Pembicaraan dirumah sakit beberapa hari yang lalu membuat Shena pusing tujuh keliling, bahkan ia sampai sulit tidur memikirkannya. Ia sering uring-uringan sendiri dan marah-marah tak jelas, kalau sudah begini jangan coba-coba mendekati Shena, bisa-bisa jurus kameha-mehanya hinggap dikepala.
Semula Shena menduga Josh akan menolak mentah-mentah perjodohan ini, apalagi dia begitu shock ketika mendengar cerita mommynya, dan Shena bersiap-siap menarik nafas lega karena akan mendengar penolakan Josh. Tapi nyatanya, cowok itu bersemangat menerima perjodohan mereka bahkan meminta mommynya untuk secepatnya menikahkan mereka.
Shit!!! Menikah dengan Josh???
Dengan cowok mesum itu??? Hal yang tak pernah terlintas sedikitpun diotak Shena, bahkan membayangkan menjadi pacar Josh saja ia ogah, jangankan pacar, jadi teman Josh saja ia malas. Tapi kini ia harus menerima kenyataan bahwa Josh adalah jodohnya? Bahkan hal itu telah direncanakan semenjak ia belum lahir? Semenjak ia masih berbentuk janin dirahim mamanya? OH NO!!! BIG NO!!!
"ARRRRRGGGGG!!!??" Shena menggeram seraya meremas rambutnya frustasi. Yang lebih membuatnya frustasi tante Mira dan Om Beni begitu bahagia dengan keputusan Josh, mereka juga menyetujui dan akan menentukan hari pernikahan Josh dan Shena.
Gila!!! Sungguh gila!! Urusan pernikahannya dengan Mbah jambrong aja belum selesai, sudah harus dihadapkan dengan rencana pernikahan dengan Josh. Ia kan baru kelas sebelas masa harus menikah untuk kedua kalinya dengan status masih menjadi 'isteri' Si jambrong, poligami eh bukan, poliandri donk!!!
Gila!!! Gila kuadrat!!!
Shena sadar pernikahannya dengan mbah Jambrong tidak sah, karena saat itu ia berada dibawah ancaman dan paksaan, apalagi yang menjadi penghulu, saksi dan yang menghadiri pernikahannya adalah orang-orangnya mbah jambrong semua plus tante Maya dan Om Joni. Jadi pernikahannya batal demi hukum dan tak sah dimata agama, jelaslah lah wong penghulunya aja gadungan, jangankan untuk membacakan taklik nikah, baca basmalah aja belepotan. Tante Maya benar-benar keterlaluan, mempermainkan pernikahan untuk meraup keuntungan pribadi.
Balik kemasa sekarang!! Shena menghentakkan kakinya kekarpet mobil kesal , pikirannya buntu sekarang.
"Lo ngapain Shen, dari tadi uring-uringan dan ngamuk gak jelas gitu," tegur Panji dengan tetap berkonsentrasi menyetir, sesekali matanya melirik Shena yang duduk disebelahnya.
Saat ini mereka tengah melaju dijalan raya menuju tempat tinggal Josh. Tante Mira dan Om Beni menyetujui usul shena untuk menunda pernikahan sampai ia lulus SMU, tapi dengan syarat Shena harus pindah kerumah mereka dan mereka akan menanggung semua kebutuhan hidup Shena. Pilihan yang sangat sulit, dan Shena mau tak mau menyetujuinya dari pada harus menikah saat ini. Terus terang, Shena masih trauma dengan yang namanya 'menikah'. Tapi tinggal serumah dengan Josh??? Sama saja dengan masuk kesarang harimau.
"Gue bingung senior, masak iya sih gue harus tinggal serumah dengan Josh!! Dengan cowok super mesum itu?? Oh ya ampun!!Ya Allah, ampunilah hambamu ini, Karma apa ini ya Allah!!"
Panji ngakak mendengar umpatan berakhir doa milik Shena, "Huaha...ha...haa..." Shena mendelik kesal kearah Panji yang bahunya terguncang-guncang karena ketawa, "sorry...sorry...." Panji menyadari tatapan tajam Shena dan menghentikan tawanya, berdehem untuk menetralisir rasa geli yang menggelitik diperutnya.
Setelah berhasil mengendalikan dirinya, Panji melanjutkan, "Sebenarnya Josh itu anak baik, dia gak semesum yang lo pikirin. Eh Shen, jangan panggil gue senior donk, berasa ketuaan banget gue."
"Nggak mesum gimana?? Gue sering denger banyak cewek-cewek sekolah kita yang patah hati gara-gara diputusin Josh, dan bukti nyata gue liat sendiri dia lagi grepe-grepe cewek kelas sepuluh ditoilet, kalau gue gak muncul bisa dipastikan mereka udah lanjut 'make love'. Apa itu bukan mesum namanya?"
"Ya, gue bisa maklum penilaian lo seperti itu mengingat pertemuan pertama lo dengan Josh gak mengenakkan. Tapi gue bisa jamin bukan Josh yang ngejar-ngejar cewek-cewek itu tapi mereka yang dengan suka rela melempar dirinya didepan Josh, sebagai cowok tulen masa iya Josh ngelewatin kesempatan itu."
"Bela aja terus, diakan sohib lo, kalian mah sebelas dua belas." Dengus Shena sinis.
Panji tak menanggapi perkataan sinis Shena, "Mungkin lo gak percaya, semesum-mesumnya Josh dia hanya berani main dari pinggang keatas, gak berani melibatkan sesuatu dibalik gespernya karena dia gak mau menanggung akibatnya, memblendungi anak orang tanpa cinta, apalagi umurnya masih belia begitu, belum mau memikul tanggung jawab sebagai ayah. Dan itu udah jadi komitmen kami berlima, bersenang-senang tanpa harus melibatkan nafsu lebih jauh."
Shena hanya melongo, kaget dengan prinsip gila yang dianut Josh dan pengikutnya, bersenang-senang? Lalu bagaimana nasibnya cewek-cewek yang patah hati karena ulah mereka? Yang merelakan tubuhnya digerayangi karena mengira dicintai?
"Gue gak ngerti jalan pikiran kalian, apa kalian gak pikirin perasaan cewek-cewek yang nangis sesegukan gara-gara diputusin Josh?"
"Itu juga bukan salahnya Josh, karena bukan Josh yang mengejar-ngejar mereka, tapi mereka yang mengejar-ngejar dan menembak Josh. Sebagai cowok ganteng, baik hati dan tidak sombong Josh berbuat amal kebaikan dengan menerima pernyataan cinta mereka dan menjadi pacar Josh meski Cuma sehari, karena besoknya Josh akan memutuskan mereka dan memberi kesempatan kepada cewek lain untuk menjadi pacarnya."
Entah takjub, heran, terkesima atau merasa dibodohi, Shena terpaku mendengar celotehan Panji. Ia bener-bener tak menyangka pemikiran Panji dan teman-temannya bisa sebrengsek itu. Menganggap perasaan seorang cewek sebagai mainan dan menganggap mereka berbuat amal kebaikan dengan memberi kesempatan merasakan jadi pacar Josh meski sehari.
Gila!! Sungguh pemikiran yang gila, Shena merasa otak Josh dan pengikutnya sudah korslet, kabel-kabel dikepalanya ada yang putus menyebabkan pemikiran mereka amburadul.
"Apa kalian gak pernah mikir bahwa hukum karma itu berlaku? Apa gak pernah terlintas diotak kalian suatu saat nanti adek, kakak, atau mungkin anak gadis kalian diperlakuin kayak gitu sama laki-laki? Dipermainkan dan dijadikan alat untuk kesenangan doang?"
Panji tercenung, entah karena kata-kata Shena mengena dihatinya atau malah tak didengar sama sekali. Shena tak peduli, yang penting ia sudah menyampaikan uneg-unegnya."Gue gak pernah sampai kepikiran sejauh itu," pecah Panji setelah lama terdiam, "Tapi Shen ada satu hal perlu lo ketahui tentang Josh. Selama ini Josh gak pernah memakai perasaan setiap berdekatan dengan cewek, baginya semua cewek cuma pelampiasan kesenangan semata tanpa melibatkan hati. Tapi semenjak ketemu sama lo semua itu berubah, keliatannya dia jatuh cinta sama lo. Gue gak pernah liat Josh semarah itu sama Stefani waktu lo dipecat."
Panji melirik kesamping kiri ingin mengetahui reaksi Shena, tampak cewek itu menerawang keluar jendela memperhatikan pohon dan tiang listrik saling berkejaran kebelakang, erangan panjang meluncur dari bibirnya, "HH......gak taulah Nji, kok hidup gue jadi ribet begini ya??!!"
Panji tak menyahut, matanya fokus kejalan raya yang beringsut pelan karena macet, sebuah truk angkutan tanah melintang dibadan jalan menghambat laju lalu lintas. Panji sontak memutar setir kekiri masuk kegang kecil yang ternyata tembus kejalur lain, jalan tikus yang sering dilaluinya saat terjadi kemacetan seperti saat ini.
"Asal lo tau Shen," Shena menoleh begitu suara panji memecah kebisuan mereka, saat ini mobil melaju dalam kecepatan maksimum " semenjak bertemu lo Josh gak pernah lagi dekatin cewek manapun, bahkan dia mengurangi kebiasaannya keclub dan makin kesini dia malah gak pernah lagi keluyuran malam. Dia tau lo anak baik-baik dan dia ingin jadi yang terbaik buat lo, mungkin lo nggak menyadari tapi bertemu dengan lo membuat Josh berusaha merubah semua kelakuan minusnya, termasuk mempermainkan cewek."
Shena tak menyahut, ia hanya membisu dan bersiap-siap untuk turun saat roda mobil yang dikendalikan Panji menyentuh halaman rumah yang super mewah dan super luas, istana kediaman pangeran Josh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Romance"Bagaimana? Kalian menemukannya?" terdengar bentakan keras suara perempuan, dan ia kenal itu suara Tante Maya adik kandung mamanya. "Tidak ketemu Nyonya, sial!! Cepat sekali anak itu menghilang." Tante Maya menggeram marah, "Cari sampai ketemu...