Memang Gak Ada Rasa

175 36 8
                                    

Fadil's POV

Aku terbangun karena cahaya matahari pagi menyilaukan mataku. Hari ini hari ulang tahunku. Aku melirik ponselku. Sudah ada 12 pesan, 15 messages Twitter, 180 LINE; well, sebenarnya kebanyakan dari LINE itu adalah Official Account, dan 12 BBM, dan masih banyak lagi. Padahal ini masih pagi! Aku mematikan hp-ku, daripada baterainya habis!

"Happy birthday, Fadilku sayaangggggg....." jerit Bunda saat aku berjalan menuju ruang makan. Dia mengecup keningku perlahan. "Untuk sementara makan sandwich-nya dulu, noh. Kuenya nanti sore ya, beib." Kata Bunda sok manja.

Aku menggosok keningku. "Apaan sih Bund..."

"Selamat tambah tua, ya, Fadil." Kata Ayah menambahkan.

"Makasih, Yah, Bund.."

***

Di sekolah, aku menemukan bangkuku sudah diduduki oleh sekitar 4-5 orang cewek sekelasku. Satu per satu mereka berlari ke arahku saat mengetahui kedatanganku. Dari kantung mereka dikeluarkan berbagai merk coklat. Satu sama lain mencibir coklatnya masing-masing, yang murahlah, yang kecillah, yang tidak enaklah. Aku hanya bisa berdiri di sana mengucapkan terimakasih lalu kembali ke bangkuku. Dan kau tahu apa? Bangkunya sangat, sangat, sangat berbau parfum yang menyengat.

Dan satu hal yang kusadari dengan jelas. Raz, cowok itu sedang memandangiku dengan tampang tak senang.

***

"Bro, habede yo," kata Bagus sambil menepuk punggungku pelan.

"Thanks. Btw, kado mana?" Candaku.

"Nih," Bagus menjulurkan sebuah kado berukuran kotak sepatu.

"Wah, sepatu ya, Gus? Sepatu futsal? Pas banget sepatu gue udah rada-rada rusak."

"Lebih dari itu. Eitsss.... jangan dibuka dulu!" Teriak Bagus histeris ketika aku hendak membuka bungkus kadonya. "Nanti dirumah baru dibuka. Oh, ya, pasti banyak dong cewek yang ngasih lo coklat. Bagi d-"

Sebelum Bagus menyelesaikan ucapannya, semua coklat yang kupunya sudah kuberikan kepadanya.

"Good." Kata Bagus sok Inggris.

***

Aku mengaktifkan hp-ku sesampainya di rumah. Notifikasinya sudah bertambah drastis. Satu per satu chat aku balas. Adithya. Agus.Abby. Ini teman sekolahku dulu. Adinda. Amanda. Tidak kenal. Annisa. Ini teman Bagus, kan? Aku baru tahu nama

Hi, HBD, ya.
👽

Makasih...

Baik banget dia. Setiap tahun selalu ucapin selamat ulang tahun ke aku. Sedangkan aku bahkan tak tahu ulang tahunnya kapan.

Setelah selesai semua pesan kubuka dan balas, akhirnya ku buka kado Bagus yang katanya istimewa itu. Saat bungkus kadonya kubuka, tampak kotak sepatu berlogo tanda centang. Wah, baik banget si Bagus. Tapi, kau tahu apa yang kudapat? ZONK! ISINYA CUMA KERTAS KORAN!

***

-Cerita dipercepat sampai sesudah UN-

UN pun akhirnya selesai. Untuk mengisi liburan, bulan Juni ini, aku, ayah, dan bunda pergi jalan-jalan ke Jepang, menghabiskan waktu bersama, sebab setelah ini, aku sudah tak bisa dekat dengan mereka lagi dikarenakan harus menetap di pesantren. Sebelumnya, tepatnya di bulan Mei, aku menemani Bagus memilih-milih kado yang cocok untuk adik perempuannya, yang juga sepupuku, yang berulang tahun. Tak sengaja ketemu Nisa di mall tersebut. Jadi, kami berempat, aku, Bagus, Nisa, dan Nasim, abang Nisa, pergi jalan-jalan bersama mengelilingi mall. Aku merasa tidak enak dengan Nisa, sebab sudah menjadi sifatku sejak kecil mendiam dan lebih suka mengucilkan diri. Bagus yang friendly bisa mencairkan suasana. Beda denganku, yang hanya bisa membuat suasana menjadi lebih kikuk. Selain itu, kata-kataku sering terdengar lebih ketus dibandingkan nada yang ingin kuucapkan sebenarnya. Hal itu, yang membuat bunda mempercayakan Bagus untuk menemaniku. Tapi, jangan salah, sekali berteman, mungkin aku bisa menjadi teman yang terrbaikkk. Mungkin aku ini seperti dingin di luar, hangat di dalam, atau apalah. Yang pasti sekali orang-orang yang hadir dalam hidupku berhasil menembus dinding dalam hatiku, sudah dipastikan mereka pasti akan selalu menjadi temanku dan aku akan selalu menjadi teman mereka.

***

22 Mei 2016
--Di Hotel JW Marriot--

Hari ini adalah hari ulang tahun Britanny yang ke-10. Aku berjalan menelusuri jalan menuju kolam renang, tempat pesta dirayakan, dengan mengenakan T-Shirt putih yang dibarengi dengan jaket lengan pendek sebahu berwarna hitam. Tiba-tiba, seorang perempuan menabrakku. HP-nya terjatuh dan dia segera mengutipnya kembali, lalu mengelus-elusnya. Sayup-sayup, ku dengar dia mengucapkan permohonan maaf. Dari suaranya, rasanya aku kenal...

Oh, Nisa..

Aku teringat kejadian semasa SMP kelas 1 itu, ketika dia--atau mungkin aku; atau mungkin 'kita' saling bertabrakan di ruang agama.

"Dari dulu memang ceroboh, ya," kataku becanda. Namun, seperti yang telah kukatakan, nada bicaraku selalu menunjukkan intonasi yang ketus. Gadis itu, si Nisa, langsung menengadah.

"Oh...Fa..Fadil. Hm, sorry, ya."

"Yayaya. Gak apa-apa. Duluan, ya," akupun meninggalkan Nisa yang masih mengelus-elus hpnya. Setibanya aku di kolam, aku segera menjumpai Bagus. Bagus mudah dicari, mungkin karena postur tubuhnya(?)

Bagus sedang duduk di salah satu meja, bercakap dengan teman-temannya.

"Gus, Brittany mana?" Tanyaku.

"Itu disana." Katanya, meniru gaya dan suara salah satu iklan di TV.

Aku mengikuti arah telunjuk Bagus, dan mendapatkan sosok Brittany. Segera, aku memberikan sepupu kecilku itu kado.

Setelah itu, aku kembali ke meja Bagus dan duduk di salah satu kursi yang tersedia. Tak berapa jauh dari mejaku, aku menemukan sosok Nisa duduk sendiri di salah satu meja. Aku jadi merasa kikuk terhadapnya sebab Bagus sering sekali menjodoh-jodohkan kami. Bukannya apa, takutnya dia jadi terbawa perasaan, 'kan gak enak jadi heartbreaker buat dia, karena memang pada dasarnya aku tidak ada rasa sama dia.


Tiba-tiba seorang lelaki datang dan duduk di mejanya. Itukan Adam! Aku mengamati mereka dari tempat dudukku, mereka tampak saling tak kenal, namun akrab. Tak berapa lama, Nisa merasa sudah bosan dan mengeluarkan hp-nya. Tak berapa lama, Bagus sudah mengajakku ke sana, ke tempat mereka.

"Woi, ke tempat Nisa yuk,"

"Lo pasti habis di LINE dia, kan?"

"Iya, yuk,"

Aku pun mengikuti Bagus.

"Gimana, Nis? Udah senang?" Tanya Bagus kepada Nisa.

"Hehe.."

Bagus lalu menempati tempat duduk di sebelah kiri Nisa, dan secara otomatis, karena tidak ada tempat lagi, aku duduk di sebelah kanannya.

"Eh, Gus, Dil, ngepain lo pindah?" Tanya Adam.

"Iya nih, dipanggil Nisa," kata Bagus.

"Ya iya laa.. Masa tamu dikacangin." Protesnya. "Oh, ya, Adam ini siapa kalian?" Tanyanya pada Bagus.

"Saudara,"

Setelah itu, kami berbincang-bincang sampai Nisa berkata bahwa dirinya sudah mau pulang.

"Yaudah, gue anterin ya, sekalian gue juga mau pulang." Kata Adam.

"Ohh, makasih ya," balasnya.

Mungkin 5 menit kemudian, mereka sudah tidak ada lagi disini, di pesta ini. Tinggallah Bagus dan aku.

"Dil, lo ga cemburu gebetan lo direbut sepupu sendiri?" Kekeh Bagus.

"Gebetan apaan?? Gue mana punya gebetan."

"Si Nisa kan baik, bro.. Masa lo ga mau?"

"Emangnya Nisa mau sama gue?"

"Coba lo tengok baik-baik. Setiap dia sama lo, raut wajah dan matanya itu beda. Gayanya pun lebih kikuk. Jones-jones gini, gue tetep tau tentang perasaan cewek!" Kata Bagus membanggakan dirinya.

Aku hanya bisa terdiam. Yah, mau gimana lagi? Pada dasarnya memang gak ada rasa.

================================

Vote&Comment.

♡Author

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang