Café sangat ramai hari ini, kebanyakan pengunjungnya anak-anak SMA yang baru bubaran sekolah. Memang kafe ini kafe gaul tempat tongkrongan anak-anak muda, sekedar buat ngisi perut dan ngeceng bahkan ada yang menjadikan kafe ini buat janjian sama pacar.
Shena menyenangi kesibukan barunya, bekerja dikafe ini memang menguras energi tapi Shena senang. Setidaknya ia tak lagi harus masuk kekandang singa yang dipenuhi laki-laki mesum dan menyaksikan pemandangan seronok tanpa sensor sedikitpun. Freesex, alkohol dan drug tak lagi jadi santapan matanya. Shena bukannya tak bisa jaga diri, tapi berlama-lama ditempat seperti itu tak mustahil ia tak tergoda, secara ia juga anak muda yang ingin mencoba hal-hal baru.
Dan Ale adalah orang pertama yang bahagia mendengar Shena mundur dari kerjaan lamanya, ia berulang kali mengucap syukur atas keputusan Shena. Dan dari Ale jugalah Shena mendapat informasi tentang kafe ini yang lagi butuh karyawan baru. Atas rekomendasi Ale sipemilik kafe menerima Shena bekerja tanpa banyak pertanyaan. Shena berjanji akan bekerja seprofesional mungkin meski harus pintar membagi waktu antara sekolah dan bekerja.
Shena menghampiri meja disudut kafe yang baru ditempati empat orang cewek-cewek modis, mereka cekikikan menarik perhatian cowok-cowok yang duduk dimeja samping mereka. Hhh! Persis cekikikan kunti diatas pohon.
"Mau pesan apa?" Keempatnya berhenti cekikikan dan beralih menatap Shena tak suka, keasyikan mereka terganggu dengan kehadiran Shena, kemudian dengan angkuhnya membolak balik menu yang diletakkan Shena dihadapan mereka.
"Mmmmh, cappucino dinginnya dua, latenya satu dan....lo mau pesen apa?" yang paling centil menoleh kearah rekannya dengan gaya manja yang dibuat-buat.
"Samain deh, late juga." Jawab sikacamata.
"Makanannya?" Shena menulis pesanan dinote ditangannya, matanya menatap keempat cewek centil yang asyik mempelototi daftar menu.
"Udah, itu aja,"
"Oke, saya ulangi, cappucino dingin dua dan late dua. Ditunggu ya?" Shena tersenyum manis dan melangkah kebarista mengantarkan kertas pesanan cewek-cewek tadi.
Makin sore pengunjung kian membludak, celotehan riang ala anak-anak muda memenuhi seantero kafe. Tawa ceria cewek-cewek manja dan suit-suit nakal cowok-cowok alay, diiringi musik indie yang mengalun menambah semarak suasana. Shena dan teman-temannya sibuk mondar-mandir melayani pesanan para pengunjung, kakinya terasa pegal kebanyakan berdiri. Dari mulai masuk tadi sampai sekarang ia belum bisa duduk sedetikpun. Tapi ia tak boleh mengeluh karena ini resiko pekerjaannya, melayani dengan senang hati meski pelanggan bersikap menjengkelkan. Kan udah sering dengar pameo 'pembeli adalah raja'.
Serombongan anak-anak muda memasuki café, mereka memilih duduk dimeja dekat panggung kecil yang disediakan untuk musik live dimalam minggu. Kursi dimeja itu muat menampung delapan orang pengunjung, memang meja itu disediakan untuk pengunjung yang datang berombongan seperti saat ini.
"Shen!!! Ambil order di meja satu!!" teriak Bang Dayat, karyawan senior dicafe ini. Bang Dayat telah dianggap sebagai ketua dari semua pekerja dicafe ini selain karena ia yang paling tua ia juga berwibawa dan sanggup mengatur semua bawahannya.
"Sip bang!" Shena mengangkat jempolnya keudara dan memutar langkah kemeja yang dimaksud. "Selamat sore, mau pesan apa?" Shena menyodorkan menu diiringi senyum manis pada penghuni meja satu.
"Shena!!!!?" Shena mengangkat wajahnya, ALAMAK!!! Ada lobang nggak dilantai, Shena mau menghilang nih!
"Hai semua!!" Sapa Shena gugup, matanya menyapu ketujuh orang yang saat ini menatapnya dengan tatapan yang sukar ditebak. Josh, Adit, Panji, Deni, Budi dan plus dua cewek yang menganggap Shena sebagai musuh, Dila dan Stefani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Romance"Bagaimana? Kalian menemukannya?" terdengar bentakan keras suara perempuan, dan ia kenal itu suara Tante Maya adik kandung mamanya. "Tidak ketemu Nyonya, sial!! Cepat sekali anak itu menghilang." Tante Maya menggeram marah, "Cari sampai ketemu...