Hari Senin sepertinya sedang berpihak padaku. Tadi pagi, mobilku dan Nata bersebelahan dan jadinya kami berjalan berdua menuju kelas masing-masing. Bergandengan tangan dengan Nata ternyata mendapat perhatian orang banyak dan mereka langsung mengira-ngira.
Sekarang saat istirahat pertama, Nata ke kelasku dengan senyuman.
"Hello. I'm superhero. Guess my name," kata Nata sambil mengedipkan sebelah mata padaku.
Haha, lucu.
Aku mulai berpura-pura berpikir sambil menotolkan jari ke dagu. Sementara kami sudah berjalan santai di koridor. "Ironman? Superman? Batman?" tebakku.
Nata menggenggam tanganku, "no, Yourman."
Sudah kuduga.
"How cute," cibirku sambil menyentak tangannya.
Seringai Nata melebar, "cie ngambek. Pipinya merah. Seneng kan tuh."
Sebenarnya pipiku daritadi tidak memanas dan aku sama sekali tidak senang dengan gombalan murahannya. Tapi karena seorang Rafadinata meledek, aku jadi ... apa, ya.
Aku malah jadi malu, shit.
"Cie senyum," aku ikut menyeringai, "aku seneng deh kalo kamu senyum gara-gara aku."
Great, sekarang wajah Nata yang berubah. Dia membuang muka dan berjalan cepat-cepat. Aku mengikuti Nata di belakang sambil menyembunyikan kedua tangan di punggung. Sebenarnya aku tak tahu dia mau ke mana, jadi aku mengikuti saja.
Ternyata ke ruang musik.
"Nyanyi yuk," katanya sambil mengambil gitar akustik.
Aku duduk di hadapannya. Untung saja ruang musik selalu sepi saat istirahat pertama. Tak ada orang selain kami jadi aku bisa leluasa untuk bernyanyi. Jujur saja, aku tak suka menyanyi di depan umum.
"Lagu?" tanyaku, berdeham sebentar.
"I Won't Give Up?" tawar Nata.
Tawaku langsung mengalun, "serius? Bukan gue banget."
Tatapan Nata tepat di mataku sedikit membuat risih. Tapi aku tidak ingin membuang muka, itu membuktikan bahwa aku kalah dengannya.
Intinya aku harus tahan bertatapan dengannya.
"Itu lagu lo, Ki," kata Nata pelan.
"Dih, Sotil," balasku sengit.
Tahu apa dia tentang aku? Ha.
"I looked into your eyes. And automatically I knew everything about you."
Kata itu lagi.
Kata sialan dari orang sialan.
Akhirnya aku membuang muka. Dari sudut mata, aku melihat Nata mulai memetik gitarnya dan alunan musik mengalun.
Lagu ini.
Sebenarnya aku sering menyanyikannya tiap kali aku kesepian, tak berarti apa-apa. Waktu itu, aku kesepian karena Pete sibuk belajar karena mengincar beasiswa ke Jerman.
Karena dia sudah tiada, aku tak menyanyikannya lagi.
Tapi entah kenapa, suaraku keluar dengan sendirinya saat bagian lirik. "When I look into your eyes. It's like watching the night sky. Or beautiful sunrise. But there so much they hope."
Kilasan balik tentang kelembutan mata Pete saat melihatku teringat kembali. Ketika Pete ke rumahku, bertemu Papa.
Papa bilang, dia mencintaiku.
Waktu itu aku tersenyum dan bertanya kenapa.
Dia bilang, "karena Pete melihatmu seperti Papa melihat Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [5] - Heartbreaker
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [5] : Kiera Flockheart Bagaimana mungkin, aku, seorang heartbreaker selama satu tahun, baru bertemu Rafadinata yang notaben...