Kiera POV
Ketika sampai di koridor yang ramai, kukira aku sudah terlepas dari Rafadinata. Ternyata, dia sudah berada di belakang, dengan cepat menarik tangan kiriku. Aku melepas tarikannya, lalu menatapnya sinis.
“Pergi,” kataku, menolehkan kepala ke arah lain.
Nata menghembuskan nafas. Dia berdiri di hadapanku beberapa saat. Sepersekian detik setelahnya, Nata membungkuk dan mengambil pinggangku. Aku tak tahu apa yang terjadi kemudian, karena pandanganku hanya tertuju pada punggung Nata.
Setelah mencerna semuanya, aku tahu, aku digendong Nata di bahunya, FOR GOD SAKE.
“Turunin gue!” Aku berteriak dengan lantang. Tapi, Nata tetap berjalan seolah telinganya bisu sehingga tidak dapat mendengar jeritanku.
Sesampainya di halaman parkir, Rafadinata menurunkanku ketika pintu mobilnya terbuka. Dia tidak berbicara apa-apa, hanya menutup pintu lalu berputar untuk menuju bangku pengemudi. Selama perjalanan, kami tak saling berbicara, aku lebih senang mendengarkan musik saat ini ketimbang bertanya-tanya apa yang akan Nata lakukan.
Mobil berhenti tepat ketika lagu If This Was A Movie milik Taylor Swift berakhir. Melepas headset, kudongakkan kepala untuk melihat keadaan. Saat mataku menyapu pemandangan di luar kaca mobil, aku kembali teringat masa lalu.
Sebelum aku mencerna lebih jauh, seseorang menarik tanganku. Aku menoleh pada sang pemilik tangan, Nata. Dia memberi isyarat agar aku keluar dari mobil. Aku mengikuti perintahnya, mengekor pada Nata yang sekarang berjalan di depan. Kami menyusuri jalanan sepi bergaya vintage. Di sepanjang jalan, terpasang lampu-lampu kecil yang akan menyala redup dengan indah saat malam hari. Pohon-pohon kersen yang ada di tepi jalan memayungi kami.
Aku menjadi ingat hari dimana aku bertemu kebetulan dengan Nata yang ketiga kalinya.
Tepat di taman tempat kami memulai permainan Play Heart and Broke, Nata memutar tubuhnya sehingga berhadapan denganku. Matanya yang tadi penuh amarah kini melembut. Dia duduk di tepi taman.
“Gue inget, waktu lo ngikutin gue hari itu. Waktu lo kebingungan, gue dengan kebetulan bertemu lo lagi.” Ucap Nata sambil menerawang.
“Kenapa lo ngintilin gue?” pertanyaan Rafadinata bergaung di telinga, membuat otakku sekarang memberi gambaran, ketika aku dan Nata sedang duduk di sebuah taman.
“Gue ngintilin lo, karena luaran lo bagus diliat kalo lagi jalan gini,” suaraku sendiri terngiang di dalam otak. Menyisakan senyuman di bibir begitu mengingat itu alasan paling bodoh selama aku berumur 17 tahun.
“Jawaban lo unexcpted. Jadi, lo tipe cewek yang liat luaran gue doang apa gimana?” aku tertawa kecil di dalam hati, aku tak menyangka Nata akan membalas jawabanku seperti itu.
“Gue gak mungkin jadi tipe cewek yang liat hati cowok. Gue aja, masih gak bisa liat hati gue sendiri kayak apa. Masa, gue harus belek badan lo buat liat hati lo kayak gimana.”
Kalau kubilang aku hafal semua dialog di antara aku dan Nata, aku serius.
Lamunanku buyar saat Nata meraih tanganku, “gue pernah suka sama orang, tapi, faktanya semua berkata laen. Gue dan dia gak bisa bersama. Dia sepupu gue. Sejak itu, gue gak mau kenal yang namanya cinta. Cinta itu bullshit. Cinta cuman ngebuat orang jadi lemah.
Tapi, pandangan gue tentang cinta perlahan berubah karena lo. Awalnya, gue pengen ngebuat lo bertekuk lutut di hadapan gue. Yang gak gue duga, lo punya dua kepribadian. Gue jadi pengen ngelindungin lo dan mencari tau Rara berasal dari mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [5] - Heartbreaker
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [5] : Kiera Flockheart Bagaimana mungkin, aku, seorang heartbreaker selama satu tahun, baru bertemu Rafadinata yang notaben...