Just Friend(?)

168 32 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhirku sebelum menjadi anak SMA 'resmi'. Hari ini, Annisa mengajak Bagus untuk hangout. Actually, dia secara personal juga mengajak aku untuk ikut melalui chat di LINE.

Setelah mandi, aku mengenakan T-shirt hitam-putih yang senada dengan sneakers hitam-putih pula. Aku mengambil kunci mobilku dan menjemput Bagus tepat di rumahnya. Memang, aku masih kelas 9 SMP, ops, sebenarnya aku sudah SMA sekarang, tapi Bunda sudah mempercayakanku untuk menyetir sendiri, walaupun tanpa SIM. Walau ini salah, tapi... mau bagaimana lagi?

Setelah menjemput Bagus, kami segera tancap gas menuju mall yang ditunjuk oleh Nisa.

***

Apa sih maksud si Bagus?!?
Pasti dia SENGAJA!!

Aneh! Secara bersama-sama, Bagus dan Shilla kebelet ke kamar mandi! Meninggalkan aku dan Nisa menunggu berdua.

"Nisaa, tungguin yaa.. Jangan pergi-pergi," kata Shilla kepada wanita itu.

"Dill... Gue kebelet nih, mau BAB. Mungkin karna kebanyakan makannn.." kata Bagus kepadaku.

"Cih.." kataku.

Sambil menunggu sepupuku yang gila makan itu, aku memasukkan tangan ke kantung celana, ketika tiba-tiba Nisa bertanya sesuatu kepadaku.

"Jadi, Dil, lo sekolah dimana pas SMA?"

"Kan lo udah pernah tanya di LINE," kataku. Singkat, padat, jelas.

Apa karena malu atau bagaimana, Nisa, yang pipinya sudah merah membara, mengeluarkan hp dan mulai mengutak-atik hpnya. Kemudian, ketika dia merasa sudah tak ada harapan lagi dengan kabar Bagus dan Shilla, dia celingak-celinguk dan tiba-tiba matanya menuju ke sebuah counter yang menjual aksesoris ponsel. Dia berjalan menuju counter itu. Daripada bosan, aku pun mengikutinya.

Tampak penjaga counternya mempromosikan sesuatu kepada Nisa. Plug-in bergambar kucing dan anjing. Aku suka anjing. Otomatis kuulurkan selembar uang seratus ribu rupiah, membeli plug-in yang bisa bercahaya itu.

"Nah," kataku memberikan satu untuk Nisa, yang bergambar kucing. Barangkali, sebagai tanda awal pertemanan resmi kami. Tapi aku takut, Nisa malah salah tanggap.

"Ini untuk apa?" Tanyanya ragu-ragu.

"Ngg...."

Tiba-tiba, Shilla dan Bagus menghampiri kami, menghentikan penjelasanku kepada Nisa. Aku semakin tidak enak hati kepadanya.

***
K

enapa sih tadi gue ga ikut ke kamar mandi aja?

Film FINDING DORY akan segera main dan aku malah sibuk ke kamar mandi! Rugi dong kalau tontonannya terpotong. Ternyata Nisa juga ingin ke kamar mandi, sebab daritadi ia sibuk mengajak Shilla untuk menemaninya. Dasar cewek, ke kamar mandi pun harus minta ditemani.

"Ah, keburu film-nya main. Nanti pas selesai deh, yaa. Lagian tadi lo bukannya ke kamar mandi!" Kata Shilla.

"Gak mungkin tahannn!! Tadi gue belum pingin pipiss"

Tiba-tiba, Bagus menyeletuk, "Lo sama Fadil aja, dia juga mau ke kamar mandi."

Entah bagaimana Bagus bisa tahu aku ingin ke kamar mandi. Atau mungkin cuma tipuan dia saja, yang kebetulan benar.

"Eh, udahlah, gakpapa, gue sendiri aja," kata Nisa, dengan cepat berjalan menuruni satu per satu anak tangga. Aku mengikutinya dari belakang. Bukannya menjadi penguntit, tetapi memang pada dasarnya aku juga ingin ke kamar mandi.

Sesampainya di perbatasan antara toilet pria dan wanita, kami mengambil arah yang berlawanan. Dan setelah selesai dengan urusanku di kamar mandi, aku berdiri di perbatasan itu dan menunggu Nisa. Memastikan dia baik-baik saja, walaupun aku tahu dia pasti baik-baik saja.

"Lama ya.." kataku.

"Loh, ngepain tungguin gue kalo lo merasa terbebani." Katanya.

"Dasar cewek. Apa yang dibilang dengan apa yang ada di dalam hatinya itu beda."

Apa yang barusan kuucapkan?! Aku gak bermaksud gitu loh, ya!

"Maksud lo apa?"

"Ayolah masuk sebelum film-nya mulai." Kataku tak merespon perkataannya, mencoba mengalihkan pembicaraan dan berlagak seperti tidak terjadi apa-apa.

***

"

Alo.. Mama? Iya..iya, Shilla pulang. Mama udah di lantai 1? Deket lift? Okok.. Shilla kesana. Bye....." Shilla mematikan handphone-nya, menatap kami secara bergantian.

"Sorry ya, guys. Gue pulang duluan. Udah ditunggu nyokap."

"Dasar anak Mami!" Ejek Bagus.

"Daripada gak punya Mami! Wekkss.." Ashilla menjulurkan lidahnya sambil pergi menjauh.

Kalo lo gimana, Nis? Aku ingin sekali menanyakan hal itu kepadanya, tapi lidahku keluh.

"Kalo lo gimana, Nis? Udah dijemput?" Tanya Bagus. Good Job, bro. Lo kayak punya teleportasi ke otak gue.

"Belum nih, abang gue ntah dimana, ditelpon ga bisa-bisa," jawab Nisa sedikit panik.

Yaudah, ikut kita aja. Lagi-lagi, kata-kata itu tertahan di tenggorokanku.

"Yaudah, ikut kita aja," kata Bagus lagi.

"Gak lah, nanti ngerepotin. Kan rumah kita gak deket-deket amat."

"Gpp, Nis. Lagian kita mau ke rumah Adam."

"Boleh deh. Makaci yaa.."

================================
Hari ini, readers terpuaskan banget deh pokoknya. Udah up 2 chapters, panjang2 lg. Tapi sih, yang cerita lama punya tapi dilihat dr sudut pandang Fadil yg mungkn kalian ga tau.

Ini cuma jalan menuju cerita ttg kehidupan Fadil yg sesungguhnya. Yg bener2 mau gw sampein itu di chapter2 selanjutnya. Okok? Bai!

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang