Ada apa dengan Kuliah?

213 48 7
                                    

Memasuki tahun ajaran baru terasa biasa saja bagiku, pasalnya di sekolah baruku, aku hanya mengenal Adam, itupun dia tidak sekelas denganku karena tingkatannya lebih tinggi satu tingkat daripadaku. Sampai pada akhirnya, aku menemukan 2 teman baru yang bernama Sifa dan Valencia. Aku selalu menceritakan masalahku dengan mereka, begitupun sebaliknya. Kami dekat, namun tidak sedekat hubunganku dengan Ashilla dulu. Tapi, jalani saja dulu. Toh, aku dan Ashilla berawal dari orang yang tidak dikenal dulunya.

Kalau Ashilla? Kami sekarang tetap berkomunikasi tapi tidak pernah bertemu lagi semenjak kami pergi bersama dengan orang Bagus dan Fadil. Sekarang pun aku tidak berkomunikasi dengan Fadil karena dia sudah di pesantren.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan akhirnya tahun berganti tahun. Sudah 3 tahun juga aku di sekolah ini dan tiga tahun juga aku tidak bertemu dengan sahabat-sahabat lamaku dan Fadil. Dan sekarang aku sudah kuliah, kuliahku dan Ashilla sama karena kami sengaja agar selalu bersama. Ashilla jurusan kedokteran dan aku jurusan teknik industri. Gedung kami pun berdekatan, namun dari hari pertama masuk, Ashilla tidak pernah mengizinkanku untuk pergi melihat-lihat gedung kampusnya--jurusan kedokteran. Aku bingung, tapi aku berfikiran bahwa mungkin itu karena aku bukan jurusan kedokteran. Sampai pada akhirnya di hari ke-31, tepat satu bulan aku disini, aku melihat seorang lelaki berjalan bersama seorang gadis kearah gedung fakultas kedokteran. Aku bisa melihat gadis itu samar-samar, tidak seperti laki-lakinya. Perempuan itu bertubuh sedang, tidak terlalu tinggi, tidak pula terlalu mungil. Rambut yang lurus tergerai, berwarna sedikit kecoklatan dan sedikit dibumbui dengan ombre hijau di bagian bawahnya.

Aku kenal dia. Dia adalah temanku di SMA! Bukan teman sih, tapi satu sekolah saja. Di International High School, dia itu cukup populer. Wajah yang cantik, kulit putih, dan rambut yang setiap hari dicatok. Tak mustahil dia memiliki banyak pengikut dan penggemar.

Ternyata dia kuliah disini juga, ya? Wah, dunia ini sempit ya. Pikirku dalam hati. Tapi, cowok itu siapa ya?

***

"Shil, tadi gue nampak anak International High School loh, ternyata dia kuliah disini juga." Kataku ketika kami mengantre membeli makan di kantin kampus.

"Jurusan apa?"

"Ga tau sih, tapi dia lewat di gedung lu, kemungkinan besar anak kedokteran." Jelasku.

"Oh, ya," katanya tidak terlalu perduli. "Namanya siapa?"

"Gue rada-rada lupa sih, soalnya gue bukannya deket-deket banget sama dia. Tapi dia tu dulu famous, makanya gue bisa tau. Kalo ga salah sih.." aku mengingat-ingat. "Ella..? Ellina..?"

Ashilla kemudian kaget. "Ellona..?" Tanyanya.

"Iya, iya, Ellona!" Aku menjentikkan jari. "Lo kok bisa tau sih?"

Tubuh Ashilla tampak menegang. Dengan terbata-bata dia berkata, "E..enggak, soalnya dia sama kelas sama gue. Jadi kenal...gitu."

"Ohh.." kataku. Aku curiga, tapi tak kutunjukkan.

Ada apa sih sama Shilla?

Akhirnya, antriannya pun sampai kepada kami. Aku memesan bakso, sedangkan Shilla memesan mie kuah.

"Gak bosen-bosenlah, makan mie instan." Tegurku.

Kemudian, kami membawa makanan kami ke salah satu meja disana. Aku duluan duduk dan Shilla duduk di seberangku.

"Trus kan," kataku mulai bercerita lagi. "dia ada sama cowok."

Shilla tersedak. "Aduh, pedes banget, sampe gue tersedak." Katanya.

"Lo kan belum taruh mericanya. Gimana bisa pedes?" Tanyaku.

Ashilla terbatuk-batuk lagi. Dengan cepat, diseruputnya lemon tea yang dipesannya dan kembali memfokuskan diri pada makanannya.

"Lo nampak cowoknya, Nis?" Tanyanya kemudian.

"Enggak, gak nampak. Gue aja nampak si Ellona cuma samar-samar. Namanya gue lihat dari gedung sebelah, mana bisa lihat jelas. Lo sih, ga bolehin gue jalan-jalan ke sana." Protesku.

Raut wajah Ashilla tampak lebih rileks dari sebelumnya. "Yaudahlah, ngepain lagi kita ngomongin dia. Nanti dosa tauk!"

"Kita kan bukan bilangan yang jelek-jelek atau gosipin dia!" Kataku sambil mengunyah bakso yang ada dimangkuk.

"Tapi kan gak sopan bilangin orang. Mana tau tiba-tiba dia denger? Nanti dikira kita bilangin dia yang enggak-enggak lagi." Kata Shilla menasihati.

Entah secara kebetulan atau bagaimana, sosok yang kami bicarakan tadi tampak berjalan menuju kantin. Tetap didampingi oleh cowok tadi, dia berjalan menuju antrian yang tak terlalu panjang.

Kuamati mereka berdua sambil memakan kuah bakso yang mie dan baksonya sudah habis. Shilla mengikuti arah mataku. Secara cepat dan tiba-tiba dia menarik tanganku untuk pergi.

"Apaan sih, Shil?"

"A..aduh.. Per.. perut gue sakit. Temani ke toilet dong!" Katanya.

Dasar Shilla.

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang