannya, sigadis menahan nafas takut deru nafasnya akan terdengar oleh orang-orang itu.

"Bagaimana? Kalian menemukannya?" terdengar bentakan keras suara perempuan, dan ia kenal itu suara Tante Maya adik kandung mamanya.

"Tidak ketemu Nyonya, sial!! Cepat sekali anak itu menghilang."

Tante Maya menggeram marah, "Cari sampai ketemu!!!! Aku tidak mau tau pokoknya malam ini anak sialan itu harus ditemukan!!!!"

"Baik nyonya!!!" Serempak suara anak buah tante Maya.

"Sialan!!! Anak itu mendatangkan masalah besar buat kita, kalau tau keadaannya seperti ini sudah dari dulu anak itu kulenyapkan seperti orang tuanya!!!"

Sigadis terhenyak, dari semula ia sudah menduga apa yang menimpa kedua orang tuanya bukan kecelakaan murni tapi disengaja, hanya saja ia tak menyangka Tante Mayalah pelakunya, adik yang sangat disayangi mamanya. Dengan sekuat tenaga sigadis menahan isak tangisnya namun air mata mengalir membasahi pipi mulusnya.

"Ayo Ma, kita kita harus menemukan anak itu, jika tidak Mbah Jambrong bisa ngamuk malam pertamanya gagal total." Om Joni menggamit lengan istrinya dan berlalu dari tempat itu.

Sigadis menghembuskan nafas lega, tapi sebuah tepukan dipundaknya nyaris membuat ia menjerit histeris jika mulutnya tak dibekap seseorang yang saat ini ada dibelakangnya.

"Sssst, nak ini bapak."

"Pak Karta??? Saya pikir anak buahnya Tante Maya," ucapnya lemas dan terduduk ditanah.

"Ayo nak, kita harus pergi dari sini." Pak Karta berjalan mengendap-endap diikuti sigadis dari belakang. Mereka berjalan dalam diam dengan kewaspadaan tingkat tinggi, sesekali mereka celingukan mengawasi keadaan sekeliling sebelum kembali melangkah.

Akhirnya mereka sampai ditempat terbuka dan tampak sebuah motor bebek hitam terparkir disana. Keduanya segera berboncengan dan meninggalkan asap hitam yang keluar dari knalpot motor.

***

Pagi menjelang, sigadis dan pak Karta telah sampai diterminal bus antar kota. Sigadis telah mengganti pakaian pengantinnya dengan shirt putih polos dan celana jeans ketat warna hitam, rambutnya yang semalam disasak kini telah kembali lurus seperti biasa dan dalam keadaan basah. Sigadis menyempatkan mandi dikamar mandi umum terminal.

"Nak, maaf bapak tidak bisa membantu banyak, bapak merasa bersalah pada orang tuamu karena tidak bisa menjagamu dari kelicikan nyonya Maya dan Tuan Joni." Pak Karta berkaca-kaca dan menatap haru gadis yang berdiri dihadapannya.

"Nggak apa-apa pak, bapak sudah banyak berjasa pada keluarga kami. Saya mau pamit, tapi tolong sesekali bapak datang kemakam mama dan papa. Saya gak tahu kapan akan kembali tapi saya janji suatu saat saya akan balik kesini dan merebut apa yang menjadi hak saya."

Pak karta mengangguk, dadanya terasa sesak menahan sedih dan tanpa terasa air mata mengalir dipipi keriputnya. "Hati-hati nak," bisiknya.

Sigadis mengangguk dengan air mata menggantung, dipeluknya pak tua dihadapannya, pak tua yang telah dianggapnya sebagai orang tua keduanya.

Dengan langkah berat sigadis naik kedalam bus, melambaikan tangan kearah Pak Karta dengan airmata bercucuran. Ia tak tahu kemana arah kaki akan membawanya dan kemana takdir akan menghempaskannya. Sekali lagi ia menoleh kebelakang, Pak karta semakin jauh ketinggalan dan akhirnya menghilang dari pandangan.

***

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang