'Berpikir apa? Aku sama sekali gak mau menggugurkannya, dia anak kita. Kau ayahnya!'
Aku menutup telinga rapat-rapat supaya teriakan sialan dalam diriku tidak terdengar. Tapi meski aku memejamkan mata kuat-kuat bayangan-bayangan sekilas itu lagi-lagi membuatku takut.
Siapa orang yang hamil? Apa ada pertengkaran di sana?
'Aku belum siap untuk menjadi ... ayah. Maaf.'
Berhenti! Sebenarnya suara apa itu?
'Maaf? KAU AYAHNYA DAN KAU ADA DI SANA!'
"Shit!" aku membuka kedua mata dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ini kamarku. Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, tapi aku tidak bisa tidur lagi. Sialan.
Dengan perlahan aku turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Setelah lama-lama berjalan di sekeliling rumah, aku melihat bayangan kakakku, Kalva, sedang duduk di sofa sembari menonton bola. Aku menghampiri Kalva dan mengalungkan kedua lengan di lehernya dari belakang.
"Gak bisa tidur, mimpi buruk nih, Kaaak."
Kalva terkaget dan menyumpah-nyumpah sebelum menengok padaku dengan tampang kesal maksimal. Yah, dia memang selalu kesal kalau berurusan denganku.
"Bisa gak sih, Ra, jangan ngaggetin gue?"
"Kak, kalo mamah papah denger kamu ngomongnya pake gue-lo nanti uang jajan kamu dikurangin loh."
"Bodo mereka lagi tidur kali jem segini. Nah lo kenapa gak tidur dan nemplok seenaknya di leher gue?"
"Ih Kakak, Kiera tuh gak bisa bobo," aku manyun dan mencubit bahu Kalva keras-keras.
Kalva lagi-lagu menyumpah karena cubitanku tadi terlalu keras. Dia berusaha melepaskan pelukanku di lehernya dan setelah berhasil dia melompat. Berhadapan denganku secepat kilat.
"Itu sakit tau ga?" semprot Kalva.
Aku nyengir, "nyanyiin dong, Kaaak. Kiera kan bisa tidurnya kalo dinyanyiin sama Kakak."
Kalva memang bisa menyanyi dan karena malu, hanya keluargaku yang tahu. Sekarang dia sudah kuliah dan semakin lama makin menyebalkan karena waktu main kami jadi menipis karena tugas kuliahnya. Aku taruhan dia habis pulang dari rumah temannya untuk mengerjakan tugas bersama lalu pulang tengah malam.
Kalva menghela nafas, "mau lagu apa?"
"Apaan ajah."
"Lah malah gitu."
"Ah pokoknya apaan ajah pake h."
Kalva menatapku lama, "dasar cewek banyak maunya."
"Biarin. Yang penting Kiera kan adeknya Kak Kalva."
"Terserah lo deh, Ra. Sini duduk di sofa, gue nyanyiin lullaby aja ye."
"Makasih Kalva ganteeeng."
"Pake Kak, Ra. PAKE KAK."
Aku hanya tertawa. Tak berapa lama kemudian kami sudah berada di posisi paling nyaman. Kepalaku dipundak Kalva sementara tangan Kalva mengelus punggung tanganku. Kami memang pasangan Kakak Adek paling klop.
Kalva baru saja bernyanyi beberapa bait, tapi mataku sudah mengantuk.
"Kak Kalva. Percaya gak kalo tadi Kiera denger suara-suara orang yang berantem? Kayaknya masalah hamil di luar nikah gituuu," tukasku sambil meringkuk di samping Kalva.
"Hah?" nyanyian Kalva berhenti sesaat, "itu gak mungkin lah. Ngapain juga lo mimpi kayak gitu."
"Berarti khayalan Kiera doang dong?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [5] - Heartbreaker
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [5] : Kiera Flockheart Bagaimana mungkin, aku, seorang heartbreaker selama satu tahun, baru bertemu Rafadinata yang notaben...