Heartbreaker : (16) Rhine

65K 5.6K 119
                                    

"Romantic Rhine adalah bagian paling bersejarah di kota Rhine. Sungainya juga mengukir jalan di kota ini. Kota Rhine memiliki istana dan reruntuhan yang terhitung jumlahnya. Kota ini pun terkenal dengan panorama indah dan kesejukan udarannya."

Sementara tour guide itu mengoceh dengan bahasa indonesia yang patah-patah, aku masih saja merasa pusing. Entah kenapa, kota ini mengingatkanku akan sesuatu.

Ini hari pertama di kota Rhine setelah perjalanan panjang ke negara Jerman. Semua tetap lancar dan teratur layaknya study tour yang biasa, jadi, seharusnya aku tak perlu gelisah 'kan?

Kupandang sungai Rhine yang berwarna biru kehijauan, permukaan airnya memantulkan bayangan pohon-pohon dan lampu jalan di tepian sungai. Sesuai perasaan, aku berjalan menuju tepi sungai dan duduk di sana.

Keheningan diantara diriku sendiri membuat perasaan nyaman. Aku menghela nafas lega saat melihat pantulan bayangan dan Rara tak muncul. Sepertinya, aku tak perlu mengikuti rombongan, mereka pasti akan kembali karena bus ada di sekitar sini. Jika aku ditinggal, aku hanya perlu naik satu bus untuk kembali ke penginapan.

Sekarang hanya ada aku, aku, aku--

"Permisi."

Aku terlonjak kaget saat seseorang menepuk pundakku dari belakang. Dari bahasa Jerman yang ia gunakan, aku tahu dia bukan teman atau guru. Kutolehkan kepala dengan jantung yang berdegup kencang.

Ternyata orang yang membuat jantungku jatuh dari atas ke bawah adalah seorang perempuan. Ditambah, perempuan cantik. Matanya berwarna biru kehijauan persis seperti warna air sungai Rhine. Pipinya tirus dan matanya berkilat polos. Senyumnya melengkung dengan indah, membuat siapapun pasti ikut tersenyum untuknya. Rambut pirangnya tersanggul cantik, dengan hiasan kupu-kupu biru yang menawan.

Dia menyorongkan sesuatu padaku, "ini, tadi tasmu tertinggal. Maaf, membuatmu terkejut," katanya dengan bahasa Jerman, suaranya jernih dan teratur.

Aku berdeham sebentar, berpikir mencari kata apa yang cocok. Sebenarnya aku hanya bisa menerjemahkan bahasa luar, tapi untuk merangkai sebuah kata, aku angkat tangan.

"Te-terima ... kasih?" kataku ragu-ragu.

Perempuan itu menutup mulutnya ketika aku sudah menerima tas kecilku yang memang tadi terjatuh, "maaf, aku lupa. Kau tidak bisa bahasa Jerman?"

Rasanya aku ingin tersungkur ke sungai Rhine dan tak bangkit selama-lamanya karena dia bisa bahasa Indonesia.

Catat, dia-bisa-bahasa-Indonesia.

Tawa lembutnya membuat kepalaku mendongak, "ekspresi kamu lucu."

"Oh, ya?" tersenyum, rasanya aku suka sifat ramah dan terbuka anak ini.

Mungkin dia sebaya denganku.

"Ya!" Mata hijaunya membulat lucu, "saat kau tahu aku bisa bahasa Indonesia, kamu seperti ingin tersungkur ke sungai Rhine."

Mungkin lagi, dia bisa membaca pikiran lewat kedua mataku.

"Namamu siapa?" tanyaku setelah aku mengajaknya ikut duduk di sebelah.

Memang tidak baik berbicara dengan orang asing, tapi, entah kenapa aku tidak merasa dia asing.

"Panggil Elle," jawabnya, "kau?"

"Kiera."

Kami terlibat pembicaraan seru saat aku menyinggung tentang guru-guru di sekolah. Dia juga, menimpali tentang pelajaran yang begitu sulit di tempatnya.

Ternyata, rumah Elle berdekatan dengan hotel yang kutempati untuk tiga hari ke depan. Dia memiliki dua kakak laki-laki dan dari ceritanya, kupikir dia anak pengusaha minyak. Aku juga bercerita tentang permainan Play Heart and Broke, tapi tak pernah sekalipun menyinggung tentang Rafadinata.

"Kupikir kita bisa jadi teman baik," ucap Elle, berdiri.

Aku ikut berdiri. Saking tak sadarnya, ternyata hari sudah gelap dan bus di sekitarku sudah menghilang. Menggerutu dalam hati, aku mencoba tersenyum pada Elle.

"Ya, kapan-kapan kita bisa mengobrol lagi."

Mengobrol dengan orang asing memang menyenangkan, kau bisa bercerita apa saja tanpa takut rahasiamu dibocorkan. Maksudku, hubungan ini hanya terdiri dari dua orang. Aku dan Elle. Dan tak ada satu orangpun yang tahu tentang aku, jika Elle membocorkan semua cerita tadi, juga sebaliknya.

"Ini nomorku, kapan-kapan hubungi," sahutnya, tersenyum manis sambil memberikan kartu identitas yang benar-benar wangi.

Aku menaruhnya di saku celana, lalu membalas senyum Elle tak kalah lebar. "Aku janji akan menghubungi. Ngomong-ngomong ...," kulirik tempat bus yang tadi menghilang.

Aku harus cepat pulang atau guru pembinaku akan menjadi banteng dadakan.

"Perlu tumpangan?" tawar Elle sambil melirik mobil mewah yang berada di belakang pohon.

Aku berpikir sebentar, "boleh."

Kapan lagi, aku bisa melanjutkan obrolan menyenangkan kami selain saat perjalanan menuju penginapan?

*

"Lo abis dari mana?" tanya Nata, tepat saat aku masuk ke dalam lobby penginapan.

Tampangnya yang sangar membuat keningku berkerut, "emang kenapa?"

"Kok baru pulang?" Nata kembali bertanya.

"Lah, lo ngapain nanya?" Kerutan di dahiku mendalam.

"Bukannya kita harus bareng?"

"Sejak kapan gue ngomong gitu?"

"Lo lupa?"

Ini kenapa jadi ajang bertanya, elah.

"Nata, gue capek mau tidur. Udah, sana," kataku sambil mengusirnya.

"Eh," Nata menarik tanganku ketika aku sudah melewati bahunya, "tadi lo dianterin siapa?"

"Temen."

"Oh, oke."

Aku berhenti berjalan, berbalik untuk melihat manik mata cokelatnya, "lo kenapa? Kok aneh deh."

Biasanya, Nata tidak seperti ini. Dia diktaktor kejam dengan mulut ular yang tidak peduli belas kasihan. Oke, kata-kataku lebay, tapi memang seperti itu kenyataannya.

"Gak apa-ap--" Perkataan Nata terhenti ketika ia melihat arah lain.

Tepatnya di sampingku.

"Lo ngapain nyamperin kita?" tanya Nata, aku mengikuti arah pandangnya dan mulai mendengus keras.

Andi, lagi, dengan gaya casualnya yang membuat mataku berjengit. Ganti kata-kataku tadi, bukan dengan gaya casualnya, tapi, sok-causalnya.

Dia memberiku senyuman separuh, seperti iblis yang baru keluar dari kandangnya. "Gue cuman mau ngasih tau, gue bener-bener gak sabar buat besok."

Andi tertawa seolah dia sudah mendapatkan kartu as, "siap-siap aja lo berdua di-DO."

Anjrit.

Double anjrit.

*

[A/N]

Kalo kiera mati karena rara nguasain tubuhnya, reaksi nata gimana ya. mmmhh hmm

next chappy bakal diapdet asap kalo udah sampe 800vote:)). gamungkin ya? mungkin kok kalo ngevote chap sebelumnya:))

thankyou:}

ST [5] - HeartbreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang