_22_

2.3K 167 0
                                    

Pesawat yang ditumpangi Josh mendarat dengan mulus dibandara Sutan Syarif Kasim Pekanbaru, setelah mengambil bagasi ia bergegas mencari taksi dan melaju menuju hotel yang telah dipesannya. Josh sengaja memesan hotel yang terletak dipinggir kota untuk mempermudah perjalanannya, karena tempat yang akan ditujunya masih jauh.

Josh menikmati suasana kota Pekanbaru yang panas, kendaraan berseliweran melintasi jalan-jalan yang besar, meski padat namun tak ada kemacetan disini dan Itulah kelebihan kota bertuah ini. Pembangunan propinsi yang terkenal penghasil minyak dan sawit ini sangat pesat, itu tercermin dari bangunan bertingkat yang memenuhi sepanjang jalan yang dilalui Josh.

Tak berbeda dengan kota besar lainnya, diPekanbaru banyak terdapat Universitas besar dan yang paling terkenal adalah UIN SUSKA dan UNRI, dua universitas bermahasiswa ribuan orang ini berada didaerah Panam.

Setelah istirahat sejenak dihotel Mona yang berlokasi dijalan HR Subrantas Panam, Josh memutuskan berjalan-jalan menikmati suasana malam di Pekanbaru. Kota ini banyak memiliki kuliner yang menggiurkan, disepanjang jalan banyak terdapat warung-warung tenda yang menjajakan aneka makanan dan minuman, mulai makanan ringan sampai makanan berat, dan yang paling banyak ditemui Josh adalah warung ampera yang menyediakan masakan Padang, semua makanannya enak-enak dengan harga murah. Banyak juga penjual makanan khas Jawa seperti nasi uduk dan pecel lele. Mungkin karena diPekanbaru ini penduduknya kebanyakan pendatang, penduduk lokalnya yang bersuku Melayu hidup rukun dan berdampingan dengan perantau berasal dari Minang, Batak dan Jawa.

Ada yang unik dari daerah ini yang menggelitik hati Josh yaitu nama-nama tempat yang menurut Josh beda dengan daerah lain, saat berkeliling iseng-iseng Josh membaca nama-nama daerah yang dilaluinya, ada Panam, Payung sekaki, Kubang, Air Hitam, Rumbai dan Boom Baru. Josh juga menyempatkan diri mengunjungi jembatan kebanggaan masyarakat Pekanbaru yaitu jembatan Leighton I dan Leighton II. Disepanjang jalan yang kurang penerangan Josh juga menemukan banyak penjual jagung bakar dan sayangnya para pedagang ini menyediakan tempat duduk disemak-semak yang bisa digunakan para remaja untuk berbuat yang iya-iya, mungkin ini yang sedikit menciderai citra kota bertuah ini, semoga para petinggi wilayah ini bisa menyikapi dan menangani masalah sosial ini dengan bijak. Apalagi kebanyakan perempuan didaerah ini memakai hijab, membuat sejuk mata yang memandang.

***

Dengan mengendarai Range Rover yang disewanya dari salah satu rental mobil Josh memulai perjalanannya, bermodalkan google Maps dan alamat yang didapatnya dari Ijazah SMP Shena Josh melaju membelah jalan raya. Sesekali ia turun dan bertanya dengan sopan pada orang-orang dipinggir jalan, Josh memegang prinsip lebih baik bertanya dijalan dari pada tidak bertanya sama sekali. Bukannya ia tak percaya dengan mbah google tapi lebih baik bertanya dengan sumber yang terpercaya yaitu penduduk setempat.

"Maaf pak numpang tanya, apa Petapahan masih jauh?" tanyanya sopan pada seorang bapak yang sedang menikmati lontong sayurnya disebuah kedai sarapan pagi.

Sibapak dan orang-orang yang ada dikedai itu melongo menatap Josh, mungkin mereka heran ada bule nyasar dan bicara dalam bahasa Indonesia yang fasih, "Wah masih jauh itu nak, mungkin sekitar dua jam perjalanan lagi, nanti ada pertigaan anak ambil arah kekiri dan tanya lagi disana nanti," jawab bapak itu yang tersadar dari keterpakuannya.

Setelah mengucapkan terimakasih Josh kembali melanjutkan perjalanan. Jalanan yang semula bagus dan lebar berangsur mengecil dan akhirnya berubah menjadi jalanan tanah. Debu beterbangan keudara begitu ban mobil Josh dan roda kendaraan lain melintas ditambah suasana panas dan gerah membuat Josh kehausan, untung ia sedia payung sebelum hujan, sedia minum sebelum haus sehingga tak usah repot-repot turun untuk membeli air meneral apalagi tak ada warung disepanjang jalan.

Pemandangan rumah-rumah berjejer dipinggir jalan mulai digantikan oleh jejeran kebun sawit, juga ada pipa-pipa beton sebesar pohon kelapa disepanjang jalan yang Josh yakini digunakan untuk mengalirkan minyak mentah dari pompa angguk. Pipa itu berwarna hitam dan nampak mengeluarkan asap tipis dan Josh bisa menduga itu akan panas jika disentuh dan Josh tak ingin melakukan hal konyol itu untuk memastikan dugaannya.

Suasana terasa sunyi dan mencekam karena tak ditemukan adalagi rumah dipinggir jalan, dikiri-kanan dipenuhi oleh kebun sawit yang sangat luas. Poho-pohon itu berjejer rapi dengan jarak tanam yang sama, dipucuknya kelihatan bergelantungan tandan-tandan sawit yang siap untuk dipanen. Penduduk disini menamakannya dengan mendodos, yaitu menurunkan tandan sawit dengan cara menyodoknya dengan semacam pisau tajam yang diberi tangkai dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang telah terbiasa.

Josh mengerutkan keningnya menyadari ia tak menemukan sebiji manusia pun, apa ia tersesat? Ia memutuskan untuk berputar arah namun ia mengurungkan niatnya saat matanya tertumbuk seorang pengendara motor yang muncul dari arah depan.

"Pak maaf, numpang tanya apa ini Petapahan?" tanya sopan sambil membungkuk pada Pak tua pengendara motor.

Bapak itu menghentikan laju motornya dan menatap Josh curiga, "Iya tapi kesana sudah tidak ada rumah lagi, anak ini siapa dan mau kemana?" bapak itu menatap Josh dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan waspada.

"Oh maaf, kenalkan saya Josh saya dari Jakarta dan kesini mau mencari rumah Shena, ini alamatnya" Josh mengulurkan tangannya sopan, ia mengeluarkan ponselnya dan memeperlihatkan alamat Shena diponselnya.

"Shena?" bapak itu mengerutkan alisnya ia kelihatan makin curiga dan tegang.

"Maksud saya Shenita Wiraguna, ini fotonya," Josh memperlihatkan foto Shena dan bapak itu nampak terkejut, ia mundur selangkah dengan wajah pucat dan melihat sekeliling.

"Anak siapa? Ke...kenapa sampai kenal dengan nak Nita?" tanyanya gugup.

Nita? Giliran Josh yang bingung, oh mungkin disini Shena dipanggil dengan nama Nita, "saya teman Shena dan saat ini Shena ada diJakarta dirumah saya."

"Sebaiknya kita bicara ditempat lain, disini tidak aman." Bapak itu menstarter motornya dan memberi tanda supaya Josh mengikutinya, mereka melaju menuju arah datang sibapak tadi.

Josh mengikuti motor pak tua itu dengan seribu tanya berkecamuk dipikirannya, kemana bapak itu membawanya? Apa bapak itu begal dan berniat jahat padanya?

Motor itu berbelok kedalam kebun sawit yang sangat luas, rupanya ditengah kebun itu terdapat rumah papan yang digunakan oleh penjaga kebun. Sekarang memang sedang marak ninja sawit sehingga pemilik kebun mempercayakan orang untuk menjaga kebunnya dimalam hari. Ninja sawit istilah untuk pencuri tandan sawit yang biasanya beroperasi dimalam hari.

"Nama saya pak Karta, saya orang kepercayaan almarhum orang tua NIta, dimana anak bisa kenal Nita?" tanya Pak Karta begitu mereka duduk dibangku kayu yang terdapat didepan rumah papan itu.

Josh lalu menceritakan semuanya pada pak Karta termasuk keadaan Shena yang saat ini amnesia. Pak Karta mengusap wajahnya, miris mendengar nasib tragis yang menimpa anak majikannya.

"Kasihan Nita, anak sebaik dia tak seharusnya menerima cobaan seberat ini, apalagi sekarang ia sebatang kara. Untung ada nak Josh yang menjaganya, terima kasih nak."

"Sama-sama pak, itu sudah tugas saya melaksanakan janji nkedua orang tua kami."

"Lalu apa rencana nak Josh selanjutnya?"

"Saya mau bertemu dengan Tante Maya dan membuatnya mengakui perbuatannya terhadap orang tua Shena," ujar Josh mantap, ia telah mempersiapkan rencana ini dengan matang sebelum berangkat dari Jakarta.

***


SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang